Sonia merebahkan tubuhnya di atas kasur, setelah mengunci pintu dan berganti pakaian dengan
daster batik tanpa lengan dengan perasaan berkecamuk.
Semua tiada pernah Sonia duga, bakal mendapatkan kejutan seperti ini, Jean ternyata anak Jessika, orang yang sama, yang pernah hampir melenyapkan Mommynya dengan tangan perempuan itu sendiri.
" Mengapa Daddy dan Abang menyerahkan wanita itu ketangan polisi, andai perempuan itu dilenyapkan saja masa itu oleh Om Jhon dan anak buahnya, tentu perempuan
itu tidak akan membuat masalah pula dikeluarga Pemana." Gumamnya lirih.
" Astagfirullah...Kok fikiran Sonia sekejam itu ya! " Ujarnya mengingatkan diri sendiri.
Sonia kembali terdiam, memejamkan matanya, berusaha tidur siang untuk mengurangi beban fikirannya. Tapi siapa yang bisa tertidur, selagi fikirannya sedang kacau.
" Mungkin ini sudah menjadi takdir Jean, kelemahan hati orang tuaku dimasa lalu, menjadi sebab kelahiran Jean dan hancurnya keluarga Permana. "
Sonia berbicara sendiri sembari menatap langit- langit kamar.
Airmata Sonia kembali menetes, Ia mengusapnya dengan lengan, takut mengotori bantalnya yang bersih dan wangi. Berkali panggilan telfon dari Cery dan berganti dengan Twins Boy, Sonia abaikan.
Biasanya hari Minggu begini, ia akan menghabiskan waktunya bergembira dengan para Baby besarnya, hari ini Sonia kehilangan semangat, setelah mendapat kiriman pesan data lengkap Jessika yang ternyata benar, musuh lama
sang Daddy dari Erlan.
Telfon Sonia benar- benar ramai, dari kedua nomornya terus bergilir panggilan masuk dari kontak yang berganti - ganti. Tapi Sonia nampaknya no call today ( tidak terima telfon hari ini ).
Sampai terdengar notifikasi pesan yang banyak,dengan lesu Sonia membuka pesan WAnya.
" Cantik, Jean sudah tiba dirumah. Akan selalu merindukanmu! Jean.
" Ya Udah istirahat yang baik, jangan lupa pesanku dirumah sakit. Tolong, Jangan mengirim pesan lagi, ntar suamiku marah.
Kalau bukan karna persoalan hatinya, tentu Sonia akan tersenyum geli menulis balas pesan untuk Jean. Tapi tidak hari ini, ia mengirimnya dengan sendu.
Sedangkan Jean lain lagi.
Habis Edi membacakan balasan pesan dari Nimanya, Jean tersenyum pahit.
" Cintaku jatuh ditempat yang yang salah,
hatiku harus patah sebelum berbunga, seperti kelahiran ku yang dari kesalahan,
ternyata cintaku juga salah. " lirih Jean. Jean tak kuasa membendung air matanya yang bercucuran.
" Hik, jangan begitu bos, Jangan terlalu dini mengartikan kekaguman dengan cinta, Hik, ingat Ella yang masih setia, jangan memandang rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri." Edi menangis menyampaikan nasehatnya, membuat Jean malah tersenyum . " Kau menghibur atau mengajakku paduan tangis He! Lagian mana bisa aku melihat rumput tetangga, sedang mataku saja Kabur?. " tanya Jean dengan bersorak.
He...He.. Gitu baru seru! " Kekeh Edi mendengar penuturan Jean.
" Kau ikut- ikutan bersandiwara menjebakku! " pekik Jean merasa tertipu.
He...He... Edi tertawa tanpa dosa. Ketika Jean ingin memukulnya, Edi memilih memeluk sahabatnya itu. " Ingat, belum boleh melakukan aktifitas fisik yang berat." bisiknya mengurai pelukan.
" Licik! Umpat Jean mencubit lengan Edi.
Walau lumayan perih Edi hanya meringis kecil.
