Kenzo melangkah ingin mengikuti Tiara, dia sampai mengabaikan Devan dan Reno yang dari tadi sudah keheranan melihat kelakuan anehnya.
"Ken, mau ke mana. Bukannya mau Mabar?"
Devan sampai meninggikan suaranya karena Kenzo terus melangkah pergi. Heran. Sejak kapan seorang Kenzo mempedulikan seorang wanita.
"Aku harus mengurus sesuatu dulu. Mabar nya lain kali saja."
Kenzo benar benar pergi.
Dia langsung mempercepat langkahnya agar bisa menyusul Tiara.
"Hei, cupu. Berhenti!"
Kenzo berusaha menghentikan Tiara, tapi percuma. Sepertinya wanita itu sengaja tidak mendengarkan nya.
"Cupu!"
Masih tidak ada jawaban. Tiara sengaja mempercepat langkahnya sadar kalau Kenzo mengikutinya.
"Tiara!"
Akhirnya Kenzo bisa meraih tangan Tiara. Menarik Tiara agar gadis itu berbalik menghadapnya.
"Apa kau tidak punya pendengaran sampai mengabaikan ku?"
Kenzo langsung menatap Tiara dengan penuh tanya. Ada yang aneh dengan kelakuannya.
"Jangan mengikuti ku, apa kau tahu seberapa bencinya Shasa jika dia melihat kau bersama ku."
Ingin sekali Tiara mengatakan itu, tapi percuma bibirnya terbungkam tidak mampu mengatakannya.
"Bisa lepaskan tanganku!"
Akhirnya hanya kata itu yang keluar dari bibir Tiara, bicara dengan begitu dingin, langsung membuang muka. Tidak ingin terus bertatap muka dengan lelaki yang harus di jauhi nya.
Dia saat dia berusaha keras untuk menjauh, kepada Kenzo malah terlihat makin peduli padanya.
"Kita harus bicara!"
Kenzo tidak mempedulikan perkataan Tiara, dia malah mempererat genggaman tangannya agar Tiara tidak kabur lagi dari hadapannya.
"Lepaskan! Orang-orang akan salah paham."
Suara Tiara makin dingin dengan penuh penekanan. Dia harus terlihat jahat agar Kenzo pun menjauhinya.
"Sial."
Kenzo mengendus kesal, refleks melepaskan tangan Tiara. Karena terlalu fokus mengejar Tiara dia sampai tidak sadar kalau dia sudah di depan ruangan kelas bahkan banyak orang yang memperhatikannya.
Tiara bisa sedikit tenang, dia langsung masuk kelas, dan mendapat sambutan dari Jonathan yang terlebih dulu ada di sana.
"Hai, Ra. Selamat ya. Sepertinya aku harus berjaga-jaga, dengan nilai mu yang setinggi itu kemungkinan kau bisa mengalahkan ku."
Jonathan langsung bicara dengan penuh senyuman, dia berusaha mengagumi kepintaran Tiara dengan candaan nya.
"Terima kasih, tapi kau terlalu berlebihan, Jo. Aku tidak sepintar itu sampai bisa mengalahkan mu."
Tiara menimpali, membalas senyuman Jonathan dan langsung duduk di bangkunya.
Ketegangan yang barusan terjadi dengan Kenzo langsung terobati dengan perkataan Jonathan yang selalu di penuhi dengan hiburan.
Di sudut lain di kelas yang sama, Kenzo dan Shasa memperhatikan Tiara dan Jonathan. Jika Kenzo menatap Tiara dengan penuh keheranan, tidak dengan Shasa, wanita itu menatap Tiara dengan penuh kebencian.
"Dia bahkan tersenyum seperti itu di depan Jonathan, tapi dia malah menghindari ku? Dasar menjengkelkan."
Kenzo hanya bisa membatin. Walau dia enggan mengakui pertunangan itu, tapi dia tidak terima jika Tiara mengabaikannya.
