Tiba di kantin, kami segera memesan makanan kesukaan kami masing-masing. Suasana kantin cukup ramai, karena memang sekarang saatnya anak-anak mengisi perutnya yang telah keroncongan. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Bi Ratih sang pemilik kantin menghidangkan makanan yang kami pesan tadi. Tak ingin menunggu lebih lama lagi, kami segera mengeksekusi pesanan kami dengan lahapnya.
"Uhuk! Uhuk!" Aku tersedak karena makan terburu-buru.
Tiba-tiba seorang laki-laki yang sedang duduk di depanku, segera menyodorkan segelas jus jeruk miliknya. Tanpa melihat wajahnya, aku mengambil minuman itu dan mereguknya hingga tak bersisa.
"Mangkanya, lain kali, hati-hati kalau sedang makan, Neng!" ucap laki-laki itu seraya menampakkan senyum manisnya.
Omaygat! Sumpah ... itu senyuman termanis yang pernah aku lihat sejak aku hadir di muka bumi ini. Sungguh ... aku tersepona melihat lesung pipit di kedua pipi laki-laki itu.
"Kenalkan, nama saya Dipanagara. Tapi, panggil saja Dipa!" katanya sambil mengulurkan tangan ke arahku.
"Eh, a-aku Resti ... tapi biasa dipanggil Chi," jawabku, gemetar tak karuan saat tangan laki-laki itu menjabat tanganku.
"Hmm ... manis sekali nama panggilan kamu, seperti nama panggilan untuk seekor kelinci," ucap laki-laki itu.
Hatiku seketika melengos mendengar ucapan yang entah pujian ataukah hinaan. Seperti biasanya, aku hanya bisa mengerucutkan bibirku saat merasa tak senang.
"Jangan dimonyong-monyongin ntu bibir, entar aku cium, baru tau rasa kamu, hehehe," ucap laki-laki itu meledekku sambil terkekeh.
Mendengar kata cium, seketika aku menarik tanganku yang tengah digenggamnya.
Waah, parah nih ... keknya dia playboy sekolahan, batinku.
Laki-laki tampan itu seketika tergelak melihat sikap aku yang salah tingkah.
"Gengs, gue cabut, ya," bisikku kepada ketiga kaesnku. "Anton!" Aku berteriak memanggil sobat pemalu itu.
Laki-laki pemalu itu menoleh ke arahku.
"Tolong bayarin dulu, ya! Entar Senin Chi ganti. Chi lagi nggak bawa duit. Oke, makasih Anton Sayang! Chi balik ke kelas dulu, ya. Dadah...!" ucapku tanpa menunggu jawaban dari lelaki pemalu itu.
Sekilas aku lihat, Anton hanya melongo mendengar ucapanku.
Saat aku berdiri dari tempat duduk dan melangkah mundur untuk pergi dari meja kantin, tiba-tiba...
Byurr!
"Aww, panas! Panas!" Aku berteriak sambil memegang pundakku yang terkena tumpahan mie instan cup yang masih panas.
"Astaga! Sorry-sorry ... gue nggak sengaja!" ucap seorang wanita cantik berwajah oval dan berbulu mata lentik.
Aku tak menggubris permintaan maafnya. Satu-satunya yang aku inginkan adalah, aku harus segera pergi ke kamar mandi untuk membasuh pundakku yang serasa terbakar.
Karena jarak antara kantin dan toilet cukup jauh, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi di masjid. Tiba di sana, aku segera membasuh pundakku yang terkena tumpahan mie instan cup panas itu.
Aku mulai membuka kancing baju pramuka satu per satu. Aku berniat untuk membasuh sisa tumpahan mie instan tersebut. Perlahan, aku meluruhkan sebagian pakaian itu di bagian pundak belakang. Dengan susah payah, tanganku mencoba menjangkau pundak belakang yang terkena guyuran mie instan panas.
"Ish, kenapa susah sekali!" gerutuku kesal karena tidak bisa menggapainya. Tanpa aku sadari, sepasang mata tengah memperhatikan aku dari serambi masjid sekolah.
Tiba-tiba, aku mendengar derap langkah kaki mulai mendekati. Namun, karena rasa perih di pundak belakang, membuat aku tidak memikirkan siapa pemilik dari langkah kaki itu. Tiba-tiba saja, kucuran air dingin menyentuh pundak belakangku. Aku terkejut, seketika aku menoleh.
