Siksaan yang bertubi-tubi

Renata bagaikan patung hidup, rasa hangat yang menyentuh pori-pori kepalanya hingga wajah itu masih terasa. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa selain menerima perlakuan sepupunya yang sangat keji. Beberapa kali mencoba untuk menghindar, justru Karin semakin kejam dan tak memberinya ampun.

"Berapa kali aku bilang, kalau membuat teh yang manis," ucap Karin ketus.

Gadis yang masih memakai seragam berwarna putih dengan rok hitam pendek itu seketika menarik rambut Renata hingga sang empu meringis.

"Lepas kak, sakit," keluh Renata menahan tangan Karin yang semakin mencengkeram erat helai demi helai rambutnya.

Tak ada pembelaan, bibi nampak tenang dengan apa yang terjadi di depannya. Rasa sakit yang dialami Renata seakan tontonan bagi mereka.

Seketika Karin mendorong Renata hingga terhuyung dan jatuh. Punggungnya mengenai dinding, hingga rasa linu menjalar di sekujur tubuhnya.

Renata terisak sembari mengelus lututnya yang lecet. Sepertinya Karin memang tak puas jika belum melihat dirinya terluka.

Ibu, tolong aku.

Karin mendekat dan berjongkok di depan Renata, mengangkat dagu gadis itu dengan jari telunjuknya. Tatapannya tajam bak busur panah yang siap meluncur.

"Ini belum seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu lakukan. Gara-gara kamu ayah meninggal, dan gara-gara kamu aku tidak bisa melanjutkan kuliah."

Renata sesenggukan, bayangan sang paman melintas, karena menyelamatkannya paman harus tertabrak motor dan meninggal. Itu yang membuat bibi dan Karin sangat membencinya. Itu pula yang membuat Renata tak bisa meninggalkan mereka.

"Maafkan aku, Kak. Aku pun tidak mau paman meninggal," ucap Renata mengiba.

Mata bibi berkaca, bukan karena kasihan pada Renata, akan tetapi mengingat almarhum suaminya mati dengan cara yang tragis.

"Maaf saja tidak akan bisa mengembalikan pamanmu, sekarang kamu masak!" titah Bibi.

Bibi mengusap air matanya dan berlalu menuju kamar. Karin menyusul dari belakang. Meskipun kejadian itu sudah lama, Bibi dan Karin tetap tak bisa melupakan kejadian itu begitu saja, dan terus menyiksa Renata sebagai bentuk balas dendam.

Aku memang tidak bisa mengembalikan paman, tapi aku sudah menjadi tulang punggung rumah ini bertahun-tahun, apa semua ini masih kurang? 

Baru saja berdiri, Suara ketukan pintu membuat Renata membalikkan tubuhnya. Dengan jalan tertatih-tatih ia membuka pintu depan. 

Betapa terkejutnya saat melihat laki-laki yang tak asing baginya. 

"Kamu!"

Renata maupun pria yang mematung di depan pintu itu saling menunjuk.

"Ngapain kamu tinggal di rumah Karin?" Wajah pria itu tampak pucat dan gugup. Sesekali ia mengelus tengkuk lehernya. Bertemu Renata, wanita yang pernah dilecehkan di rumah pacarnya ternyata lebih menakutkan daripada bertemu singa betina di hutan.

"Kamu ngapain kesini?" tanya Renata balik. 

Mencengkeram bajunya yang ada di bagian dada, masih teringat dalam benaknya saat pria itu melakukan sesuatu yang tak senonoh padanya.

"Aku mau ketemu Karin, dia pacarku." Mulai gugup dan salah tingkah.

Renata mengernyitkan dahinya dan menggeleng. Ia tak percaya dengan ucapan pria tersebut. 

"Toni, kok nggak masuk." Suara Karin menyahut dari belakang.

Seketika Renata menoleh, menatap Karin yang ada di depan pintu kamarnya.

Gawat, kalau sampai Renata cerita, pasti Karin bakalan putusin aku. 

"Kakak kenal sama dia?" tanya Renata sembari menunjuk pria yang bernama Toni.

Karin menghampiri Toni dan meraih tangannya.

"Kamu iri aku punya pacar setampan dia," ucap Karin menyeringai.

