Pengumuman beberapa jam yang lalu membuat Renata tercengang. Ia yang seharusnya berdiri di atas panggung dan menerima hadiah itu malah hanya menjadi penonton yang ikut bertepuk tangan. Sebab, nama Derya Hanim yang disebut, Al hasil ia tidak mendapatkan apa-apa dan menerima nasibnya.
Setelah pulang dari pesta itu, Renata duduk di tepi panjang dan memikirkan apa yang baru saja terjadi.
"Kenapa mas Derya tidak mengatakan yang sebenarnya pada orang-orang, kenapa dia menyembunyikan identitasku."
Kepercayaan Renata pada Derya sedikit terurai, ia sangat kecewa dengan sikap Derya padanya. Orang yang dikira baik ternyata hanya memanfaatkannya, meskipun ia belum tahu maksud Derya, tetapi tadi sudah sedikit membuktikan jika Dia tidak serius dengan ucapannya.
Saat dia menghempaskan tubuhnya, tiba-tiba saja teringat dengan Bagas yang mendapat juara tiga.
"Apa itu lukisan milik pak Bagas sendiri? Atau dia hanya memamerkan seperti Mas Derya?" tanya Renata dalam hati.
Ia tersenyum kala mengingat Bagas membelanya di depan Melinda, ternyata pria itu tak se angkuh yang dikatakan orang-orang, dan menurutnya cukup ramah mengingat derajatnya yang sangat tinggi di perusahaan.
Kira-kira kalau aku nggak pakai topeng pak Bagas masih mengenali apa tidak? Ah, bodo amat.
Ia tak mau larut dalam kesedihan yang menimpa, baginya masih ada waktu yang panjang untuk mengawali semuanya dengan baik, dan berharap mendapatkan tempat yang tepat.
****
"Apa!" pekik Bagas seraya menyibak selimutnya.
Mentari belum sepenuhnya menampakkan sinarnya, namun Bagas sudah dikejutkan dengan kabar yang membuat hatinya gelisah. Setelah semalam menerima kekalahan dari Derya, pagi ini ia mendapat kabar dari kantor jika ada kesalahan yang membuat beberapa klien membatalkan kerjasamanya, itu artinya Bagas harus kehilangan banyak uang untuk ganti rugi.
Musibah bertubi-tubi menghantam, seakan mereka sudah berencana untuk menampar Bagas hingga runtuh.
"Apa kamu tidak bisa mencegah mereka?" ucap Bagas lagi memastikan.
"Tidak, Pak. Keputusan mereka sudah bulat ingin pindah pada perusahan lain."
Bagas menjatuhkan ponselnya, ia tak bisa berkata apa-apa selain menerima keputusan itu.
Kenapa jadi begini, selama ini aku tidak pernah berbuat curang pada orang lain, tapi kenapa mereka memanfaatkan kebaikanku.
Bagas turun dari ranjangnya lalu keluar untuk menemui ibunya.
"Ma," panggil Bagas seraya menyusuri anak tangga yang menjulang tinggi.
"Iya, ada apa?" sahut mama yang sedang merapikan vas bunga di ruang tamu.
Bagas berhamburan memeluk mama dari belakang, setiap ada masalah ia selalu berbagi pada mamanya. Akan tetapi, kali ini ia tak bisa bercerita, takut mamanya akan sok dengan apa yang terjadi di kantor.
"Bagaimana semalam? Siapa yang menang?" tanya Mama yang belum tahu hasilnya.
Wanita cantik yang memakai dres warna coklat itu menghentikan aktivitasnya dan membalas pelukan Bagas yang tak renggang sedikit pun.
"Derya, Ma. Lukisan dia bagus sekali. Aku juga heran melihatnya."
Mama tersenyum dan menyunggar rambut Bagas yang menutupi kening, sebagai orang tua, Mama melihat ada raut kecemasan di wajah putra satu-satunya itu.
"Tidak apa-apa, sekali-kali dia yang menang, kamu bisa mencobanya lagi. Jangan sedih lagi dong." Mama mencubit pipi kokoh Bagas dan menggiringnya menuju meja makan.
Bagas mengangguk, sedikit pun ia tak menyesal sudah kalah, hanya saja ia merasa heran dengan lukisan yang dipamerkan sang sahabat.
"Kamu nggak ke kantor?" tanya Mama seraya menatap jam yang melingkar di tangannya.
