Tinggal di rumah Derya

Sinar mentari menyorot dari balik tirai membuat Renata terusik. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan menggeliat, baru kali ini ia tidur nyaman tanpa gangguan dari mulut ember bibi dan Karin.

"Apa ini Surga? Apa aku sudah mati dan berada di Surga?" Renata menatap langit-langit kamar yang sangat mewah, dinding yang dihiasi dengan lukisan indah dan beberapa barang berharga menjadi pelengkap tempat itu. Ia mulai mengumpulkan nyawanya yang tercecer dan mengingat apa yang terjadi semalam.

"Ternyata bukan surga, ini rumah mas Derya," gumamnya lagi.

Lututnya yang terasa kaku membuatnya meringis saat bangun.

Aaawww

Renata menurunkan kakinya dengan pelan dan menatap ke arah luar jendela. Ia terus memijat betisnya yang masih terasa ngilu.

Renata menggeser duduknya dan mengambil salep yang diberikan Derya semalam. Luka yang kini mulai menghitam itu memang terasa sakit, tapi belum seberapa dibanding sakit hatinya karena penghinaan yang terus ia terima hampir di setiap tempat.

Sembari menggosok dengan salep, Renata terus meniup-niup menghilangkan rasa perih yang mulai menyeruak.

"Apa maksud mas Derya membawaku ke sini?"

Sikap tak pernah peduli itu seakan hilang begitu saja saat Derya menarik tangan Renata, bahkan ia merasakan segelintir perhatian yang dulu sangat ia harapkan dari pria itu.

Renata membuka tirai lalu ke kamar mandi.

Derya membuka pintu kamar Sena. Lagi-lagi ia mendapati gadis itu termenung di sudut kamarnya, matanya terus menatap ke arah foto yang pernah ia injak beberapa waktu lalu.

Sena adalah adik kesayangan Derya satu-satunya. Ia sangat menyayangi gadis itu melebihi dirinya sendiri. Apapun ia lakukan demi Sena termasuk membantunya menjadi model terkenal. Namun, profesi yang ia banggakan itu kini dihempaskan karena rasa kecewa pada seorang laki-laki yang dicintainya.

"Sena, kita makan yuk!" ajak Derya dari ambang pintu. Sena menoleh tanpa suara. Matanya tampak sembab dan memerah.

Derya berjalan pelan menghampiri Sena lalu duduk di tepi ranjang. Tepatnya di samping Sena yang masih menatap ke arah nakas.

"Kamu harus melupakan dia, untuk apa kamu menangis terus-menerus, masih banyak laki-laki yang mau sama kamu, bahkan lebih, apa kehebatan dia, apa yang kamu harapkan dari pria brengsek macam dia," ucap Derya dengan lantang, meskipun tak tega melihat adiknya yang masih terpuruk, Derya mencoba untuk terus membujuknya.

"Aku akan melupakannya, tapi kakak harus janji padaku, bantu aku membuatnya bertekuk lutut di depanku."

Derya mengepalkan tangannya dan menyunggingkan bibirnya, "Dengan senang hati, karena aku sudah punya permainan untuk dia."

Renata keluar dari kamarnya. Ia mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru ruangan. Tak hanya di kamar, di luar pun dinding itu dipenuhi berbagai lukisan dengan berbagai aliran.

Renata menyusuri anak tangga satu-persatu, dengan jelas ia mendengar suara tawa renyah dari arah belakang. Semakin penasaran, Renata mempercepat jalannya.

Ternyata mas Derya, lalu siapa wanita cantik itu?

Renata menatap Derya yang beberapa kali menyuapi wanita yang duduk di sampingnya, bahkan ia merasa iri dengan wanita itu yang perlakukan bagaikan ratu.

Renata menghampiri Derya.

"Maaf, Mas. Aku terlambat bangun," ucap Renata malu-malu.

"Nggak papa, anggap saja rumah kamu sendiri, lagipula di sini sudah ada pembantu yang akan membereskan rumah dan yang lainnya. Makanlah! Setelah ini aku akan mengajakmu ke suatu tempat."

Sena nampak cuek, sedikitpun tak ingin melirik ke arah Renata, apalagi menatapnya.

"Kenalkan, ini adikku namanya Sena," ucap Derya selanjutnya.