"Kau boleh pintar, tapi akan ku pastikan kau tidak akan pernah bisa menggeser posisi ku. Kepintaran mu malah akan jadi petaka bagi mu, dasar benalu."
Shasa menyeringai, sudah banyak rencana yang tersusun di kepalanya untuk menghadang Tiara.
...*...
Bel pulang sekolah berbunyi.
Tiara bergegas keluar kelas untuk segera pulang. Telat sedikit saja, Shasa pasti akan langsung meninggalkan.
"Tiara!"
Suara Jessica terdengar jelas dari belakang. Tiara langsung menghentikan langkahnya dan berbalik ke menyapa Jessica.
"Iya, Jes. Ada apa?"
"Shasa menunggumu di belakang sekolah, katanya kau harus langsung ke sana."
Jessica langsung bicara, menyampaikan perkataan Shasa agar Tiara menemuinya.
"Tumben. Bukannya dia tidak ingin murid yang lain mengetahui kalau kita tinggal bersama."
Tiara hanya bisa bicara dalam hati. Walau terasa aneh dia harus bergegas, tidak boleh tertinggal oleh Shasa, dia tidak bisa pulang naik angkutan umum karena uang jajannya terbatas.
Tiara celingukan sana sini, dia sudah di belakang sekolah dan mencari keberadaan Shasa di sana.
"Di mana ya, katanya Shasa menunggu di sini."
Tiara terus mencari keberadaan Shasa, matanya fokus ke depan sampai tidak sadar ada seseorang di belakangnya. Dengan cepat orang itu langsung membekap mulut Tiara dan menariknya dengan paksa.
"Emmmm...."
Tiara berontak, ingin meminta pertolongan tapi bibirnya terbungkam.
"Diam, jangan bersuara atau aku akan memukul mu."
Suara itu terdengar jelas di telinga Tiara, Tiara yang merasa tidak asing dengan suara itu langsung menoleh untuk memastikan nya.
"Alicia!"
Tiara hanya bisa bicara dalam hati.
Dia sampai tidak menyangka kalau itu benar benar Alicia.
Alicia terus menyeret Tiara ke belakang bangunan. Langsung ia lepaskan saat mereka sudah sampai di tempat dimana Shasa berada.
"Duh Al, kenapa harus di seret seperti itu, tanpa kau seret pun dia akan langsung menemui ku. Begitu kan, Tiara."
Shasa langsung bicara, menyambut Tiara dengan penuh tawa, seolah sedang membela padahal dia sedang meledeknya.
"Kau mau apa?"
Tiara bertanya sambil berjaga-jaga.
Shasa memanggilnya dengan bantuan Jessica dan Alicia pasti bukan tanpa alasan. Kalau bukan masalah rumah, pasti dia akan mempermasalahkan urusan sekolah.
"Wah. Wah. Bahkan sekarang kau punya nyali sampai berani pada ku."
Shasa mendekat, langsung meraih kerah baju Tiara dan menariknya.
"Hai, benalu. Ini peringatan gue yang terakhir kalinya. Jangan pernah berharap bisa mengalahkan ku dan mengambil semua yang sudah menjadi milik ku. Itupun, jika kau masih mau bersekolah di sini dan tinggal dengan nyaman di rumah ku."
Shasa menyeringai, berbisik dengan penuh penekanan, seolah ketenangan Tiara ada dalam genggamannya.
Jadi Tiara harus mengikuti apapun kemauannya.
"Ya, aku tahu Shasa pasti akan semakin membenci ku karena hasil ujian itu. Tapi aku tidak mungkin mengalah hanya karena ancamannya."
Tiara hanya bisa berkata-kata dalam hati.
Menahan keras rasa sakit karena tangan Shasa masih menarik keras kerah bajunya.
Tiara mungkin harus mengalah di rumah, tapi tidak untuk di sekolah. Di benar benar harus menduduki posisi Trisakti karena itu harapan satu satunya untuk dia bisa melanjutkan sekolah, tanpa harus memikirkan biayanya.
