Sebenarnya, aku bukan gadis berkerudung. Entahlah, hatiku terasa berat banget untuk mengenakan kerudung di kepala. Padahal, salah satu kewajiban seorang wanita muslim adalah menutup auratnya, termasuk berkerudung. Aku sendiiri bingung, entah terbuat dari apa itu perasaanku. Kok kek-nya imanku lemah banget sehingga aku selalu tergoda untuk menampilkan pesona rambut kuncir duaku….wkwkwk
Hari itu hari jumat. Semenjak aku naik ke kelas 2 SMA, dengan terpakasa aku mulai mengenakan kerudung. Tapi itu aku lakukan pada saat aku sekolah. Kalau di rumah, aku masih senang mengenakan yukensi everything, kalau nggak, hotpants lebih nyaman 'tuh bagiku.
Jum,at itu, aku hanya mengenakan baju pramuka berlengan pendek dan hanya aku tutupi pakai sweater rajut berwarna ungu. Warna favoritku. Selesai kami bershalawat di lapangan sekolah, tiba-tiba Pak Irawan, guru kesiswaan mengumpulkan anak-anak perempuan yang memakai sweater, jacket, cardigan dan kawan-kawan, di tengah lapang. Sedangkan anak-anak yang berseragam pramuka, kembali ke kelasnya masing-masing.
Aku memang badung, beberapa kali pernah mendapatkan hukuman. Tapi jujur saja, ini adalah pertama kalinya aku mendapatkan hukuman sendirian. Sekujur tubuhku gemeteran. Ya lo bayangin aja, dari 32 anak di kelas IPA 2. Hanya gue, men yang mendapatkan hukuman. Sama guru kesiswaan pula, guru yang terkenal galaknya sampai-sampai diberi julukan Herder ma para murid. Waah bener-bener murid kagak punya akhlak yeee...
“Kamu juga nggak pakai baju, hah!” teriak Pak Herder tepat di depan muka, hingga aku merasakan muncratnya air hujan dari mulutnya.
Aku memejamkan mataku seraya menutup telingaku yang terasa sakit mendengar suara cempreng si Bapak.
"Buka!" teriaknya.
Spontan tanganku sedikit mengangkat sweater kesayangan untuk membuka bajuku. Meski dalam hati jantungku berdisko ria karena takut ketahuan jika aku menggenakan atasan pramuka berlengan pendek.
“Ish, bukan baju kamu yang di buka P-A, tapi mata kamu!” teriak Pak Herder seraya mendorong keningku dengan telunjuknya.
Gila men … dorongannya kuat banget, sampai-sampai aku terjengkang ke belakang. Untung saja ada salah satu siswi yang memegang punggungku hingga bokongku yang seksoy ini tak jadi mencium tanah.
Aku mengerjapkan mataku. Bola mata Pak Herder seakan ingin melompat keluar dari tempatnya.
"Kamu juga tidak memakai seragam pramuka, hah!" Duh Pak Herder itu kembali berteriak.
“Nggak, Pak! Aku pakai, kok!” ucapku masih dengan nada bergetar. Ya ... siapa yang gak takut dipantengin bola mata segede bola bekel.
"Kalo gitu, kenapa nggak kamu buka sweater kamu?” tanyanya. Penggaris nan panjang sepanjang 1 meter telah dia acung-acungkan di hadapanku. Seketika nyaliku menciut melihat penggaris itu seolah melambai-lambaikan tangannya pada bodiku yang sedikit kurus kering bagai kerupuk kulit asli Garut.
“Aku sakit, Pak !” ucapku, ngeles.
“Sakit apaan?” teriak Pak Herder semakin mengacungkan penggarisnya.
“Ya sakit, Pak. Pokoknya sakit yang menyuruh aku pake baju double, Pak!" ucapku, seenaknya.
Hmm…, jangan tanya ya gaiss…, urusan sahut- menyahut dan memberikan alasan yang tak masuk akal, itu salah satu keahlianku juga.
“Sakit apa, bronkitis, Tbc?" teriak Pak Herder lagi.
"Masya Allah Pak, amit-amit….amit-amit….!” ucapku seraya mengetuk-ngetukan ujung kepalan tanganku bergantian di pelipis dan paha.
Sebagian anak terkekeh mendengarkan ucapan do’a dari si guru galak. Aku pun hanya bisa mendengus kesal sambil melirik tajam kepada anak-anak yang sedang asyik menertawakan aku.
“Maju dan beri hormat di depan tiang bendera!” perintah Pak Herder seraya memukul bokongku dengan penggarisnya.
Anjay, malu banget aku gaiss. Dengan langkah kaki yang seolah membawa beban besi seberat 50 kg, aku pun menghampiri tiang bendera itu seraya menengadah dan memberi hormat. Samar-samar aku masih mendengar suara si guru Herder itu memaki murid yang lainnya.
.
.
.
Aku mulai merasakan perih di lambungku. Sialan, karena bangun siang, aku jadi belum sempat sarapan tadi di rumah, umpatku dalam hati.
Semakin lama, cacing-cacing perutku semakin tak bersahabat. Sepertinya mereka tengah berdemo seraya membentangkan spanduk dengan tulisan, 'Beri kami makan!' Aku pun mulai merasakan pelipisku berdenyut. Mataku berkunang-kunang. Dan burung-burung mulai berkicau memutari kepalaku.