Sepertinya Karin sangat membencinya, itu artinya aku lebih mudah membungkam mulut gadis cupu ini.

Karin menarik tangan Toni dan mengajaknya masuk. Sedikit pun tak memberi kesempatan pada Renata untuk menjelaskan semuanya.

Apa kak Karin tahu kelakuan pria itu.

Renata kembali ke dapur, ia tak mau melihat kemarahan  Karin lagi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Kok kita ke sini?" tanya Karin saat mobil Toni masuk di halaman klub malam.

"Kenapa? Di sini lebih asyik," jawab Toni dengan santainya.

Ini bukan pertama kali mereka kencan, namun ini adalah kali pertama Toni mengajaknya ke tempat itu.

Keringat dingin mulai bercucuran, meskipun ia sangat galak pada Renata, Karin bukan tipe wanita yang suka berkeliaran, apalagi ke klub malam.

"Tenang saja, Sayang. Kamu cukup temani aku minum, tidak lebih," jelas Toni saat melihat ketakutan di wajah Karin.

Terpaksa Karin mengangguk dan melepas seat belt nya. Ia membuang jauh-jauh rasa takut yang mengendap, demi apapun ia percaya pada Toni yang tidak akan berbuat macam-macam padanya.

Suasana sangat meriah, dari depan saja lantunan musik dj sudah terdengar, para pengunjung  keluar masuk dari tempat itu. Karin berhenti sejenak menahan jantungnya yang berdegup kencang melihat beberapa orang yang berjalan sempoyongan, bahkan dari mereka sudah meracau dengan kata-kata yang sangat aneh. Matanya terus menyisir setiap pengunjung yang berlalu lalang di sana.

"Ton, aku takut, sebaiknya kita cari tempat lain saja," Karin menarik tangan Toni. Bulu halusnya berdiri saat menyenggol seseorang dengan tatapan yang tak dimengerti.

"Kamu tenang saja, aku akan menjaga kamu."

"Baiklah, aku ikut."

Karin menggenggam erat tangan Toni, mereka membelah pengunjung yang berkerumun di bawah lampu remang-remang.

"Hai Ton, tumben kamu ke sini?" sapa seseorang yang duduk di samping Toni.

Matanya melirik ke arah Karin sekilas. 

"Siapa nih?" tanya pria itu.

"Dia Karin, pacarku." Karin menundukkan kepalanya, antara takut dan malu, ia sudah berani masuk ke tempat itu dan melanggar janjinya pada sang ayah.

***

Sudah hampir jam sepuluh malam. Namun, Renata tak bisa memejamkan matanya. Ia masih ingat dengan kejadian yang hampir merenggut kehormatannya waktu itu.

"Mudah-mudahan Toni tidak berbuat macam-macam pada  kak Karin."

Renata terbangun dan duduk di tepi ranjang, menatap beberapa lukisan yang masih berantakan.

"Seandainya aku bisa menjual lukisan itu, pasti hidupku tidak akan sengsara seperti ini," gumam Karin.

Bukan menyesal akan takdir Tuhan, tapi Renata merasa semua sia-sia, perjuangannya yang dulu sempat melambung tinggi seakan tenggelam di dasar laut dalam yang membuatnya tak bisa bangkit lagi.

Renata keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu kamar bibi.

"Bi, apa Kak Karin sudah pulang?" teriak Renata.

Ceklek

Pintu terbuka lebar

Bibi tak menjawab, namun wajahnya nampak gelisah.

Matanya menatap makanan yang ada di meja, semua masih sama seperti saat ia tidur.

"Bi, aku kenal siapa Toni, dia bukan laki-laki yang baik untuk kak Karin."

Plak

Sebuah tamparan mendarat di pipi Renata dengan kerasnya. 

"Lalu kamu mau bilang, kalau Toni adalah laki-laki brengsek."

Itu memang benar, Bi. Tapi bagaimana caraku menjelaskannya. 

Nyatanya, Renata hanya bisa mengucap dalam hati, ketakutannya lebih besar daripada mengungkap sebuah fakta yang sebenarnya. 

Terpopuler

Comments

Sumardani Yati Ori

Sumardani Yati Ori

kenapa ya thor cewek model renata semua rata2 diceritakan mau di tindas padahal banyak kenyataan ga loh

2022-10-14

0

neng ade

neng ade

itu bibi nya sm si karin perlahan juga akan hancur..