Ella masuk kekamar luas Jean, membawakan makan dan obat dengan bibi Mei dan paman Fe. Mereka tak tahu mengapa kedua anak lelaki itu peluk- pelukan disiang yang panas ini.
Dikamarnya, Sonia membuka pesan yang lain.
" Sonia,
kok ngak ikut datang bareng kedua ponakan kesini, sejak kembali kerumah besar jadi sombong ya! Nanti kupacari keduanya baru nona protes. Sekarang kami sedang bersama anak yatim piatu." bunyi pesan Cery.
" Maaf Cery, aku lagi punya kesibukan lain, awas jangan main api ntar kamu sendiri yang terbakar!😠.Balas Sonia.
" Santai Sa la Non, becanda kok😁. Balas Cery balik.
Kemudian Sonia menjauhkan telfonnya, ia benar- benar sedang ingin menyendiri.
Memikirkan hidup yang sepertinya sedang mempermainkannya.
Dipanti Yatim piatu,
Lama Cery tercenung karna telfonnya tak
berbalas lagi, ketika tangan Bahar meraih
pergelangannya dan menatapnya dengan
mengernyit.
" Ada apa? " tanya Bahar singkat.
Cery menggeleng ragu. Sebenarnya
Cery ingin mempertanyakan tentang Sonia pada Bahar, tapi melihat sorot mata tajam dan merasakan Aura kepemimpinan seorang Bahar, lidah Cery seakan membeku, kelu dan berat. Ia hanya bisa menjawab dengan menggeleng.
" Kak Bahar...Bantu Alin buat kolase dari bahan alami yuk..." rengek seorang gadis kecil memeluk kaki Bahar. Bahar berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Alina kecil. Bocah kelas tiga SD itu menatapnya berbinar.
" Ayo sayang...Ajak Cery pada gadis kecil
itu.
" Mau sama kak Bahar." Ujar gadis kecil dengan cemberut." ngak mau sama kak Cery." gadis kecil itu menarik- narik lengan Bahar.
" Oke Alin, Ayo kakak bantu Alina buat tugas sekolahnya. " Balas Bahar kemudia n berdiri. Entah mengapa Bahar tak tega menolak permintaan gadis manis dengan tatapan sayu namun magnetis itu.
Hore! Kak Cery kalah, kak Bahar pilih Alina!" Pekik gadis kecil nan manis itu membuat Bahar angkat bahu. Iapun mengikuti Alina mengumpulkan daun kering, meninggalkan Cery geleng- geleng kepala.
Bahri datang menghampiri, dengan membawa anak lelaki sebaya Alin. " Bersama kami saja Cery, kita membuat layangan untuk Fano. " Ajak Bahri.
Cery mengangguk pasrah dan mengikuti langkah Bahri dan pria kecilnya.
Setelah mengumpulkan semua bahan, mereka membentang karpet ditaman belakang dengan rumput Jepang.
Cery, Fano dan Bahri membuat layangan dikelilingi semua anak lelaki.
Bahar dan Alina dikelilingi oleh anak perempuan, mereka membuat kolase dibantu para gadis kecil itu.
Tawa dan canda penuh kegembiraan anak- anak panti membuat Twins Boy merasakan liburan Minggu mereka sungguh berharga.
" Mimi benar, mencinta dengan tulus itu ternyata indah, melihat senyum mereka hati menjadi lapang. " batin Bahri, ditatapnya Cery dan anak-anak yang lain dengan senyum puas.
Tanpa terasa Bahar juga hanyut dengan Kemanjaan Alin kecil, matanya teralihkan dari Cery. " Ayo Kak..Pagar istananya lagi! Sorak anak perempuan yang lain menyemangati Bahar.
" Bagus sekali istana kolasenya! " Seru yang lain.
Sedang Alina tersenyum manis
menatapi Bahar dengan kagum. " Kakak mau buatkan istana seperti ini untuk Alina suatu hari? " tanya Alina yang membuat Bahar terdiam sejenak.
" Tunggu kakak bisa cari uang sendiri dulu. " Jawab Bahar.
