Aku muak, aku sesak, aku telak. Ruangan yang tadinya terlihat begitu berwarna setelah mendengar perkataan ibu maria menjadi sangat kelam, aku ingin cepat keluar dari ruangan ini dan kembali kerumah menceritakan kepada ibukku bahwa ibu walaupun seorang penjual asongan ia lebih baik dari orang berpakaian rapih bermulut singa, bukan tak ada bukti tapi aku sering melihat dengan mata telanjangku sendiri bahwa ibu sangat mengasihi anak anak kecil yang belum makan ketika mereka menjajakan jajannya diteras malioboro. Econ mengelus elus pundakku sembari menenangkanku, ia sembari berkata kepadaku "sudah poss, yang berpendidikan hanya mengetahui tentang karir tidak dengan menyikapi seseorang", kata kata econ sedikit menenangkanku, walaupun masih ada sedikit kesal tapi mindset itu selalu tertanam dalam benakku. "Walaupun dia berandalan sepertiku, tapi dia sangat paham dengan teman yang sedang tidak enak hati" ucapku untuk menenangkan jantung yang sudah tak berirama dengan gerakan biasanya.
Ia tak tahu aku siapa, ia salah berkata kepada orang, ia belum tahu asliku, untung kau ibu dari anak yang diam diam mulai aku sukai, jika bukan sudah kutandai wajahmu bu. Temanku satu persatu memandangi wajahku dengan dengan muka yang aku tidak bisa mengartikanya, temanku adalah saksi gimana aku hidup dijalan dan tak tahu norma, aku bukan penjahat, yang jahat ayahku tak memberi kasih sayang kepada anaknya hingga anaknya menjadi seperti ini, aku tak takut pada polisi dan orang orang berpendidikan lainnya, yang kutakutkan adalah tuhan memberiku adzab didunia dan ibu menangisi dirinya sebab tak bisa membesarkankanku dengan baik dan aku adalah anugrah tuhan yang telah titipkan lewat rahimnya.
Semua bagiku sama saja bagi manusia yang tak bisa menghargai seseorang, ia lebih buruk dari pembohong pembohong yang tahu diri, dan aku sangat benci kepada wanita wanita seperti itu, aku bukanya tak sopan, tapi aku tidak bisa menyembunyikan wajah kesalku ke ibu maria, yang aku benci sifatnya bukan dirinya. Ayah maria terdiam, sudut pandangnya berbalik dengan ibu maria, ia bersenyum indah kepadaku, pertanda terima kasih telah menolong maria ia pun menggelengkan kepala kepadaku bahwa ibu maria emang seperti itu. Akupun memberi isyarat kedipan kepadanya bahwa aku mengerti apa yang ayah maksud, ia pun mulai menurunkan wajah malu atas perkataan ibu maria tadi dan tersenyum ramah kepada teman teman yang lainnya.
"Posa ndak papa kan" tanya maria, sial, tak kusadari maria memandangi wajahku sedari tadi, dan bodohnya aku selalu buang muka, aku tidak bisa menyembunyikan wajah kesalku, itulah satu kebodohanku aku tidak ahli menyembunyikan apapun yang sedang terjadi.
"Ndak papa kok maria" jawabku sembari mengeluarkan senyum berpura pura. Kata kata itu selalu terngiang ngiang di kepalaku, tapi aku mencoba pelan pelan untuk menyembunyikanya. Aku sedikit lega dan tak terlalu terasa lagi walupun terngiang ngiang diisi kepala, senyum maria membuatku lupa akan apa yang ibunya tadi katakan.
"Ketua kelasmu yang mana nak" tanya ibu maria.
"Itu bu si arhan namanya" jawab maria sembari menunjuk arhan yang lumayan jauh dari tempat aku duduk, terlihat arhan menundukan kepala, sesekali dan kembali memandangi ibunya.
"Terima kasih han, sudah mengajak teman teman menjenguk maria, maria walaupun baru masuk dikelas cuman satu hari" ibu menyanjungnya, kenapa aku diperlakukakn seperti itu, apakah karena aku tidak berpenampilan bagus daripada arhan atau karena aku orang miskin?. Sudahlah tak usah kuhiraukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
ibnu pratama
up
2022-06-02
2