Renata mengulurkan tangannya di depan Sena. Namun gadis itu malah menepis nya dengan kasar.

"Tidak usah bersalaman, lihat wajahmu itu, menjijikkan." Sena mendorong kursinya ke belakang dan beranjak dari duduknya.

"Kak, lain kali suruh dia makan di belakang," pinta Sena dengan ketus.

Sena meninggalkan ruang makan dan kembali ke kamarnya, sedangkan Renata hanya bisa menunduk menerima olokan dari Sena.

Meskipun perutnya sangat lapar, Renata hanya bisa menatap menu yang ada di meja, ingin sekali ia makan, namun ia tak punya keberanian untuk menyentuhnya.

"Makan saja, Sena memang seperti itu, jangan diambil hati."

Bukan hanya Sena, tapi semua orang yang bilang seperti itu.

"Maaf, Mas. Aku makan di belakang saja."

Renata langsung berjalan ke arah dapur dan mengambil makanan yang tersisa di lemari bersama pembantu.

Sebenarnya apa maksud Mas Derya mengajakku ke sini, kenapa tiba-tiba dia sangat baik padaku.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, Renata hanya bisa memandang taman yang dipenuhi dengan bunga tulip tanpa melakukan aktivitas apapun. Ia merasa tak enak dengan Sena, namun ia juga bingung mau ke mana lagi.

"Renata," panggil Derya dari arah ruang tamu.

Renata berlari kecil menghampiri Derya yang sudah rapi dengan memakai baju casual warna navy dipadupadankan dengan celana jeans putih.

"Ikut aku sekarang!" ajaknya tanpa menjelaskan.

Tanpa bertanya, Renata mengikuti langkah Derya menuju mobil.

Derya menghentikan mobilnya di depan sebuah gedung yang tidak terlalu besar, namun dari luar tempat itu sangat indah dan nyaman.

"Ini tempat apa, Mas?" tanya Renata saat turun dari mobil.

"Ini gallery milikku, aku sering melihatmu membeli alat lukis, pasti kamu juga suka melukis."

Renata mengangguk cepat, setiap kali ia mendengar kata lukis, ia seperti menemukan sesuatu yang berwarna dalam hidupnya, karena ia tak mungkin memikirkan laki-laki mengingat dirinya yang jauh dari kata cantik.

Renata mengikuti langkah Derya, satu persatu pria itu menunjukkan lukisan yang ia sukai hingga langkahnya berhenti pada sebuah lukisan yang ada di paling sudut.

"Ini lukisan siapa, Mas?" Renata menyentuh gambar seorang pria dengan rambut memutih.

Mata Derya berkaca, wajahnya nampak suram dan tak bersemangat.

"Dia adalah ayahku. Beliau meninggal setelah aku menyelesaikan lukisan itu, bahkan ayah belum sempat melihat  gambarnya karena serangan jantung."

"Maaf," ucap Renata pelan.

Beralih ke sebuah ruangan kosong, Renata mengembangkan senyum saat melihat peralatan lukis yang sangat lengkap. Matanya berbinar-binar, tangannya geli ingin segera bergelut dengan alat tersebut.

"Mas, apa aku boleh melukis di sini?" tanya Renata dengan polos.

"Boleh, kamu bebas melakukan apa saja di sini. Anggap saja ini tempat kamu sendiri,c tutur Derya.

"Apa hubungan kamu dengan Bagas?" tana+ya Derya tiba-tiba.

Renata menoleh, menatap Derya yang nampak tampan itu.

"Aku dan pak Bagas tidak ada hubungan apa-apa. Semalam dia hanya berusaha menolongku saja."

Apa mungkin Renata membohongiku? Tidak mungkin Bagas mau menyentuhnya jika tidak ada sesuatu. Sena yang cantik saja tidak pernah dipedulikan, apalagi Renata yang kumel seperti ini.

"Memangnya kenapa, Mas?" tanya Renata antusias.

Derya hanya menggeleng dan melanjutkan langkahnya.