"Kenapa masih diam? Apa kau tidak mengerti? Harus ku perjelas lagi?"
Shasa kembali bersuara, kali ini dengan nada yang tinggi sampai Tiara tidak bisa lagi menahan kesabarannya.
"Lepaskan, ini sekolah. Bukan tempat untuk berulah."
Tiara bersuara. Refleks mendorong tubuh Shasa sampai dia terpental. Kalau saja Alicia tidak menahan tubuhnya, Shasa pasti sudah terjatuh ke tanah.
"Kau."
Shasa jengah. Dia kembali menghampiri Tiara, dengan cepat melayangkan tangan menampar pipi Tiara dengan begitu keras.
Plaakkk
"Awwww."
Tiara hanya bisa menahan sakit. Pipinya serasa tersayat pisau. Bukan hanya perkataan nya, bahkan tangan Shasa juga berani menyakitinya.
"Heh. Seharusnya kau bersyukur karena aku masih berlaku baik padamu. Apa kau tidak sadar kalau kau hanya seorang benalu. Kau menumpang di rumah ku, kau kuras harta ayah ku untuk membiayai mu. Dan sekarang dengan tidak tahu malunya kau malah mau mengambil posisi ku di sekolah."
Shasa terlalu kesal, dia tidak menyangka Tiara akan melawan nya. Dia sampai tidak mempedulikan ucapannya meski di sana ada Alicia.
"Nek, aku sudah tidak kuat."
Tiara mengepalkan tangannya. Harus pada siapa dia minta pertolongan. Dia hanya bisa diam, kali ini perkataan Shasa begitu kejam, bibirnya terbungkam dia benar benar tidak punya lagi alasan untuk melawannya.
"Jika kau masih punya harga diri, seharusnya kau diam dan jangan ngelunjak. Kau tahu? Kau itu tidak jauh berbeda dengan sebuah sampah."
Deg...
Hati Tiara benar benar hancur, harga dirinya tercabik-cabik.
Lagi-lagi Shasa bicara dengan begitu kejam, bahkan tangannya pun tidak diam. Shasa menerima plastik sampah dari tangan Alicia dan menumpahkan sampah itu di badan Tiara.
"Iya, mungkin aku memang hanya sampah."
Dada Tiara makin sesak, dia begitu sakit. Dia sampai memejamkan mata saat sampah-sampah itu mengenai seragamnya.
"Shasa! Apa yang kau lakukan?"
Suara Jonathan tiba-tiba terdengar.
Dari tadi dia sudah curiga saat Jessica memanggil Tiara. Makanya dia berusaha mencarinya.
"Kau keterlaluan, Sha. Apa kau tidak punya hati?"
Jonathan berusaha membela Tiara, dengan cepat berdiri di depan Tiara, melindunginya dari amukan Shasa. Dia tidak percaya Shasa bisa sekejam itu padanya.
"Aduh ketua osis, sejak kapan kau ikut campur dengan urusan ku. Biasanya kau juga diam saja."
Bukannya takut karena ketahuan, Shasa malah menyeringai. Dia malah seolah olah menantang Jonathan.
"Ini sudah melebihi batas, Sha."
Jonathan kembali bicara, memberi peringatan agar Shasa menghentikan kegilaan nya.
"Ayo pergi Al. Sudah tidak seru lagi karena ada pahlawan kesiangan di sini."
Shasa langsung pergi, di ikuti Alicia di belakangnya. Bukan karena takut pada Jonathan, tapi dia memang sudah puas dengan apa yang ia lakukan pada Tiara.
"Tiara, ayo pergi!"
Jonathan langsung berbalik, meraih tangan Tiara untuk membantunya. Dia tahu Tiara pasti syok sampai tidak bisa berkata-kata.
"Duduk dulu! Nih, bersihkan badan mu dengan ini."
Jonathan menyuruh Tiara duduk, mengeluarkan sebuah sapu tangan agar Tiara membersihkan bekas kotoran di tubuhnya.
