Waktu terus bergulir begitu terasa cepat bagi yang sehat dan bersemangat. Namun sangat lambat terasa bagi hati yang gelisah, patah, sedih dan sakit. Hati dan fikiran memegang peran utama dalam diri seorang manusia.
Bagaimanapun rasanya hari, dalam kenyataannya tetap berjalan sesuai perputaran bumi mengintari matahari.
Tak ada yang berbeda, perasaan manusialah yang terus berkecamuk, sesuai tingkat problema yang dihadapi.
Tuan Fredy Permana dipanggil oleh dokter kepala bidang ilmu bedah syaraf rumah sakit M diruangannya. Dengan berdebar Ayah dua putra yang tidak bisa dikatakan masih muda itu melangkah menuju ruangan dokter.
Deg.
" Ya Tuhan, semoga hasilnya baik. " Doanya dalam hati.
" Masuk! Terdengar perintah dengan sepatah kata dari dalam ruangan tersebut setelah Fredy mengetuk pintu.
" Duduk! " satu kata lagi terucap dari bibir dokter tampan yang nampak keringatan diruangan padahal AC hidup dengan Mode Auto yang menyesuaikan diri dengan keadaan cuaca.
Tuan Fredy Permana duduk dengan canggung. Merasakan aura dingin, yang mencekam, mengintari hati dan tubuhnya.Ditambah dinginny AC dan tatapan mata sang dokter yang misterius, membuat lelaki yang kesehatannya sudah berkurang akibat faktor umur dan pengaruh banyak fikiran akhir - akhir ini kian menggigil memeluk dada sendiri.
Baru saja Fredy ingin membuka mulutnya yang begitu berat, dokter lalu berkata.
" Tuan Permana..." Sapa dokter mengawali pembicaraan, kemudian meraih sebotol air mineral yang ada dimeja dan mendegupnya sampai tandas, membuat Fredy makin berdebar. Fredy sampai memejamkan matanya karna siksaan ketakutan dan kegugupan menggoncang hatinya. Pria itu merasakan waktu berhenti begitu lama, dan tubuhnya membeku didepan dokter gagah itu.
" Semoga tak ada hal buruk yang akan ia sampaikan, melihat ekspresinya, sungguh aku takut. " batin Predy berkecamuk.
" Maaf, Saya baru beberapa menit yang lalu menangani kasus yang tidak jauh berbeda dengan putra tuan.
Sir...
Darah Pred kembali berdesir, tatkala dokter menjeda ucapannya.
Fredy menatap sendu sang dokter.
" Baru pertengahan operasi, pasien sudah menyerah, makanya saya begini letih dan sedih. " Curhat sang dokter.
..." O...Pasiennya meninggal, pantas dokter ini begitu dingin....
...Ternyata jadi dokter bedah itu cukup menguras perasaan. " Batin Fredy...
Kemudian menarik nafasnya yang sudah kembali. Ada perasaan lega karna itu bukan berita buruk tentang putranya, tapi ada perasaan sendu mendengar ada keluarga lain yang kehilangan anggota keluarganya. Andai itu seorang ayah seperti dirinya, tentu hatinya sakit dan patah pula.
Sejak Jean kecelakaan, dan Fredy mengulanginya dirumah sakit ini, mendengar derita, tangis dan keluh kesah berbagai keluarga pasien, kelahiran dan kematian silih berganti, perasaan belas kasih dan Empati Fredy meningkat pesat.
" Kami tidaklah sama seperti para medis yang dibayangankan difilm dan sinetron- sinetron itu tuan. Diruang operasi kami berusaha semaksimal mungkin, bekerja dengan hati- hati, dan berjuang untuk tidak gagal. Tapi semua tetap tergantung pada takdir dan semangat hidup fasien.
Bahkan kadang sering terjadi keajaiban yang tidak disangka- sangka,yang diperkirakan tidak ada harapan malah terselamatkan, atau Justru sebaliknya.
Dokter meneruskan curhatannya sambil menghela.
Fredy diam mendengarkan dengan seksama.
" Saat pasien terselamatkan kami sangat bahagia, begitu juga sebaliknya." Jelas Dokter seperti mengerti fikiran Fredy.
Detik berikutnya dokter itu tersenyum, membuat dunia Fredy seakan menyala kembali.
" Putramu benar- benar mendapat keajaiban tuan, semangat hidupnya tinggi, dalam menjalani masa rehabiliasi pasca operasi, semangatnya terus bertambah, hingga pemulihan fungsi tubuhnya secara bertahap berjalan dengan bagus. Selama Enam Minggu ini, hasil Evaluasi medis Jean terus membaik. Hasil Scan menunjukkan tidak ada hambatan apapun dalam tahap penyembuhannya. Dan dari hasil periksaan terakhir, secara medis putra anda dinyatakan pulih. Tapi untuk pemulihan total termasuk ingatannya, dibutuhkan waktu yang lama. " Jelas Dokter seraya menyerahkan hasil rekam medis terakhir Jean.
