"Kamu suka Lukisan apa saja?" tanya Derya pada Renata yang terus memandangi lukisan yang terpajang rapi di dinding.
"Naturalisme, sebenarnya semuanya aku suka, hanya saja itu yang sering aku lukis."
"Kenapa? Bukankah romantisme juga bagus, dia tak hanya menyangkut keindahan alam, akan tetapi juga sejarah dan tragedi," tanya Derya seraya menata letak pigura yang sedikit melenceng hingga kini rapi seperti yang lain.
"Alam itu indah, hiasan apapun yang dibuat oleh tangan manusia tidak akan mengalahkan indahnya alam, meskipun tak seindah isinya. Seringkali aku mengeluh dengan keadaanku. Kenapa Tuhan tidak adil padaku? Kenapa aku terlahir sebagai orang yang penuh dengan penghinaan? Kenapa Tuhan memberiku ujian yang sangat berat, dan kenapa aku dilahirkan tapi di sia-siakan. Aku tidak menyukai romantisme, karena tragedi yang kualami cukup pahit, bahkan berjuta-juta jiwa di dunia ini hanya secuil yang sanggup menjalaninya, aku menganggap lukisan adalah bagian dari hidupku setelah kedua orang tuaku meninggal, dan aku __"
Renata menunduk, ia mengusap air matanya yang sempat lolos membasahi pipinya. Seharusnya masih banyak yang ingin ia luapkan, hanya saja ia lelah untuk mengungkap semuanya di depan Derya.
Renata sangat cerdas, sepertinya dia bisa diandalkan, siapa tahu aku bisa mempermalukan Bagas melalui dia.
Tak ada rasa iba sedikit pun, ternyata Derya menolongnya hanya memanfaatkannya untuk sebuah misi yang belum tercapai.
"Apa aku boleh mencoba?" tanya Renata penuh harap.
"Boleh," jawab Derya singkat, ia memanggil dua orang untuk mengantar Renata ke sebuah ruangan yang lain.
Mata Renata menyapu ruangan yang sangat luas, ternyata di tempat yang berada di sisi kiri itu banyak orang yang belajar melukis seperti dirinya.
"Tapi lukisanku tak sebagus yang ada di sini," ucap Renata malu-malu.
"Tidak apa-apa, kan bisa belajar lagi," jawab Derya yang terus mengikuti langkah Renata menuju kursi kosong.
Renata sedikit gugup, tangannya mulai gemetar saat ia duduk di depan kanvas. Ini kali pertama ia melukis di depan orang lain, karena sebelumnya ia hanya bisa bersembunyi di dalam kamar yang tak diketahui siapapun.
Tangan Kanza menyentuh kuas, otaknya masih menyesuaikan apa yang akan ia gambar saat ini.
Suara dentuman sepatu lantai menggema, Renata dan Derya menoleh ke arah sumber suara.
"Pak Derya, ada sesuatu yang ingin saya bicarakan." Seorang pria yang memakai kemeja putih dan celana hitam datang menemui Derya.
"Aku tinggal dulu," pamit Derya, mengikuti langkah pria itu menuju depan.
Renata menoleh lagi, ia menatap punggung Derya yang mulai menjauh dari ruangan itu.
Kini dalam hatinya bertanya-tanya, siapa sebenarnya Derya? Pria yang sering kali ia lihat di toko, pria yang sangat cuek padanya, namun baik dalam sekejap. Tak dapat dipungkiri, ketampanan wajahnya mampu memikat hati Renata, meskipun tak terbalaskan, kini ia merasa dianggap.
Aku tidak tahu apa maksud mas Derya menampungku, tapi aku berharap aku bisa mengubah takdir dari sini.
Renata mengarahkan matanya ke arah Kanvas kembali dan mulai menggerakkan jari lentiknya yang sudah memegang kuas.
Di luar ruangan
"Ada apa?" tanya Derya, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana dengan menatap ke arah depan.
"Akan ada pameran di galeri keluarga Mico, apa bapak mau ikut?" tanya pria itu.
Mico adalah salah satu sahabat sekaligus partner kerja Derya dan Bagas. Ia yang selalu menyatukan kedua pria itu disaat ada masalah. Akan tetapi, kali ini Mico tak bisa lagi melerai permusuhan di antara keduanya karena masalah pribadi.
