Renata terus menatap dirinya dari pantulan cermin. Rambut yang tadinya kriwil dan bercabang kini menjadi lurus dan lembut. Wajah yang kusam itu berubah bening hingga bisa digunakan untuk bercermin. Baju seksi yang dikenakan sangat mewah. High heels dengan merk ternama serta tas branded pun melengkapi penampilannya hingga nyaris sempurna.
Ia tak percaya, ini seperti sebuah mimpi baginya yang benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat.
"Kalau aku seperti ini dari dulu, pasti kehidupanku tidak akan sengsara dan ditindas semua orang," ucapnya pada diri sendiri.
Renata duduk di tepi ranjang, menunggu Bu Nurmala yang mengatakan akan memanggilnya jika sudah waktunya.
"Tapi kenapa bu Nurmala mendandaniku? Apa ada rencana lain dibalik semua ini? Apa aku mau dijual?"
Deg
Jantung Renata berdegup dengan kencang, rasa takut kembali menyeruak saat melihat pahanya yang nampak sedikit.
Ini nggak boleh terjadi.
Suara ketukan pintu menggema, Renata semakin panik dan terus menurunkan dressnya hingga menutupi lutut.
Ia meraih tas yang ada di nakas lalu membuka pintu kamarnya.
Bu Nurmala menatap Renata dari atas hingga ke bawah, wanita paruh baya itu menggelengkan kepala takjub hingga mengangkat kedua jempolnya.
"Kamu cantik sekali," pujinya diiringi dengan senyuman kecil.
Renata menanggapinya dengan senyum paksa, ia takut jika apa yang diterka itu benar.
Bu Nurmala melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Cepat berangkat, sopir sudah menunggu di depan."
Bu Nurmala menggandeng tangan Renata dan mengajaknya keluar. Meskipun ragu, gadis itu tetap mengikuti langkah bu Nurmala menuju mobil.
"Pak, hati-hati! Restoran Maybe," ucap Bu Nurmala pada sang supir yang sudah duduk di depan setir.
"Da…. da….semoga sukses." Bu Nurmala melambaikan tangannya ke arah Renata yang duduk di jok belakang.
Renata membalas lambaian tangan itu hingga mobil keluar dari halaman rumah mewah bu Nurmala.
Beberapa menit membelah jalanan yang gelap, Renata menggeser duduknya tepat di belakang sopir yang sibuk dengan setirnya.
"Pak, memangnya kita mau bertemu siapa?" tanya Renata waswas.
Sopir itu menatap wajah Renata dari pantulan spion yang menggantung.
"Saya tidak tahu, Ibu cuma menyuruh saya mengantarkan non ke restoran, itu saja."
Kalau dijual, ngapain datang ke restoran, kenapa nggak ke klub sekalian, dengus Renata dalam hati.
Sesampainya, Renata langsung turun dari mobil, ia menatap sebuah restoran mewah yang ada di depannya. Khalayak restoran pada umumnya, di dalam banyak pengunjung yang sedang menikmati hidangan. Tidak ada yang mencurigakan membuat Renata lega. Dulu ia hanya bermimpi bisa masuk ke sana. Namun, sekarang semua itu menjadi nyata.
"Pak, tungguin aku!" pinta Renata.
"Baik, Non," jawab sopir itu.
Renata berjalan lenggang memasuki restoran, ia langsung menuju meja nomor 99 seperti perintah Bu Nurmala.
"Silakan, Mbak!" Salah satu waitress menunjukkan meja yang ada di bagian paling pojok.
Renata duduk, matanya terus menyusuri tempat yang sangat mewah itu, pikirannya terus berkelana hingga ia tak mendengar ucapan waitress yang berdiri di sisi meja.
"Mbak mau pesan apa?" tanya waitress yang ketiga kali.
Seketika Renata sadar dan membuka buku menu yang ada di meja.
Pesan apa ya, kenapa nggak ada yang murah, nanti kalau bu Nurmala marah gimana. Tapi dia bilang nggak papa, ada yang mau bayarin.
"Steak saja, Mbak," jawab Renata buru-buru.
"Tapi siapa yang mau bertemu denganku? Kenapa dia belum datang?" keluh Renata.
Makanan datang, Renata langsung memotong daging itu hingga berbentuk rajangan sebelum melahapnya.
Hampir saja satu suap melayang di mulut, suara deheman dari belakang membuat Renata menoleh.
