Seharian penuh Renata memejamkan matanya. Ia merasa tubuhnya melayang ke angkasa.
Kalau setiap hari mimpi seperti ini pasti sangat menyenangkan.
Ia hanya bisa tertawa dalam hati. Menikmati apa yang ia rasakan saat ini.
Semakin lama, rasa hangat mulai menerpa kulit Renata, tak hanya itu, aroma wangi pun menyeruak masuk ke rongga hidungnya. Renata benar-benar dimanjakan dengan situasi yang membuatnya betah dan nyaman.
Kenapa baru sekarang aku mimpi seperti ini. Apa mungkin mimpinya juga takut sama bibi?
Aaaaaa
Renata menjerit-jerit senang, ia terus menghirup aroma dan merasakan sentuhan lembut di tangannya.
Aaawwww
Suara siapa itu?
Merasa terusik dengan sesuatu yang nyata, Renata terpaksa membuka matanya dengan pelan, pertama ia hanya menyipitkan mata lalu membukanya lebar-lebar.
Betapa terkejutnya saat melihat beberapa orang yang mematung di depannya.
"Siapa kalian?" Renata berteriak menunjuk wanita cantik yang terus mengulas senyum. Mereka memakai seragam berwarna hitam putih dengan rambut yang dicepol bak model, rok di paha dan high heels yang tinggi.
"Tadi kami sudah berusaha membangunkan Mbak Renata, tapi tidak mau bangun. Terpaksa kami membawa mbak ke kamar mandi." Salah satu dari mereka menjawab mewakili seluruh sahabatnya.
Tangan Renata masuk menyusup ke dalam busa, ia menggerayangi tubuhnya yang ternyata tidak memakai sehelai benang pun.
"Siapa yang melepas bajuku?"
Renata geram, ini pertama kalinya ada seseorang yang berani menyentuhnya dan menelanjanginya, meskipun diperlakukan bak putri, Renata sangat malu, pasti orang-orang itu sudah melihat lekuk tubuhnya, itulah yang ia terka saat ini.
"Aku yang melepasnya." Suara dari ambang pintu menyahut.
"Ibu," Renata memekik seraya melihat Bu Nurmala yang berjalan ke arahnya.
"Kamu berendam saja dulu, nanti kalau sudah selesai, baru kita nyalon."
Semua orang itu akhirnya menunggu di luar, membiarkan Renata di kamar mandi sendirian.
"Jangan lama-lama, nanti masuk angin," pesan Bu Nurmala sebelum ikut keluar meninggalkan Renata yang masih bergulat dengan otaknya.
Seperti yang di perintah Bu Nurmala, Renata hanya mandi selama setengah jam saja. Setelah membilas tubuhnya dengan air shower, Renata memakai jubah mandi lalu berdiri didepan cermin.
Aku seperti orang kaya saja, seandainya kehidupanku memang berubah seperti ini terus, aku pasti tidak akan sedih lagi. Tapi sayang, ini hanya sesaat.
Hah, Renata menghela napas dan menghembuskannya kasar lalu keluar.
Bu Nurmala dan orang-orang yang tadi ternyata masih ada di kamarnya. Renata menatap satu-persatu dari mereka lalu ke arah kursi dan peralatan yang memenuhi kamarnya. Banyak kosmetik dan berbagai alat kecantikan lainnya yang membuat dirinya heran.
"Kamu mau di sana sampai kapan?" sindir Bu Nurmala.
Renata melanjutkan langkah dan menghampiri bu Nurmala yang duduk di tepi ranjang.
"Ini ada apa, Bu?" tanya Renata pelan, namun tatapannya terus tertuju pada bedak yang berjejer rapi di sampingnya.
"Kamu tidak usah banyak tanya, sekarang cepat duduk di sana." Menunjuk kursi yang ada di depan meja rias.
Tanpa membantah, Renata mengikuti titah sang tuan rumah.
Langkah pertama, orang-orang itu sibuk dengan kuku-kuku Renata, ada yang sibuk mengeringkan rambut juga memberikan kosmetik di wajahnya.
Di sisi lain
Setelah beberapa hari mengurung diri, kini Bagas sudah mulai datang ke kantor bersama paman Ari. Ia mulai menunjukkan misi-misi baru dalam usahanya untuk memikat beberapa klien supaya mau bergabung lagi dengan perusahaannya.