Deg-deg-deg!
Jantungku berdegup kencang saat mendapati wajah dingin itu terpampang jelas di depan mataku. Mata elangnya menatapku dengan sangat tajam.
"Lain kali, jangan tampakkan sebagian tubuhmu di hadapan orang lain!" ucapnya sinis sambil menyeka air di punggungku dengan tangannya. Setelah itu, dia berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Aku membalikkan badan. Seketika, aku tertegun menatap punggungnya yang semakin menjauh. Siapa dia? Siapa laki-laki dingin bermata elang itu? Kenapa aku baru melihatnya di sekolah ini? Apa dia adik kelasku?
Berbagai pertanyaan menggelayut dalam benakku. Tanpa sadar, aku memejamkan mata. Masih jelas terasa sentuhan tangan dinginnya menyentuh kulit punggungku.
Kulit punggung?!
Aish! Apa dia melihat sebagian tubuhku? Apa dia melihat tali bola duniaku? Ya Tuhan..., kenapa aku begitu ceroboh sekali? Bisa-bisanya aku membuka sebagian auratku di tempat umum. Ish, bodoh sekali kamu, Chi! rutukku dalam hati.
Seketika, wajahku terasa panas, menahan malu atas peristiwa yang baru aku sadari. Entah apa tanggapan dia tentang aku. Tapi ya sudahlah, semua itu sudah terjadi, dan aku tak bisa memutar waktu kembali. Dengan perasaan dongkol, aku kembali ke kelas.
Tiba di kelas, ketiga sahabatku sudah duduk di bangku dengan wajah yang sulit untuk digambarkan. Seperti biasa, Kak Lastri selalu menjadi orang pertama yang bertanya tentang kabarku.
"Kamu nggak pa-pa, Dek?" tanya Kak Lastri menyambut aku di depan pintu kelas.
"Aku nggak pa-pa, Kak. Cuman ... bajuku sedikit basah saja," ucapku seraya melirik punggung, meskipun tak terlihat secara keseluruhan.
Kak Lastri membalikkan badanku. "Ish, ini mah bukan sedikit atuh, Dek!" katanya, menggerutu kesal.
Aku hanya cengengesan mendengar gerutuan Kak Lastri.
"Emang dasar gila tuh si Lusi!" celetuk Irma.
Aku menatapnya tak mengerti. "Lo ngomong apa, si, Ir? Lusi siapa?" tanyaku menatap heran ke arah Irma.
"Lusi anak IPS. Cewek yang tadi numpahin mie ke pundak kamu, Dek," jawab Kak Lastri.
Aku mengernyitkan dahiku karena tak mengerti omongan mereka.
Kak Lastri merangkul bahuku dan memapah aku untuk duduk di bangku. "Jadi, cowok yang tadi kenalan sama kamu di kantin. Itu pacarnya Lusi. Setelah kamu pergi, mereka sempat bertengkar di kantin. Lusi menuduh laki-laki itu tengah dekat sama kamu. Kakak rasa, Lusi sengaja menumpahkan mie instan cup itu karena dia cemburu sama kamu, Dek." Kak Lastri mencoba menjelaskan suasana kantin selepas aku pergi.
"Ish, Kakak jangan suudzon dulu. Orang jelas-jelas tadi dia ngomong kalo dia nggak sengaja numpahin 'ntu mie ke Chi," sanggahku.
Kak Lastri hanya menghela napasnya mendengar ucapanku. "Terserah deh, kamu mau bilang apa," ucapnya pasrah. Ya! Mungkin memang Kak Lastri merasa kesal padaku. Tetapi dia selalu mampu menguasai emosinya dan bersikap lebih santai dibandingkan teman-teman yang lainnya.
Pluk!
Tiba-tiba, sebuah penghapus papan tulis mendarat mulus di pundakku karena dilempar Irma.
"Dasar kamprett! Dah dikasih tau, eh malah ngeyel!" teriak Irma, gemas.
Aku pun hanya cengengesan melihat sorot mata Irma yang seolah ingin menerkam aku hidup-hidup.
"Piss, Ma! Piss!"
Bersambung
Jangan lupa like, vote n komennya yaa 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Alleyza Azura Rinzani
sapa tuh cowo
2022-07-04
4
Merry
hmmm, Fatwa
2022-05-13
5
👑Meylani Putri Putti
siapa nih pria dingin bermata elang. apakah abah 😆
2022-03-21
2