Fred menerima dan membacanya.
" Apa yang langkah selanjutnya yang harus saya tempuh dokter? Berarti Jean sudah bisa dibawa pulang bukan? " tanya Fredy dengan bibir yang sudah mulai melengkung.
" Ya, namun tolong hindarkan Jean dari rokok, alkohol, tidur
larut dan Stres.! Intinya aktifitas fisik dan mental perlu dibatasi. Untuk mata akan berangsur membaik seiring waktu. Berpaparan langsung dengan
terik matahari akan menambah gelapnya
penglihatan sampai beberapa waktu hingga trauma itu hilang. " Jawab Ahli Syaraf Jean.
" Jadi putraku tidak benar- benar buta dokter? " tanya Fredy bingung.
" Tidak! Bahkan ia samar dapat melihat sosok perouan bertopeng Biru yang selalu datang memberi semangat padanya. " Jawab dokter yang membuat Fredy mengernyit.
" Gadis Bertopeng Biru? " tanya Fredy bingung.
Masih tak habis fikir Fredy tentang kebutaannya dalam menjaga sang putra, sampai ada sosok lain yang mendatangi putranya dengan sengaja ia tidak tahu.
Saat mulutnya mengaga ingin bertanya lagi, ia terdiam kembali karna sang dokter mendahuluinya.
" Sudahlah! jangan memikirkan gadis itu, karna ia tidak menginginkan apapun selain kesembuhan Jean." Ujar dokter bedah itu santai seperti mengenali perempuan yang ia sebut, membuat Fredy makin penasaran.
" Jika benar ada perempuan yang sudah membuat putraku semangat untuk sembuh, selain Ella dan putri William, aku ingin mengucapkan terima kasih pada gadis itu." katanya dalam hati.
" Banyak bersyukur, beri tempat yang lebih nyaman dan menghindari beban fikiran yang berat, adalah upaya lebih lanjut pemulihan Jean. Dan lakukan Evaluasi berkala jangka panjang untuk mencegah kemungkinan dampak lain. " Pangkas sang dokter.
Fredy manggut- manggut, namun fikirannya masih tertuju pada perempuan Bertopeng Biru yang disebutkan sang dokter.
Dering interkom dimeja kerja dokter berbunyi, dokter segera menyambungkan telfon itu. Setelah berbicara beberapa detik ditelfon, dokter bedah itu berdiri.
" Maaf tuan Permana, nampaknya masih ada operasi darurat. " ujarnya yang membuat Fredy terpaksa meninggalkan ruangan itu.
" Periksakan juga Jean ke Ahli mata, terserah yang didalam atau diluar negri. " Ujarnya ketika mereka sudah berada diujung pintu.
" Baik dokter, " ucap Predy disertai anggukan. Ia menghentikan langkahnya sejenak berbalik menatap dokter, dokter itu melambai melampaui langkahnya. Fredy berbalik lagi, memandangi langkah sigap sang dokter, hingga punggung dokter menghilang dari pandangan matanya.
" Semoga semua usaha ikhlas para dokter menyelamatkan pasiennya, diridhoi Tuhan." Batin Predy melafaskan sebaris doa.
Lelaki yang sudah lama tidak percaya bagaimana meminta pada yang kuasa itu, sekarang makin sering mengingat Tuhan, kepercayaan yang sudah lama tenggelam itu sekarang timbul kembali.
Pagi Minggu yang cerah ditaman rumah sakit. Jean sedang berjalan- jalan dengan
seorang perawat dengan masker biru.
" Ini hari terakhirmu dirumah sakit Jean, karna siang nanti akan cek out dari sini. Jangan lupa rajin minum obat, rutin kontrol, no Smoking, drinking, apalagi, pusing ! " sorak perawat itu sembari menuntun Jean berjalan.
Jean mencubit pinggang mungil itu, merasa digoda oleh perawat centilnya.
" Aduh...sakit.." keluh manja sang perawat.
He...He, salah sendiri nekat godain pria buta. " Kekeh Jean.
" Pura- pura buta! " Balas sang perawat menuding Jean.
" Manalah, Emang kadang gelap kok sayang, " Jean balik menggoda sang perawat.
" Suuut..." jangan sayang- sayang sama bini orang! ntar bini sendiri ngambek lho. " Balas sang perawat.
