Renata membuka matanya dengan pelan. Sayup-sayup ia menatap langit-langit ruangan yang ditempati saat ini.
"Aku ada dimana," ucapnya dengan lirih.
Kini tak hanya rasa perih di perutnya yang terasa, namun juga rasa ngilu di tangan bagian kiri.
Renata menoleh dan menatap botol cairan yang bertengger di samping ranjang lalu menggerakkan tangannya ke atas.
Ternyata ini rumah sakit, terka nya dalam hati.
Sejenak, ia mengingat kejadian sebelum dirinya pingsan, rasa lapar kembali menyeruak saat Renata sadar sepenuhnya.
Sungguh tragis, hidup di antara berjuta-juta jiwa, namun, tak ada satu orangpun yang mencari keberadaannya. Terkadang Renata ingin mati jika mengingat nasibnya saat ini.
Renata melepas jarum infus yang ada di punggung tangannya, menyibak selimut yang menutupi separo tubuhnya lalu terbangun.
Ia menurunkan kedua kakinya dan berjalan menuju pintu.
Pandangannya berhenti pada sosok yang sedang duduk dan berbicara dengan seorang dokter, meskipun wajahnya sudah keriput, wanita itu terlihat sangat anggun dan cantik.
Ini bukan rumah sakit, apa aku di culik.
Mata Renata menyusuri setiap sudut rumah yang sangat mewah, pajangan yang menghiasi nampak indah dengan desain yang modern. Beberapa guci yang ada di sudut ruangan sangat elegan dan berkelas, sofa yang berjejer di depan itu terlihat sangat empuk dan mahal.
Renata kembali masuk dan menutup pintu, ia menyandarkan punggungnya di dinding dan menatap jendela kaca yang terbuka.
Apa sebaiknya aku kabur saja.
Renata berjalan ke arah jendela dan menatap ke arah luar. Ternyata di balik taman kecil yang ada di depan kamar itu ada tembok yang menjulang tinggi.
Terpaksa Renata kembali duduk di tepi ranjang, ia menatap makanan yang ada di nakas, tanpa kata ia langsung melahap semangkuk bubur itu tanpa ampun.
Pintu terbuka
Renata menghentikan makannya dan meletakkan mangkuk itu dengan cepat.
Wanita yang ia lihat tadi datang menghampirinya dan berdecak.
"Kenapa infusnya dilepas? Kamu belum sembuh." Wanita itu tampak khawatir dan mengelus punggung Renata dengan lembut.
Renata diam, ia menelan sisa bubur yang masih nyangkut di sela-sela giginya.
Kalau dia penculik kenapa baik, apa dia cuma bersandiwara.
Renata menatap lekat wajah wanita itu, tak ada ciri-ciri seperti yang ia duga, beberapa perhiasan menghiasi leher dan tangan serta jari wanita yang kini duduk di sampingnya.
"Nama kamu siapa?" tanya wanita itu sembari mengulurkan tangannya ke arah Renata.
"Renata," jawab Renata ragu, meskipun wajahnya bukan seperti penjahat, Renata masih takut dengan tujuan wanita itu yang mau menolongnya.
"Tadi aku menemukanmu pingsan di jalan, karena tidak ada yang mau menolong, jadi aku bawa pulang."
Setelah mendengar itu, bibir Renata menerbitkan senyum.
"Terima kasih, Bu." Renata Meraih tangan wanita itu dan menciumnya.
"Namaku Nurmala."
Renata mengangguk, kini ia percaya kalau orang yang ada di sampingnya adalah orang baik-baik.
"Di mana rumah kamu?" tanya Bu Nurmala antusias.
Renata menunduk, ia bingung harus berkata apa, dan akhirnya menggeleng lah pilihannya.
"Maksud kamu apa?" tanya Bu Numata menangkup kedua pipi Renata dan menghadapkan ke arahnya.
Keduanya saling tatap.
Renata menitihkan air mata, ia bingung harus mulai dari mana. Pasalnya masa lalunya tidak ada yang terkesan indah dan hanya ada pahit yang ia rasakan.
"Aku tidak punya rumah. Sebelumnya aku tinggal bersama bibi dan kak Karin, tapi mereka memperlakukanku dengan buruk, aku hanya disuruh bekerja untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, aku juga disuruh mengerjakan pekerjaan rumah, aku hanya diperbolehkan tidur tiga jam saja. Mereka sangat kejam dan menganggapku ini sampah."
