Renata memungut tasnya yang teronggok di lantai. Ia kembali mendekati Fina yg masih mematung sambil mengelus pipinya yang memerah akibat tamparannya.
"Sekali lagi kamu berani macam-macam, aku tidak akan memaafkanmu lagi," ancam Renata berbisik. Namun, itu mampu membuat bulu halus Fina merinding. Bahkan Renata nampak menantang Fina yang mulai menciut.
Keduanya saling bertukar pandangan. Satu tangan Fina mengepal sempurna. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa selain menerima kekalahannya.
Bagas tersenyum simpul, setelah memastikan Renata baik-baik saja, ia dan Jerry langsung berjalan menuju ke lantai dua. Setelah itu melanjutkan naik lift untuk sampai ke lantai lima.
Ternyata dia lebih galak dari yang aku kira.
Fina menatap punggung Renata yang berjalan menuju lift. Beberapa karyawan mendekati dan mematung di sampingnya. Mereka ikut kesal dengan kelakuan Renata, namun mereka juga tak bisa menolong, takut ikut menjadi sasaran seperti sang sahabat.
"Gila, aku nggak nyangka Renata bisa berubah seperti itu," ujar Novi, salah satu karyawan yang juga sering menyakiti dan mempermalukan Renata dengan sesuatu yang tidak jelas.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Roy yang baru saja tiba.
Fina menggeleng, hatinya terus bertanya-tanya dengan sikap Renata yang berubah. Selang beberapa menit, mereka bubar dengan pekerjaan masing-masing.
Renata membungkuk menatap lututnya yang terasa perih. Tak hanya karyawan yang ada di lantai dasar, beberapa pegawai yang ada di lantai lima pun heran melihat penampilan Renata kali ini, mereka menatap gadis itu dengan tatapan sinis, bahkan dari mereka masih enggan untuk menyapa.
Renata mengetuk ruangan Bagas yang sedikit terbuka.
"Masuk!" sahut Bagas dari dalam.
Renata berjalan tertatih-tatih. Lagi-lagi ia membuat Bagas panik dan hampir memapah gadis itu. Namun, Bagas mengurungkan niatnya saat Jerry datang membawa kotak obat di tangannya. Apa kata Jerry jika itu sampai terjadi?"
"Lutut kamu kenapa?" tanya Bagas basa-basi, ia mendekati Renata yang duduk di depan meja kerjanya.
"Tadi jatuh di bawah," jawab Renata singkat sembari meraih tisu untuk mengusap darahnya yang mulai mengering
Bagas mengambil kotak obatnya dan membawanya di sofa.
"Sini, biar aku obati!"
Renata melongo menatap Bagas dan Jerry bergantian. Tiba-tiba saja dadanya deg-degan dengan tingkah Bagas yang sangat berlebihan.
"Jangan mikir yang aneh-aneh, aku nggak mau di marahin tante Nurmala," tukas Bagas.
Alasan, bilang saja kalau bapak mulai naksir sama Renata.
Jerry membungkuk ramah lalu meninggalkan ruangan Bagas.
Renata beralih duduk di sofa seperti yang diinginkan Bagas. Ia mengusir getaran misterius yang memenuhi sekujur tubuhnya.
Melihat Bagas semskin mendekat membuat Renata terkejut dan mendorong tubuh pria itu.
"Kenapa? Aku hanya mau mengobati luka kamu," ucap Bagas meyakinkan.
Renata menggeleng. Ia merebut kapas yang ada di tangan bagas.
"Aku bisa sendiri, lebih baik bapak bekerja saja."
Renata mundur, sedikit menjauh dari Bagas. Ia tak mau pria itu mendengar irama jantungnya yang berdetak lebih cepat. Bagas adalah pria pertama yang perhatian padanya. Renata tak menyangka bisa hidup di antara orang baik dan tulus seperti bu Nurmala dan Bagas.
Aawww
Renata meringis saat rasa perih mulai menyeruak.
Bagas yang baru saja berdiri kembali duduk. Tanpa izin, ia melepas high heels Renata dan mengangkat kaki gadis itu lalu meletakkan di pangkuannya.
"Bapak…. " teriak Renata saat dress bagian lututnya tersibak hingga menampilkan pahanya yang putih dan mulus. Seketika Renata menutupnya dengan tas.
"Aku nggak lihat apa-apa?" elak Bagas memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Bapak yakin nggak lihat apa-apa?" tanya Renata menyelidik.