"Pak, Resti pingsan!”
Hanya itu teriakan terakhir yang aku dengar sebelum akhirnya mataku tertutup sempurna.
***
Aku mengedip-ngedipkan mataku, dan mendapati pria innocent berwajah baby face sedang tersenyum tepat di depan wajahku.
“A-Aji…!” gumamku.
Ya, pria itu adalah Aji salah satu coverboy sekolahku. perkenalanku dengan Aji dimulai dari kelas 1 hingga akhirnya kelas 2 pun kami sekelas lagi. Sejak saat itulah kami mulai akrab.
Awalnya, Aji tidak begitu menyukai gaya bicaraku yang asal mangap. Dia selalu menasihati aku. "Res, jadi wanita itu harus lembut, penuh perasaan. Bicaranya harus di jaga, jangan asal mangap. Trus kalau ketawa 'tuh nggak usah ngakak kek gitu! Jelek tahu!” Nasihatnya waktu kami kelas 2.
Tapi yang namanya Resti, ya tetaplah Resti. Seseorang yang akan selalu barbar dan berprinsip teguh pada pendiriannya sendiri.
“Kamu nggak sarapan lagi?” tanya Aji seraya menyentuh rambutku yang kerudungnya entah terbang ke mana.
Aku hanya menggelengkan kepala dengan lemah. Aku melihat Aji mengulurkan tangannya dan meraih sesuatu dari nakas di samping ranjang UKS. Dia menyerahkan sebungkus roti isi coklat dan susu kotak kepadaku.
“Makanlah!” perintahnya, lembut.
Aku mengangguk seraya menerima makanan tersebut. Selesai makan, Aji tersenyum seraya mengusap rambut panjangku.
"Aku masuk kelas dulu, ya! Kamu istirahat di sini," ujarnya.
Kembali aku mengangguk dan tersenyum padanya.
Setelah kepergian Aji. Aku mulai membenahi bantalku dan membaringkan kepala di atas bantal. Mataku mulai terpejam, merasakan pusing yang masih asyik bergentayangan di kepala.
Beberapa menit kemudian. Aku merasakan seseorang menyibakkan selimut yang kupakai dengan sangat kasar.
“Eh, cewek murahan! Bangun lo! Dasar cewek ganjen! Pe'rek lo! Berani ya, lo rebut gachoan orang! Nggak usah deh, sok kecantikan gitu, dasar tongos loh! Si gigi kelinci. Cewek gatel. Sok kecakepan banget sih hidup, lo!”
Seorang gadis cantik tinggi semampai dengan bodi bak biola, tiba-tiba datang mencaci maki aku dengan segala kata-kata mutiara indah yang keluar dari mulut mungilnya.
“Su-Susan?” gumamku.
"Iya, gue! Kenapa? Heran, gue ada di sini? Jangan mentang-mentang gue nggak satu kelas sama Aji, terus lo kira gue nggak tahu kelakuan kalian di belakang gue, hah!"
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku yang biasa aja, tak putih dan tak mulus. Aku hanya bisa meringis merasakan panas di pipiku.
“Chi, lo nggak apa-apa?”
Tiba-tiba ketiga temanku berlarian menghampiri. Kak Lastri langsung memelukku, sedangkan Irma dan Tika menarik tangan Susan dan membawanya pergi dari ruang UKS.
“Chi, lo baik-baik aja, 'kan? Mana yang sakit Dek?” tanya Kak Lastri dengan mata berkaca-kaca melihat cetakan tangan terpampang jelas di pipiku.
Aku hanya menggelengkan kepala dengan lemah untuk menjawab pertanyaan Kak Lastri. Jujur, aku masih shock mendapati sikap Susan pacarnya Aji.
Melihat air mata mulai menggenang di kedua sudut mataku, akhirnya Kak Lastri menarikku ke dalam pelukannya. Di antara kami berempat, usia Kak Lastri memang paling tua, hanya beda beberapa bulan dengan kami. Sifatnya yang dewasa dan sering megayomi kami semua, membuat kami sepakat untuk memanggilnya Kak Lastri.
“Aku tidak apa-apa, Kak!” jawabku lemah. Aku menarik pelukanku dan melepaskannya. "Kak, pipiku perih," rajukku.
Kak Lastri meniupi pipiku agar terasa nyaman.
“Apa ada bekasnya, Kak?"
Kak Lastri mengangguk.
“Kak, aku takut mamah melihat ini. Apa aku boleh menginap di kontrakan Kakak?” tanyaku lagi.
Seraya tersenyum, Kak Lastri mengangguk dan kembali memelukku.
Brakk!
Tiba-tiba, pintu ruang UKS terbuka kasar. Tampak Gustaf dan Anjas berdiri di ambang pintu.
"Are you oke, Chi?”
Bersambung
Jangan lupa like, vote n komennya yaa 🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Alleyza Azura Rinzani
astaga, tuh cewe
2022-07-04
2
Ern_sasori
nostalgia 🥰🥰🥰
2022-03-13
2
Hum@yRa Nasution
Susan oh Susan...
2022-03-11
2