"Kita harus mengadakan rapat besar, dan waktunya kamu menunjukkan bahwa perusahaan kita juga mampu bekerja sama dengan baik," ucap paman Ari sambil menepuk-nepuk lengan Bagas.
"Tapi paman, bagaimana jika ini belum berhasil juga? Kita sudah mengeluarkan modal yang sangat besar, apa paman tidak takut rugi?
Paman Ari tersenyum," Seorang pebisnis tidak mengenal kata rugi dan gagal, anggap saja itu hanyalah iklan lewat, kalau kamu masih ragu, kapan usahamu ini maju, kita hidup di era yang serba canggih, bukan hanya mesin yang kita andalkan, tapi otak juga harus berpikir jernih."
Jerry duduk di samping Bagas, ia mulai mengerti dengan maksud paman Ari yang terus menjelaskan.
Demi menjaga nama baik papa, aku akan lakukan apapun.
"Baiklah, kalau begitu apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Bagas.
Paman Ari kembali memberikan cara yang jitu untuk Bagas, ia tak segan-segan membocorkan rahasia yang membuatnya sukses seperti saat ini. Banyak yang diterima oleh akal Bagas. Namun, ada satu hal yang tidak bisa Bagas lakukan. Yaitu mengkhianati sahabat sendiri seperti yang dilakukan Derya padanya.
"Jika sahabat sudah berani menusuk dari belakang, kita harus bisa menangkapnya. Untuk urusan bisnis, jangan merasa kasihan dengan lawan, karena satu kata itu yang bisa membuat kita runtuh. Ada kalanya kita menganggap dia itu teman, namun di tempat yang berbeda kita juga harus menganggapnya musuh."
Itu artinya aku tidak boleh mengalah pada Derya.
"Baik paman, aku akan melakukan apa yang paman ajarkan."
Ponsel Bagas berdering, nama Tante Nurmala yang berkelip di layar, entah ada apa, yang pasti, wanita tua itu membuatnya penasaran dengan katanya yang akan memberikan sebuah kejutan.
"Halo tante," sapa Bagas.
Terdengar suara gemuruh dari seberang sana, Bagas mengerutkan alisnya saat bu Nurmala tak membalas sapaan nya, malah sibuk bicara sendiri.
"Siapa?" tanya paman Ari.
"Tante Nurmala," jawab Bagas dengan pelan.
Paman mengulurkan tangannya dan mengambil benda pipih milik Bagas.
"Ada apa, Kak? Bagas sedang sibuk."
"Ari, ini kamu, kan?"
Paman Ari tersenyum. "Iya, ini aku."
"Kapan kamu pulang? Dasar adik tidak tahu diri, sudah pulang tapi tidak bilang bilang," ucap Bu Nurmala dengan ketus, kini tak hanya Bagas yang menerima omelan Bu Nurmala, rapi Paman Ari juga.
"Berikan pada Bagas, aku mau memberinya kejutan," ucapnya.
Bagas kembali mendengarkan perkataan Bu Nurmala dari seberang telepon.
"Ada apa, Tante?"
"Nanti malam tante mengundang kamu makan malam di restoran, jangan lupa datang."
Baru saja membuka mulut, Bu Nurmala sudah menutup teleponnya lebih dulu.
Bagas melempar ponselnya dan menyandarkan punggungnya. Ia memijat pelipisnya, meskipun sudah mulai bangkit, Bagas belum maksimal fokus pada pekerjaannya karena kisah cintanya dengan Melinda yang kini sudah putus total.
"Masih memikirkan Melinda?" tanya Paman Ari.
"Untuk saat ini kamu harus fokus dengan pekerjaan. Jodoh akan datang sendiri, sampai ujung dunia pun kamu kejar, jika belum jodoh, maka tidak akan bersatu. Semua ada waktunya, mungkin Melinda bukan wanita yang tepat untuk mendampingimu."
Bagas hanya menganggukkan kepalanya dan mencoba melupakan Melinda, meskipun hatinya tersayat, ia tak boleh mengharap sesuatu yang sudah jelas menolaknya.
Aku harus bisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Sumardani Yati Ori
ribet amat
2022-10-15
0
neng ade
kamu pasti bisa move on Bagas..
bersiaplah menerima kejutan dr tante Nur .. bidadari surga mu menunggu
.
2022-07-23
0
💞🍀ᴮᵁᴺᴰᴬRiyura🌾🏘⃝Aⁿᵘ
semangat bagas
2022-06-27
0