" Biarin, emang gua pikirin! Kan situ sendiri yang bilang no pusing- pusing. " ucap Jean mencebik.
He...He..." Ngak pusing bukan berarti ngak berperasaan kok Jean. Mikir berat jangan, tapi mengasihi kekasih sendiri tetap harus, kan kasih itu dari hati, hati yang baik akan membuat fikiran tenang.
Jika nyakitin orang, hati kita tidak akan tenang, kalau hati tak tenang, fikiran jadi penuh dan pusing. "
" Andai Naima belum punya suami, Jean pasti minta Nai untuk merawat Jean selamanya. " Ujar Jean sendu seraya mengusap cincin kawin dijemari sang perawat.
" Jean masih muda, ada Ella juga yang mencintai Jean dengan tulus, lihat ia sudah menunggu dari tadi dengan sabar. Tiap hari ia selalu datang untuk memastikan kondisi Jean. Walau Jean marahi dia, dia tidak suruk, ia juga selalu berdoa untuk kesembuhan Jean. Jean beruntung punya teman dan kekasih yang setia, kesetiaan dapat terlihat saat kita berada dalam titik terendah, masih ada yang dengan bangga mengakui kita sebagai orang terdekatnya. " Ucap panjang lebar perawat yang dipanggil Nai oleh Jean itu.
Jean tersenyum pahit. " Ya, andai orang itu adalah Nai, pasti Jean merasa hidup ini sempurna. " Ujar Jean memelas.
" Ngak ada yang sempurna dalam hidup kok Jean, sebab itulah orang butuh orang lainnya untuk saling melengkapi." Balas Nai.
" Apa Nai begitu mencintai suaminya? "
Uhuuk..Uhuk...Perawat itu terbatuk karna tak menyangka akan mendapat pertanyaan begitu dari Jean.
" Uhu...sekarang sangat cinta. Cinta sekali. Cinta datang seiring waktu Jean, semakin lama pernikahan, semakin dekat hubungan, semakin dekat ya tambah erat kasih sayang diantara kami. " Jawab Naima setenang mungkin.
" Belum ada niat untuk punya bayi? " tanya Jean lagi yang membuat wajah dibalik masker itu kian memucat.
" Ya ampun...Berapa banyak lagi aku harus berbohong untuk ini. " keluh perempuan yang tidak pernah Sudi membuka penutup wajahnya itu didalam hati.
Kok melamun? Jean mengguncang tubuh
perawatnya.
" A- anu...Ella melihat kemari, Nai takut ia salah faham dan cemburu. Udah ya..kita temui Ella, kan kasihan. " Ujar perawat idaman Jean mengalihkan perhatian.
" Ya udah...Boleh peluk sekali, kan hari perpisahan. Boleh ya...Rengek Jean dengan berbisik.
Perawat itu menatap kearah Ella yang sudah dekat.
" Tak apa kak Nai, cemburu dikit ditahan dech, yang penting yang tercinta senang. " Ujar Ella lantang.
Sontak membuat Jean langsung melingkarkan tangannya di pinggang mungil perawat kesayangannya.
" Kampret! nih anak perempuan benar- benar Oon nya! dikasih kode lampu kuning kok malah nyalain lampu hijau. " Umpat gadis bercadar biru.
Jean memeluk Perawatnya dengan erat, merasakan dada Jean yang bergemuruh.
Perawat itu mendorong pelan tubuh Jean. " Udah ya.. ngak enak sama Ella, lagian takut ada yang fotoin dan kirim kesuami aku. " Ucap Nima lembut, menyerahkan tangan Jean pada Ela.
Sedangkan tuan Permana tersenyum dipojok halaman. " Ternyata perawatnya perempuan bertopeng biru itu , pantas dokter itu kenal, tapi kok sampe drama bangat ngomongnya?Fredy menggidikkan bahunya.
" Dasar aneh! rumah sakit ini memang banyak orang - orang anehnya, tapi syukurlah semua berniat baik. " Gumamnya kemudian tersenyum sendiri.
Begitu ia berbalik, ia melihat Jessi yang menatap curiga kedepan. Fred segera menyeret Jessi dan membawanya kedalam ruangan. " Kemana saja kamu, sudah seminggu ngak bezuk Jean? " ujarnya mengintimidasi.
" Sa- saya kurang sehat dan istirahat dirumah. " Jawab Jessi gugup.
" Rumah Apa! Ternyata ada yang lebih pembohong dari ku hari ini. " Gumam seseorang lirih, segera melangkah secepat kilat keluar dan menyelinap melalui pintu rahasia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Sama Lia
semangat author...lanjut ditunggu...
sukses untukmu author...
2022-03-18
7