Derya membuka ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. Ternyata benar, sebuah pengumuman sudah masuk di ponselnya, hanya saja ia baru membukanya.
"Boleh, meskipun sering kalah dengan Bagas, aku tidak pernah takut melawan dia," ucap Derya dengan tegas.
Melukis bukan pekerjaan Derya yang utama, dan itu juga bukan hobi, akan tetapi ada sesuatu yang membuatnya harus bergelut dengan dunia tersebut.
Hampir dua jam Renata bergelut dengan kuas dan cat, akhirnya ia bisa menyelesaikan gambar yang ia buat, cukup cantik, apalagi Renata membuatnya penuh dengan perasaan dan telaten.
Renata beranjak dari duduknya, ia menatap lukisan nya itu dari berbagai sisi lalu tersenyum bangga dengan karyanya saat ini.
Derya datang menghampiri Renata yang masih fokus pada lukisannya.
"Bagaimana, apa kamu sudah selesai?" tanya Derya.
"Sudah, ini hasilnya." Renata menunjuk karyanya yang nampak indah.
Ia melukis pemandangan sungai yang bersih dan mengalir sangat tenang. Bunga-bunga di sana terlihat tampak cantik yang tumbuh di atas rumput yang hijau sehingga enak untuk dilihat dan sangat cocok untuk memanjakan mata. Pohon-pohon tumbuh dengan rapi sehingga bagi siapa saja yang melihatnya akan langsung jatuh cinta dengan lukisan itu. Warna yang Renata gunakan pun sesuai, tidak terlalu mencolok dan juga tak terlalu redup.
Ini bagus sekali, puji Derya dalam hati.
"Gimana, Mas, masih jelek ya? " ucap Renata dengan tangan saling terpaut, wajahnya yang sangat polos tanpa make up itu semakin kusam. Keringat bercampur chat warna membuat jeleknya lengkap.
Andaikan ia berada di kantor pasti banyak karyawan yang mengejeknya.
Derya mengangkat jempolnya dan tersenyum.
"Ini sangat luar biasa, aku yakin kamu bisa menjadi pelukis yang hebat."
Derya mengulurkan tangannya ke arah Renata.
"Selamat, aku akan membuatmu menjadi pelukis yang terkenal."
Ternyata mas Derya sangat baik, aku tidak menyangka dia mau membantuku.
Seketika jantung Renata berdegup dengan kencang saat menerima uluran tangan Derya, dulu ia hanya bisa bermimpi dipuji orang yang dikagumi, namun saat ini bukan hanya sebatas mimpi, Derya tak hanya memujinya, tetapi mau menyentuh tangannya. Bahkan Derya terus mengulas senyum saat Renata menerangkan makna dari apa yang ia gambar.
Ternyata Renata hanya cewek bodoh yang gampang di kerjain. Aku yakin Bagas tidak akan bisa menertawakan aku lagi. Sena, sebentar lagi kamu akan melihat Bagas bertekuk lutut di depanmu.
"Sekarang kita pulang, aku terlalu lama meninggalkan Sena."
Renata mengikuti langkah Derya dari belakang menuju pintu depan, Setibanya di halaman, Renata menghentikan langkahnya saat sekelebat wjaha ya itu sedikit nampak dari kaca spion sebuah motor yang terparkir.
Kenapa mas Derya nggak bilang kalau wajahku kayak badut. Apa memang dia suka kalau aku lebih jelek.
Renata mencoba menghapus bekas cat yang mengsnai pipinya, namun nihil, bekas itu tak bisa menghilang, malah membuat pipi Renata memerah dan perih.
Tin tin
Bunyi klakson menggema, Renata berlari kecil menghampiri mobil Derya.
Nyatanya, kebahagian yang sempat singgah itu kembali redup kala Derya tak memperdulikan dirinya.
Tidak apa-apa, setidaknya ku lepas dari siksaan bibi dan kak Karin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
duh Renata cm dijadiin alat utk balas dendam ke Bagas yg pernah jdi orang yg disayang sena
2022-04-11
1
wagi giyoux
lanjut
2022-03-10
1
Mariana
kasian renata cuma d manfaatin doang derya...awas km derya ku sumpahin km bucin akut sm renata dan saat itu tiba renata malah membencimu
2022-03-10
2