2022-05-27

0

Febyanti

Febyanti

bakal nyesel tuh si bibi nanti.
Karin balik dalam keadaan sudah ternoda.
Lanjut thor

2022-02-26

2

lihat semua
Episodes
1 Dipermalukan
2 Siksaan yang bertubi-tubi
3 Pergi dari rumah
4 Tinggal di rumah Derya
5 Pujian
6 Pertemuan Derya dan Bagas
7 Pesta topeng
8 Bangkrut
9 Putus
10 Ketahuan
11 Dikurung
12 Melepaskan diri
13 Pertolongan
14 Bangkit
15 Pertemuan
16 Rencana
17 Hampir saja
18 Ungkapan Sena
19 Keberanian Renata
20 Semakin perhatian
21 Menolak hadiah
22 Pujian Bagas
23 Modus
24 Rapat
25 Menolak
26 Kembalinya Andara
27 Pendapat Bagas
28 Panggilan Mas
29 Makan malam
30 Kejutan
31 Pertemuan antara Derya dan Bagas
32 Minta maaf
33 Rencana menikah
34 Kakek Liam
35 27 tahun yang lalu
36 Janji
37 Bertanding
38 Kemenangan Renata
39 Makan malam
40 Membalas
41 Putus
42 Kejamnya kakek Liam
43 Terbuka nya rahasia
44 Jujur
45 Tidak mengakui
46 Pulang
47 Bertemu
48 Bersatu
49 Jahil
50 Resmi dibuka
51 Keputusan Bagas
52 Musibah yang bersamaan
53 Ke makam
54 Terungkap
55 Menemui
56 Memaafkan
57 Mengakui
58 Kantor polisi
59 Menerima warisan
60 Kenapa harus mantan?
61 Fakta yang mencengangkan
62 Mengungkap fakta
63 Pesta
64 Kedekatan Derya dan Gina
65 Gagal
66 Berhasil
67 Makan di warteg
68 Kelakuan pengantin baru
69 Berdamai
70 Setuju
71 Hamil
72 Jahilnya ibu hamil
73 Melamar Gina
74 Membongkar rahasia
75 Luluh
76 Sadar
77 Bahagia semua
78 Pengumuman
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Dipermalukan
2
Siksaan yang bertubi-tubi
3
Pergi dari rumah
4
Tinggal di rumah Derya
5
Pujian
6
Pertemuan Derya dan Bagas
7
Pesta topeng
8
Bangkrut
9
Putus
10
Ketahuan
11
Dikurung
12
Melepaskan diri
13
Pertolongan
14
Bangkit
15
Pertemuan
16
Rencana
17
Hampir saja
18
Ungkapan Sena
19
Keberanian Renata
20
Semakin perhatian
21
Menolak hadiah
22
Pujian Bagas
23
Modus
24
Rapat
25
Menolak
26
Kembalinya Andara
27
Pendapat Bagas
28
Panggilan Mas
29
Makan malam
30
Kejutan
31
Pertemuan antara Derya dan Bagas
32
Minta maaf
33
Rencana menikah
34
Kakek Liam
35
27 tahun yang lalu
36
Janji
37
Bertanding
38
Kemenangan Renata
39
Makan malam
40
Membalas
41
Putus
42
Kejamnya kakek Liam
43
Terbuka nya rahasia
44
Jujur
45
Tidak mengakui
46
Pulang
47
Bertemu
48
Bersatu
49
Jahil
50
Resmi dibuka
51
Keputusan Bagas
52
Musibah yang bersamaan
53
Ke makam
54
Terungkap
55
Menemui
56
Memaafkan
57
Mengakui
58
Kantor polisi
59
Menerima warisan
60
Kenapa harus mantan?
61
Fakta yang mencengangkan
62
Mengungkap fakta
63
Pesta
64
Kedekatan Derya dan Gina
65
Gagal
66
Berhasil
67
Makan di warteg
68
Kelakuan pengantin baru
69
Berdamai
70
Setuju
71
Hamil
72
Jahilnya ibu hamil
73
Melamar Gina
74
Membongkar rahasia
75
Luluh
76
Sadar
77
Bahagia semua
78
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!