Betapa terkejutnya saat ia menatap seseorang yang tak asing di matanya.
Pak Bagas, kenapa dia ada di sini, apa dia membuntutiku dan mau meminta ganti rugi mobilnya yang lecet.
Renata memalingkan wajahnya, ia memunggungi Bagas yang menatapnya dengan tatapan serius.
Apa dia kejutan yang dimaksud tante Nurmala, ini kan gadis yang waktu itu ada di danau, tapi kenapa tampilannya berbeda sekali.
Bagas merogoh ponselnya dan menempelkan benda pipih itu di telinganya, Ia menghubungi bu Nurmala untuk memastikan jika tak salah orang.
"Halo Bagas, apa kamu sudah bertemu Renata?" tanya bu Nurmala yang ada di seberang telepon.
"Sudah, tante," jawab Bagas singkat, lalu menutup sambungannya lagi.
Jerry yang merasa tak dibutuhkan akhirnya kembali keluar. Sesampainya di depan pintu, ia menoleh ke arah Renata.
Gadis itu sepertinya pernah bekerja di kantor, tapi kenapa penampilannya sangat berbeda, apa aku salah orang?
Jerry melanjutkan langkahnya dan keluar.
"Apa aku boleh duduk?" tanya Bagas tanpa embel-embel menyapa selamat malam.
"Silakan!" jawab Renata dengan kepala menunduk.
Apa pak Bagas adalah orang yang dimaksud Bu Nurmala, kenapa bisa kebetulan seperti ini, Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan supaya dia tidak memintaku ganti rugi.
Renata menusuk potongan daging yang ada di depannya lalu memakannya.
Hening, hanya dentuman sendok dan piring dari meja sekelilingnya yang terdengar. Bagas terus menatap Renata, dari cara makan hingga saat gadis itu meneguk minumannya.
"Kenapa bapak melihatku seperti itu?" tegur Renata yang merasa tak nyaman.
Bagas menggeleng tanpa suara. Dari lubuk hatinya bertumpuk-tumpuk pertanyaan yang akan diluncurkan untuk seorang Renata yang tiba-tiba menjadi sebuah kejutan untuknya, bahkan Tante Nurmala mengatakan jika ia harus mendekati gadis itu.
"Apa aku sangat aneh?" tanya Renata selanjutnya.
"Aneh sekali, kamu itu kayak bunglon, beberapa waktu yang lalu aku melihatmu seperti pengemis, tapi sekarang __"
Bagas tak melanjutkan ucapannya saat wanita cantik datang membawa secangkir kopi hitam.
"Silakan, Pak!"
Sekarang kenapa? Kayak ondel-ondel? Renata hanya mengucap dalam hati.
Kembali ke pokok utama, Setelah menyeruput kopinya, Bagas kembali menatap wajah Renata.
"Sebenarnya apa tujuanmu datang ke sini?" tanya Bagas menyelidik.
Renata menggeleng tanpa suara. Ia pun tak tahu tujuannya datang dan hanya mengikuti perintah tante Nurmala.
"Lalu, apa hubunganmu dengan tante Nurmala?"
Renata menggeleng lagi. Ia mengunyah makanannya dengan pelan matanya terus menatap piring yang ada di depannya.
"Oke, apa kamu tinggal di rumah tante?" tanya Bagas yang ketiga kali.
Renata mengangguk pelan.
"Sejak kapan?"
"Beberapa hari yang lalu," jawab Renata mulai ketus, ia bagaikan tersangka yang tertangkap basah dan diintimidasi.
Bagas menyandarkan punggungnya lalu menghembuskan napas kasar.
"Aku tidak tahu hubunganmu dengan keluarga kami, tapi jangan menganggap pertemuan ini lebih dari pada perkenalan, aku datang hanya atas permintaan Tante, itu saja," jelas Bagas.
"Aku tahu diri, jadi bapak jangan takut."
Renata menghabiskan makanannya, sedikit pun tak mengindahkan Bagas yang terus mengoceh.
Ada-ada saja tante Nurmala, Masa iya, aku disuruh pacaran sama dia, nggak banget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
neng ade
hmm sekarang bilang ga banget .. hati2 nanti malah bucin banget 😁
2022-07-23
0
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
jgn ngomong gitu Bagas
ingat hati itu mudah bolak balik
2022-04-12
0
Lian Tini
lanjut
2022-04-01
1