Tiara sudah keluar dari area toilet, meninggalkan Kenzo seorang diri yang sedari tadi memperhatikan kepergiannya.
"Lalat? Dia menganggap ku lalat."
Kenzo menggerutu, baru kali ini ada seseorang yang berani membentaknya, bahkan dia seorang wanita. Bukannya terpesona oleh paras tampan nya wanita itu malah memarahinya.
"Dasar cupu."
Tanpa sadar bibir Kenzo membentuk sebuah senyuman. Kembali mengambil ponselnya, ada rasa kasihan pada Tiara karena gadis itu masih mempedulikan pelajaran. Dia akan merasa bersalah kalau permintaannya itu malah merugikannya.
"Mom, bilang pada pelayan yang mengantarkan switer untuk secepatnya ke sini, nanti ada seseorang di depan, berikan saja switer itu padanya. Sebentar lagi masuk. Aku tidak mau kena marah guru BK lagi."
Iya, rupanya Kenzo kembali memanggil Mommy nya. Meminta bantuan sang Mommy agar orang rumah secepat mungkin sampai di sekolah.
"Ken, Mommy jadi tambah khawatir, sebenarnya kamu kenapa sayang?" Ze malah bertanya. Ibu mana yang tidak akan khawatir jika sang anak tidak bertingkah seperti biasanya.
"Aku tidak apa-apa Mom, switer ku hanya ke tumpahan air, jadi aku butuh switer ganti. Aku tutup teleponnya."
Kenzo benar benar mengakhiri panggilannya, dia tidak mau sang Mommy terus bertanya. Karena itu akan mengundurkan waktu untuk memerintah bawahnya yang sedang menuju ke sekolah.
Kenzo tidak tahu kalau sebenarnya sang Mommy sendiri yang sedang mengantarkan langsung switer nya.
Keadaan di depan gerbang. Tiara masih mondar-mandir sana sini. Masih belum ada tanda-tanda kalau yang dia tunggu sudah ada di sana. Padahal waktu sudah menunjukkan kalau ia harus segera masuk kelas.
"Ayolah cepat datang."
Tiara sampai menghentakkan kakinya. Benar benar frustasi. Kenapa sekolah ini sampai seketat ini. Mengharuskan muridnya masuk kelas dengan jadwal yang tepat tanpa alasan, dan yang lebih parahnya bagi murid yang melanggar akan kena hukuman dan penilaian poin mereka akan berkurang.
Selang beberapa menit, sebuah mobil mewah berhenti persis di depannya, Tiara awalnya mau kabur saja. Mengira kalau itu adalah kepala sekolah karena penampilan mobilnya yang begitu mewah.
"Hah, seorang wanita?"
Tiara kaget, yang keluar adalah seorang wanita. Bahkan penampilannya mencurigakan. Wanita itu mengenakan kacamata hitam dengan masker yang menutupi sebagian wajahnya. Tiara bahkan tidak bisa melihat jelas wajahnya.
"Mana ya katanya akan ada orang yang mengambil switer ini?" Ze melihat keadaan. Rupanya orang yang keluar dari mobil tidak lain adalah Ze yang mengantarkan switer untuk putranya.
Ze menghampiri Tiara, ada sedikit keraguan. Bukannya Kenzo berkata akan ada seseorang yang mengambilkan switer nya. Tapi kenapa hanya ada seorang wanita di sana.
"A-anda siapa?" Tiara sampai terbata-bata. Siapa yang tidak takut jika ada seseorang yang mencurigakan mendekatinya. Tiara sampai tidak mengira sedikitpun kalau wanita itu orang yang sedang dia tunggu.
"Akh, maaf. Kau pasti takut melihat penampilan ku ya." Ze tersenyum di balik masker nya. Dia sampai bisa melihat jelas ketakutan di wajah gadis polos di depannya ini.
"Maaf, Tante. Saya sedang menunggu seseorang jadi saya sedikit kaget karena Tante yang muncul di sini." Tiara tersenyum kikuk, sungguh dia bukan bermaksud menyinggung perasaan wanita yang dia kira aneh itu.
"Apa mungkin kamu yang di maksud Kenzo, tidak terjadi apa-apa dengan putra ku kan?"
Ze langsung bertanya, walau sedikit kemungkinan. Tapi hanya ada siswa ini di sana.
"Oh, jadi Tante ini yang di maksud orang rumahnya di switer. Syukurlah, ku kira aku harus menunggu lebih lama lagi."