Bagas menggeleng tanpa suara. Ia mengelus tengkuk lehernya, salah tingkah.
Ponsel Bagas berdering, ia langsung meraih dan menatap layarnya.
Mama, tumben pagi-pagi telepon.
"Halo Ma, ada apa, mau pesan bedak lagi?" celetuk Bagas tanpa rem.
"Bukan, tadi tante Nurmala telpon, katanya kamu pergi ke kantor dengan seorang perempuan, siapa?" tanya Bu Amara dengan antusias.
Bagas menatap Renata yang masih nampak meringis dan mengibas-ngibaskan tangannya.
"Bukan siapa-siapa, dia itu pegawai yang melanggar aturan, jadi aku datang mau menghukumnya."
Wajah Renata nampak redup mendengar penjelasan Bagas.
Ternyata aku salah, pak Bagas membantuku hanya mau menghukumku. Bangunlah Re, jangan lagi berharap pada laki-laki. Mereka semua sama, tidak ada yang tulus padamu.
"Sudah, Pak?" ucap Renata datar. Ia menurunkan kakinya lalu menatap ke arah depan pintu yang diketuk.
"Siapa?" tanya Bagas kembali ke kursinya.
"Saya, Pak."
Seorang wanita yang sangat familiar di mata Renata itu masuk dan menyerahkan beberapa berkas pada Bagas, bahkan wanita itu pun tak lupa dengan Renata, gadis yang sering ia maki saat bekerja.
"Pagi, Mbak Rea," sapa Renata ramah.
"Pa—pagi," jawab Rea gagu.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Bagas menunjuk Rea dan Renata bergantian.
Renata beranjak dari duduknya mendekati Rea dan mengulurkan tangannya, namun wanita itu masih seperti biasa, tak mau menyentuh Renata yang menurutnya sangat menjijikkan.
Terpaksa Renata kembali ke tempat duduknya dan menatap Rea yang sibuk dengan Bagas.
Ngapain Renata di sini, kenapa penampilannya berubah, apa rumor kalau dia menyukai pak Bagas itu juga benar, tapi, kenapa pak Bagas bisa jatuh cinta padanya?
"Sudah, silakan keluar!" titah Bagas menunjuk ke arah pintu.
Setelah Rea menghilang bersamaan pintu yang tertutup rapat, Bagas menatap Renata yang sibuk meniup-niup lututnya.
"Apa rasanya masih sakit?" tanya Bagas mendekati Renata.
Renata menggeleng. Hampir satu jam ia berada di ruangan Bagas tanpa melakukan apapun dan itu membuatnya bosan.
"Sekarang bapak katakan! Apa yang harus aku lakukan untuk membayar denda?" tanya Renata untuk yang kesekian kali. Ia mulai merasa canggung saat banyak yang melihat kehadirannya di sana.
"Membersihkan toilet."
Seketika Renata menatap pintu kamar Bagas yang ada di ruangannya.
"Di mana?" tanya Renata.
Bagas menyungutkan kepalanya ke arah kamarnya.
Renata langsung beranjak, itu pekerjaan yang tak asing baginya, bahkan sebelumnya, tak hanya di kantor, di rumah bibi pun Renata sering membersihkan tempat tersebut.
Melihat Renata masuk ke kamarnya, Bagas segera mengikutinya dari belakang. Ia berdiri tepat di depan Renata yang hampir saja memegang knop pintu kamar mandi.
"Pak, aku sudah tahu cara membersihkan toilet dengan benar, jadi bapak tidak usah khawatir, lagi pula ini pekerjaan yang sangat ringan," ucap Renata berusaha menyingkirkan tubuh Bagas.
"Aku cuma bercanda, tapi kenapa kamu menganggapnya serius?"
Renata berdecak lalu berkacak pinggang, semakin lama ia semakin kesal dengan sikap Bagas yang selalu mempermainkannya.
"Lalu, Bapak menyuruhku apa?"
"Tunggu tanggal mainnya," ucap Bagas menaik turunkan alisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
neng ade
banyak gaya ni Bagas .. klo cinta bilang bos .. 😂
2022-07-23
0
☘︎ Ⓐ︎Ⓡ︎Ⓢ︎Ⓘ︎ ☘︎␈
tanggal main kapan tuh Bagas , aq juga mau nungguin ahhh tanggal mainnya 🤭
2022-04-05
1
wagi giyoux
lanjut
2022-04-05
0