Tiara hanya diam, pikirannya terasa kosong. Dia enggan untuk bergerak meratapi nasib yang begitu kejam padanya.
"Biar aku bantu bersihkan ya. Maaf."
Tangan Jonathan sudah bergerak, sapu tangan nya sudah hampir mengenai badan Tiara, namun terhenti, Tiara dengan cepat mengambil saputangan nya.
"Terima kasih, biar aku saja."
Tiara bicara dengan begitu lemas.
Dia begitu malu, kenapa Jonathan harus melihat sisinya yang menyedihkan.
Dia sampai malu untuk berkata-kata.
"Pipi mu merah, Ra. Apa kau baik-baik saja?'
Jonathan ikut duduk di samping Tiara, merasa iba melihatnya, ingin menghibur tapi tidak tahu harus bagaimana.
"Apa ini sakit?"
Tangan Jonathan bergerak, tidak kuasa melihat penderita Tiara. Dia ingin mengelus pipi merah itu untuk mengurangi rasa sakitnya.
"Hentikan!"
Suara Kenzo tiba-tiba terdengar. Dengan cepat memegang tangan Jonathan dan menjauhkannya dari wajah Tiara.
"Ken!"
Jonathan kaget, bahkan lebih kaget lagi saat sadar Kenzo menatapnya dengan penuh kebencian.
"Ayo, pulang!"
Kenzo langsung meraih tangan Tiara. Entah apa yang di pikirkan nya, dia hanya merasa kesal karena Jonathan selalu bersama Tiara, sampai rasanya ingin menjauhkan mereka.
"Ken, jangan seenaknya. Tiara terluka."
Jonathan dengan cepat meraih tangan Tiara, seolah tidak mengizinkan Kenzo membawa Tiara dari sisinya. Agak sedikit kesal, ada hak apa Kenzo selalu seenaknya memperlakukan Tiara. Dari kemarin dia diam, tapi sekarang Kenzo sudah kelewatan.
"Biar aku yang mengurusnya, jadi lepaskan!"
Masih dengan nada dingin, Kenzo makin kesal karena Jonathan malah meraih tangan Tiara.
"Kau tidak punya hak untuk membawa Tiara dari sini, aku yang terlebih dulu bersama Tiara, biar aku yang mengurusnya."
Jonathan tidak kalah dingin. Dia begitu kasihan pada Tiara, tidak rela membiarkan Tiara pergi, dia tidak ingin Kenzo malah menyakitinya.
"Aku tunangannya, jadi aku yang lebih bertanggung jawab untuk mengurusnya. Jadi lepaskan!"
Perkataan Kenzo begitu nyaring dan jelas. Jonathan sampai tercengang. Apa barusan dia tidak salah dengar?
"Tunangan?"
Jonathan sampai tidak bisa berkata-kata dan langsung melepaskan tangan Tiara. Tidak ingin banyak tanya karena Tiara pun tidak mengelak nya.
"Ayo pulang. Mommy ingin bertemu dengan mu."
Kenzo berusaha membujuk Tiara untuk berdiri. Dia melihat dengan jelas keadaan Tiara, jadi dia akan berusaha lebih lembut memperlakukan nya.
Tiara menoleh, langsung menatap Kenzo dengan penuh pertanyaan.
"Kenapa? Kenapa kau malah mengakui pertunangan ini di saat aku ingin menjauhi mu, bahkan paman pun sudah tidak menginginkan hubungan ini?"
Tiara ingin sekali bicara, tapi bibirnya bungkam. Dia menggigit bibir bawahnya dengan begitu keras, dia harus terlihat baik baik saja dan menahan keras air matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Hanie Hatta
Tuhhhh kannnn benerr...
2022-10-18
0
Anggra Anggra
ah GK asik terlalu lembek peran tiara GK ada gerget tertindas mulu
2022-08-31
0
Har Tini
nyesekkk banget nasib tiara punya saudara jahat banget
2022-08-26
0