Terpopuler

Comments

lovely

lovely

mungkin Renata ga ke urus mkanya kumel coba kalo di rawat pasti klepek klepek tuh c derya🥴

2022-05-25

0

☠🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠

☠🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠

msh nyimak ceritanya

2022-04-11

1

Nova Herlinda

Nova Herlinda

duchhhh derya... jgn songong loe Dan menghina renata.. tunggu tanggal mainnya... loee bakal bucin tingkst dunia sama renata.. Gw padtikan iru

2022-04-04

0

lihat semua
Episodes
1 Dipermalukan
2 Siksaan yang bertubi-tubi
3 Pergi dari rumah
4 Tinggal di rumah Derya
5 Pujian
6 Pertemuan Derya dan Bagas
7 Pesta topeng
8 Bangkrut
9 Putus
10 Ketahuan
11 Dikurung
12 Melepaskan diri
13 Pertolongan
14 Bangkit
15 Pertemuan
16 Rencana
17 Hampir saja
18 Ungkapan Sena
19 Keberanian Renata
20 Semakin perhatian
21 Menolak hadiah
22 Pujian Bagas
23 Modus
24 Rapat
25 Menolak
26 Kembalinya Andara
27 Pendapat Bagas
28 Panggilan Mas
29 Makan malam
30 Kejutan
31 Pertemuan antara Derya dan Bagas
32 Minta maaf
33 Rencana menikah
34 Kakek Liam
35 27 tahun yang lalu
36 Janji
37 Bertanding
38 Kemenangan Renata
39 Makan malam
40 Membalas
41 Putus
42 Kejamnya kakek Liam
43 Terbuka nya rahasia
44 Jujur
45 Tidak mengakui
46 Pulang
47 Bertemu
48 Bersatu
49 Jahil
50 Resmi dibuka
51 Keputusan Bagas
52 Musibah yang bersamaan
53 Ke makam
54 Terungkap
55 Menemui
56 Memaafkan
57 Mengakui
58 Kantor polisi
59 Menerima warisan
60 Kenapa harus mantan?
61 Fakta yang mencengangkan
62 Mengungkap fakta
63 Pesta
64 Kedekatan Derya dan Gina
65 Gagal
66 Berhasil
67 Makan di warteg
68 Kelakuan pengantin baru
69 Berdamai
70 Setuju
71 Hamil
72 Jahilnya ibu hamil
73 Melamar Gina
74 Membongkar rahasia
75 Luluh
76 Sadar
77 Bahagia semua
78 Pengumuman
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Dipermalukan
2
Siksaan yang bertubi-tubi
3
Pergi dari rumah
4
Tinggal di rumah Derya
5
Pujian
6
Pertemuan Derya dan Bagas
7
Pesta topeng
8
Bangkrut
9
Putus
10
Ketahuan
11
Dikurung
12
Melepaskan diri
13
Pertolongan
14
Bangkit
15
Pertemuan
16
Rencana
17
Hampir saja
18
Ungkapan Sena
19
Keberanian Renata
20
Semakin perhatian
21
Menolak hadiah
22
Pujian Bagas
23
Modus
24
Rapat
25
Menolak
26
Kembalinya Andara
27
Pendapat Bagas
28
Panggilan Mas
29
Makan malam
30
Kejutan
31
Pertemuan antara Derya dan Bagas
32
Minta maaf
33
Rencana menikah
34
Kakek Liam
35
27 tahun yang lalu
36
Janji
37
Bertanding
38
Kemenangan Renata
39
Makan malam
40
Membalas
41
Putus
42
Kejamnya kakek Liam
43
Terbuka nya rahasia
44
Jujur
45
Tidak mengakui
46
Pulang
47
Bertemu
48
Bersatu
49
Jahil
50
Resmi dibuka
51
Keputusan Bagas
52
Musibah yang bersamaan
53
Ke makam
54
Terungkap
55
Menemui
56
Memaafkan
57
Mengakui
58
Kantor polisi
59
Menerima warisan
60
Kenapa harus mantan?
61
Fakta yang mencengangkan
62
Mengungkap fakta
63
Pesta
64
Kedekatan Derya dan Gina
65
Gagal
66
Berhasil
67
Makan di warteg
68
Kelakuan pengantin baru
69
Berdamai
70
Setuju
71
Hamil
72
Jahilnya ibu hamil
73
Melamar Gina
74
Membongkar rahasia
75
Luluh
76
Sadar
77
Bahagia semua
78
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!