"Nanti, Ma." Wajah Bagas semakin kusut, ia tak tahu apa yang dilakukan saat datang, yang pastinya hanya akan membuatnya pusing. Namun, semua harus dihadapi dan tak bisa dihindari.
Aku nggak mau mama tahu keadaan kantor, pasti dia kana sok.
Bagas berusaha mengunci mulutnya rapat-rapat, ia tak mau menyinggung masalah kantor jika berada di sisi sang mama.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Bagas sudah tiba di kantor, meskipun ia tak seperti bisanya yang sangat antusias menjalani pekerjaannya, setidaknya ia melawan rasa cemas yang menyesakkan dada.
Seorang laki-laki yang memakai jas berwarna hitam menghampiri Bagas yang baru saja turun dari mobilnya.
"Maaf pak, ada beberapa klien yang ingin membatalkan kontrak dengan kita, itu artinya jumlah yang kita keluarkan sangat besar."
"Baiklah, kita bicarakan di atas."
Bagas melangkah kebat diikuti pria itu dari belakang, meskipun pikirannya semakin kacau, ia berusaha tenang saat melewati beberapa karyawan yang ada di bawah.
Setibanya di ruangan, Bagas duduk di kursi kebesarannya, ia membuka beberapa laporan dari Jerry, sang asisten.
"Lihat pak, ini adalah jumlah uang yang harus dibayar, dan mereka akan bekerja sama dengan perusahaan pak Derya dalam waktu dekat."
"Apa?" tanya Bagas antusias.
"Iya, Pak. Mereka bergabung dengan perusahaan pak Derya yang katanya membagi hasil lebih besar daripada tempat kita, oleh sebab itu mereka langsung membatalkannya dan memilih bekerja sama dengan pak Derya.
Derya, baiklah jika ini yang membuatmu puas, tidak apa-apa, tapi jangan salahkan aku jika suatu saat kesabaranku habis, aku pastikan kamu akan merasakan apa yang aku rasakan.
Bagas mengerutkan alisnya dan menggeleng. "Kenapa bisa sebesar ini?"
Bagas menyandarkan punggungnya dan menjambak rambutnya lalu memijat pangkal hidungnya, ia semakin frustasi setelah melihat jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk masalah ini.
"Kalau mereka tidak mendapatkan ganti rugi, kita yang akan mendapat masalah, karena mereka tidak segan-segan akan melapor ke polisi."
"Baiklah, bagaimanapun caranya kita harus bertanggung jawab, dan maaf jika setelah ini kamu tidak bisa kerja lagi dengan ku."
"Maaf pak, kalau boleh saya bicara."
Bagas mendongak, ia menatap asistennya yang masih berdiri disamping meja kerjanya.
"Saya akan tetap bersama, Bapak. Sekarang kita memang sedang runtuh, tapi tidak ada salahnya jika kita bangkit lagi bersama," ucap Jerry menguatkan.
Bagas yang lebih muda satu tahun itu pun selalu luluh dengan ucapan Jerry.
Bagas menggeleng, "TIdak bisa, kamu layak mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik, aku belum tahu kapan kita berada di posisi ini, yang artinya kamu harus tetap bekerja." Bagas mencoba membujuk Jerry untuk meninggalkannya.
"Tidak, apapun yang terjadi saya akan tetap bersama, Bapak."
Bagas diam, ia tak bisa berbuat apa-apa selain meg iyakan kata Jerry.
"Kalau begitu nanti kamu umumkan kepada seluruh karyawan. Aku serahkan semuanya ke kamu."
"Baik, Pak."
Jerry keluar dari ruangan Bagas dengan membawa beberapa dokumen.
Dulu Derya pernah di posisi seperti ini, dan aku yang mati-matian membantunya, tapi apa, sekarang dia malah menusukku dari belakang.
Papa, maafkan aku karena tidak becus mengurus perusahan ini, tapi aku berjanji akan mengembalikan semuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
fadhila
sabar Bagas... sesuatu yg didapat dg cara merebut itu tidak akan awet ibaratnya tu hasil curian psti g berkah...
2023-02-11
1
neng ade
Serta licik dia ingin balas dendam sm Nafas tp memanfaatkan karya Renata .. itu arti nya dia memakan hak orang lain .. balasan nya suatu saat nanti karma akan buruk nya cpt atau lambat akan menghampiri.. tunggu aja kehancuran mu
2022-07-23
0
Anita_Kim
Kakak aku di sini...
2022-05-02
0