" Tunggu Alina besar juga ya..." Rengek Alina.
Bahar tanpa sengaja mengangguk.
Cie... Cie....teriak anak kecil yang lain.
Membuat Bahri dan Cery memandangi Bahar dan Alin dengan mengernyit.
" Ada apa ya? Kok semua gadis kecil itu heboh sekali? " tanya mereka dalam hati.
______________________
Sementara Sonia cukup lama mengurung diri. " Aku akan berendam dulu, mendinginkan hatiku. " Gumamnya lirih.
Sonia melangkah gontai kekamar mandi. Berendam selama satu Jam di Bathtup dengan sabun
aroma terapi. Setelah tenang, ia lalu mandi bersih.
Usai menunaikan sholat Ashar, Sonia melangkah keluar kamar, menemui para kakek nenek yang dari pagi menunggu bermain dengan Mimi mereka.
Seperti biasa para lansia bermain ditaman sembari melakukan kreatifitas kesukaan mereka ditemani care Worker.
Hari ini mereka kurang semangat karna tak melihat Mimi mereka.
Begitu Sonia hadir ditaman, hati mereka riang. " Sayang, kemana saja seharian?" tanya nenek Yumi.
" Manis, kok bisa melupakan kakek sampai Sore." timpal kakek Roni.
" Kenapa lama tak keluar? Apa Mimi kurang enak badan? " Sambut kakek Joko juga.
Sonia tersenyum." Mat sore semua cintaku! seperti dugaan kakek Joko, Mimi
kurang enak badan, jadi maaf baru bisa gabung. " Balas Sonia berusaha tersenyum sebaik mungkin, tak ingin ada diantara mereka membaca ekspresi sedihnya.
Ketika Sonia tiba disisi nenek Yumi.
" Sayang, tidak sedang dalam masalah kan? " tanyanya lirih.
Sonia menggeleng. " Mimi cuma kurang enak badan nek, terlalu banyak tugas sekolah, kelamaan didepan komputer, membuat mata sedikit membengkak. " Jawab Sonia berkilah.
Nenek Yumi mengangguk pasrah. "Baiklah...Ayo ajari nenek kembali bacaan Shalat. " katanya kemudian.
Sonia mengangguk. Mereka mulai dengan hafalan ayat pendek, sambil bermain ditaman.
Beberapa Minggu yang lalu nenek Yumi bersyahadat didepan putra, putri dan cucunya, didampingi Ustadz. Sonia tak sempat datang, sebagai gantinya Boy yang tiba dipanti saat itu.
Sonia terus membimbing nenek, melihat nenek Yumi belajar dengan semangat, Niapun bisa tersenyum kembali.
" Sebaiknya aku hanya memikirkan masa depan saja. " Batin Sonia.
Sedangkan Boy termenung diruang baca, mendapatkan kenyataan adik kecilnya dekat dengan keluarga Jessi hatinya khawatir.
Lain lagi dengan William, ia juga menyesal sudah melibatkan Sonia dalam pemulihan Jean. Melihat putrinya keluar dengan mata bengkak, ia khawatir Sonia sudah jatuh cinta pada putra musuh lama
Rendra dan Citra, yang baru ia ketahui beberapa jam sebelum ini.
" Mata Sonia melebar melihat papinya berjalan menuju mereka. " Papi.. sudah lama tiba kok jauh- jauh. " Sapanya pada Wiliiam.
William tersenyum. Hanya teringat saja saat papi belajar dulu. " Jawab Wilii berdalih.
Nenek Yumi memandang William dengan mata tuanya, " Belajar diwaktu pagi tentu berbeda dengan belajar setelah Matahari hampir tenggelam, untung ada lilin kecil yang menyambutku menghadapi gelapnya malam. " Balas sang nenek.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Sama Lia
semangat author...lanjut ditunggu...
semoga author beserta seluruh keluarga selalu diberi kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah SWT...
sukses untukmu author...
2022-03-20
6
Rusmi
lanjut Thor semangat selalu dinanti seru penuh aksi
2022-03-20
7