Renata menghentikan ucapannya sejenak untuk menghela napas.
"Setelah sekian lama aku bosan dan memilih kabur dari rumah bibi, tapi aku pun tidak mendapatkan kebahagiaan melainkan pelecehan, orang yang aku kira tulus menolong hanya memanfaatkanku saja, dia hanya membutuhkan diriku untuk balas dendam pada musuhnya."
Bi Nurmala meraih tubuh Renata dan memeluknya, memberikan tempat sandaran untuk Renata yang nampak kacau.
"Sekarang aku tidak tahu harus tinggal di mana, aku bingung."
Renata semakin terisak. Tak ada tujuan lagi dalam hidupnya yang saat ini terombang-ambing di dasar bumi.
Sssttt
Bu Nurmala mendaratkan jarinya di bibir Renata dan mengelus pucuk kepalanya.
"Jangan khawatir, mulai hari ini dan seterusnya, kamu bisa tinggal di sini bersamaku, aku menempati rumah ini sendirian, hanya ada keponakan yang sesekali datang, itupun bisa dihitung karena mereka sangat sibuk."
Renata mengusap air matanya dan tersenyum.
"Ibu serius?" tanya Renata memastikan.
Bu Nurmala mengangguk lalu keluar meninggalkan Renata yang nampak berseri-seri. Selang beberapa menit, wanita itu datang dengan ponsel di tangannya dan duduk di tempat yang semula.
"Halo, ini saya Nurmala, kalian datang ke rumah, bawakan beberapa baju untuk perempuan, usianya sekitar dua puluh tahunan."
"Baik, Bu," jawab suara dari seberang telepon.
Setelah mengucapkan semua permintaannya, Bu Nurmala kembali menekan ponselnya dan menempelkannya lagi di telinga.
"Halo Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya seseorang dari seberang sana.
"Saya ada tugas untuk kalian, bawa alat kecantikan ke rumah, ada yang perlu kalian rombak."
Renata mengerutkan alisnya lalu menatap wajahnya dari pantulan cermin.
Apa aku yang akan di rombak, kalau benar, akan jadi apa wajahku ini?
"Tante…" teriak suara dari luar membuat Bu Nurmala geleng-geleng.
"Kamu diam di sini, jangan keluar. Keponakan ibu datang."
Renata mengangguk cepat.
"Ada apa si, teriak-teriak," ucap Bu Nurmala menghampiri pria yang sudah berbaring di sofa tanpa melepas sepatunya.
Pria itu mendengus dan membenamkan wajahnya di bantal.
Bu Nurmala duduk dan mengelus pucuk kepalanya.
"Kangen sama tante," ucapnya manja sembari memeluk Bu Nurmala dengan erat.
Urat kesedihan masih terlihat jelas di wajah pria itu yang terus tersenyum paksa.
Bagas, dia adalah Bagas Ankara, Pria yang beberapa hari lalu baru putus dengan sang pacar.
"Tante tahu kalau hubungan kamu dengan Melinda kandas, tapi jangan sampai kamu larut dalam masalah, tante yakin akan ada wanita yang tulus mencintai kamu apa adanya tanpa melihat harta."
Jaman sekarang sangat sulit, tapi aku kasih berharap ada keajaiban itu.
Bagas menunduk, menatap sepuluh jari-jarinya yang saling terpaut. Meskipun itu yang diucapkan seluruh keluarganya, Bagas tetap saja menyayangkan dengan hubungan yang sudah dirajut selama bertahun-tahun.
"Iya tante, aku tahu, tapi butuh waktu untuk semua ini."
Bu Nurmala mengelus bahu lebar Bagas dan tersenyum.
"Tante punya kejutan untuk kamu, tunggu tanggal mainnya."
Paling-paling juga warisan dari kakek.
"Tante yakin kamu pasti akan menyukainya," imbuhnya yang membuat kening Bagas berkerut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
neng ade
aku yakin Bagas dan Renata akan berjodoh .. ayo lah thor biarkan Renata bahagia dan utk Serta dan Sena akan terbongkar semua kebusukan nya
2022-07-23
0
3 semprul
Bagas mau di jodohkan dengan Renata
2022-04-14
0
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
Renata mw di make over dan ternyata Tante Nurmala adalah tantenya Bagas
2022-04-11
0