"Iya, Tante. Saya yang akan mengambilkan switer Kenzo. Putra Tante tidak apa-apa. Hanya ada sedikit tragedi, dan itu menyebabkan sawitnya ke tumpahan air."
Tiara langsung menjawab, dan itu membuat perasaan Ze lebih tenang. Karena inilah alasan ia yang turun tangan, ia ingin memastikan sendiri bagaimana keadaan putranya.
Namun ada sesuatu yang mengganjal. Dan itu membuatnya penasaran. Ada hubungan apa wanita ini dengan Kenzo. Sampai putranya itu mempercayai wanita ini untuk mengambilkan barangnya. Padahal yang dia tahu sosok putranya begitu dingin terlebih pada seorang wanita, bahkan selalu sensitif jika ada yang ikut campur privasi nya.
"Apa kau pacar putra ku?" Ze tanpa sadar langsung bertanya. Melihat keanehan ini dia langsung menyimpulkan kalau wanita ini adalah kekasih putranya.
"Bu-bukan, Tante." Tiara kembali terbata-bata, kali ini bukan karena takut tapi karena terkejut. Bisa-bisanya ibunya Kenzo mengira dia pacar putranya.
"Oh, Tante kira kamu pacarnya Kenzo sampai dia menyuruh mu mengambilkan barangnya."
Hati Ze sedikit tentang. Sudah membayangkan jika wanita ini pacar Kenzo. Lalu bagaimana dengan perjodohannya.
"Bukan, Tante. Saya hanya membantu nya.
Lagi pula saya yang menyebabkan semua ini. Bahkan Tante pun jadi ikut kesusahan karena harus mengantarkan pakaiannya ke sini. Maafkan saya, Tante."
Tiara berbungkuk. Sungguh dia benar benar merasa bersalah. Apalagi saat melihat kekhawatiran Tante ini. Dia jadi tidak enak hati, karena kecerobohannya itu dia telah merepotkan Ibunya Kenzo yang datang secepat mungkin demi putranya.
"Tidak perlu sampai begitu, Nak. Nih, terima kasih ya mau mengambilkan ini untuk Kenzo."
Ze kembali tersenyum. Memberikan sebuah paper bag yang berisikan switer putranya. Hatinya sesaat terhanyut melihat kesopanan Tiara. Sungguh di sayangkan jika wanita sebaik itu tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan putranya.
"Iya sama-sama, Tante. Saya permisi."
Tiara kembali berbungkuk. Bermaksud segera masuk ke dalam tapi terhenti karena Ze kembali bersuara.
"Ekh, Nak. Tapi jangan bilang kalau Tante yang mengantarkan ini. Bilang saja kalau pelayan rumah yang mengantarkan nya."
"Baik, Tante."
Tiara masuk, waktunya sudah mepet dia harus secepat mungkin memberikan paper bag itu pada Kenzo.
Dengan sedikit berlari akhirnya Tiara kembali di tempat Kenzo berada. Mengatur nafasnya sambil memberikan paper bag itu.
"Nih! Sudah beres kan. Aku akan kembali ke kelas." Tiara memberikan paper bag itu, bermaksud langsung pergi tapi Kenzo menghentikan langkahnya.
"Kata siapa kau bisa pergi. Nih pegang!"
Kenzo hanya mengambil switer nya saja, kembali menyuruh Tiara untuk memegang paper bag itu.
"Akh, aku bisa telat masuk kelas, switer."
Tiara semakin jengah. Apa lagi yang di inginkan lelaki ini sampai terus memerintah nya.
"Kau ingin hanya aku yang mendapat hukuman, padahal ini semua ulah mu."
Kenzo kembali mempertajam tatapan nya. Mana bisa hanya dia sendiri yang terlambat masuk kelas. Padahal ini semua bukan mulus kesalahannya.
"Akh. Baiklah, cepat ganti sana! Aku akan menunggu mu. Puas kau."
Tiara menjawab tegas. Setelah di pikiran benar juga. Dia memilih mengalah. Toh ini semua ulah nya. Jika Kenzo sendiri yang telat masuk kelas, pasti laki-laki itu juga akan menyeret nama nya.
Tidak membutuhkan waktu lama, Kenzo sudah keluar dari toilet dengan switer barunya. Langsung melempar switer kotor itu persis di kepala Tiara.
"Apa ini?"
Tiara makin kesal. Dengan cepat mengambil switer itu. Bisa-bisanya Kenzo masih memasang wajah datar tanpa ekspresi setelah apa yang di lakukan nya.
"Tanggung jawab, kau harus mencucinya sampai bersih." Kenzo pergi, menyeringai dengan penuh kemenangan. Rasanya sudah puas telah mengerjai Tiara habis-habisan.
"Akh. Dasar menyebalkan."
Tiara menggerutu. Tidak mau banyak bicara. Memilih mengekor di belakang Kenzo, sambil memasukkan switer kotor itu ke dalam paper bag yang sedari tadi di pegang nya. Kalau terus berdebat, mereka benar benar akan terlambat masuk kelas.
...***...
Waktu sudah hampir malam. Tiara terlihat baru sampai rumah setelah pulang sekolah. Dia di tinggalkan sendiri oleh Shasa sampai hampir tersesat karena belum tahu arah jalan pulang.
"Hari ini benar benar penuh tragedi."
Tiara mengeluh, badannya saja sampai lemas karena tadi siang tidak keburu makan. Dan sekarang malah di tinggal pulang sendiri sampai kehabisan energi.
Tiara masuk, menarik napas dalam-dalam. Rasanya dia ingin segera istirahat dan tidur rebahan.
"Hei kau, dari mana saja baru pulang?"
Baru juga merasakan kesejukan rumah, Tiara sudah kena marah. Dengan tatapan mautnya, Widia menghampiri Tiara.
"Baru juga beberapa hari tinggal di kota sudah berani keluyuran."
Belum juga Tiara bersuara, Widia sudah mencaci nya. Kesempatan baginya karena Arya belum pulang ke rumah.
"Maaf, Bi. Aku tidak keluyuran. Aku belum tahu jalan pulang sampai harus bertanya tanya dulu harus naik angkutan yang mana."
Tiara hanya bisa menjelaskan. Tidak ada gunanya jika dia membela diri dan menjawab kalau semua ini karena ulah putrinya.
"Akh alasan saja kamu. Kamu pasti habis keluyuran bersama laki-laki kan."
Widia malah terus mempersulit Tiara.
Rupanya sang bibi sudah mendapatkan laporan dari Shasa. Kejadian tadi siang saat Tiara terus bersama Kenzo membuat Shasa cemburu. Langsung mengadu kepada sang Ibu agar Tiara mendapatkan peringatan keras atas kelakuannya.
"Laki-laki dari mana, bi?" Teman saja aku belum punya." Tiara mengelak. Ingin rasanya ia langsung masuk kamar dan meninggalkan bibinya.
Tidak ingin lagi mendengarkan perkataan sadis dari bibir bibinya itu. Tapi percuma, kini Shasa malah ikut bersuara memperkeruh suasana.
"Bohong, Bu. Di sekolah saja dia terus mencari perhatian laki-laki. Tidak tahu diri, padahal jelas-jelas dia mau di jodohkan. Masih sempat sempatnya genit dengan laki-laki lain."
Shasa sengaja keluar kamar, ikut bersuara memojokkan Tiara. Mengeroyok Tiara bersama-sama.
"Akh jadi gara gara kejadian tadi yah. Sungguh melelahkan."
Tiara hanya bisa bicara dalam hati. Tidak ada gunanya juga dia melawan mereka. Bicara seperti apapun dia pasti akan makin di pojokan. Mereka membenci nya, mereka pun tidak akan mendengarkan perkataan nya.
"Kenapa diam saja? Kau harus tahu diri. Jangan sampai bikin malu keluarga kami.
Katanya bersedia dengan perjodohan ini, tapi akhirnya malah mendekati laki-laki lain. Dasar munafik." Widia kembali bicara. Terus mencaci-maki Tiara, berharap gadis itu bisa menuruti semua keinginan nya.
"Bibi tidak perlu khawatir. Saya juga tahu diri. Dan bilang pada putri Bibi. Aku benar-benar hanya membantu nya bukan bermaksud mendekati nya. Jadi tidak perlu merasa tersaingi."
Tiara sudah jengah. Menegaskan kata-katanya dengan penuh penekanan.
Sudah cukup ia menjadi korban, dia tidak ingin terus mendapatkan tekanan.
"Maaf, bi. Aku permisi."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
kania rahma
kalau boleh tau nama anak nya dri pasangan sania sma roni siapa ya kak....
2023-05-04
0
FuryaRa Mawa
good Tiara...
kamu memang harus tegas....
2022-11-09
0
si kece
sawit gk tuh 🤣🤣
2022-09-20
0