Malam semakin larut, namun Renata maupun Bagas masih saling diam dan bergelut dengan otak masing-masing. Restoran berangsur sepi, hanya ada beberapa pengunjung yang masih ada di sana.
Renata menoleh ke arah kanan kiri lalu menatap Bagas yang sibuk dengan ponselnya.
Siapa yang tidak mengagumi pak Bagas. orangnya tampan dan juga kaya. Ah, aku tidak boleh terpesona padanya, aku tidak mau menjadi bahan ejekan lagi.
Renata meraih gelasnya dan menghabiskan minumannya yang tinggal sedikit.
Duk
Suara gelas Renata membuat Bagas terkejut. Pria itu menatap Renata yang nampak kesal.
"Kamu Kenapa?" tanya Bagas sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku jas.
"Aku mau pulang," ucap Renata ketus. Ia mengambil tasnya dan beranjak.
Bagas menatap jam yang melingkar di tangannya dan ikut beranjak.
"Oke, aku akan mengantarmu," ucap Bagas enteng.
Renata menghentikan langkahnya. membalikkan badan dan menatap Bagas yang ada di belakangnya.
"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri," tolak Renata.
Bagas menarik pergelangan tangan Renata, tanpa mengucap sepatah kata pun, ia membawa gadis itu ke mobilnya dengan paksa, bahkan Bagas tak mengindahkan suara Renata yang terus menolak ajakannya.
Melihat Renata masuk ke mobil Bagas, terpaksa supir Bu Nurmala pulang sendiri.
Dalam perjalanan itu pun sama seperti di restoran. Hening, Renata menatap ke arah luar jendela menikmati lampu yang berkelip menghiasi gedung yang menjulang tinggi, hingga ponselnya yang berdering membuyarkan lamunannya.
"Kenapa nada dering hp mu sama dengan punyaku?" pekik Bagas sambil melirik ponsel yang ada di tangan Renata.
"Mana aku tahu, ini dari bu Nurmala," bantah Renata tak kalah ketus. Ia langsung mengangkat telepon dari bu Nurmala.
"Halo, Re. Bagaimana makan malamnya?" tanya Bu Nurmala yang ada di seberang telepon.
Renata melirik Bagas yang sibuk dengan setirnya.
"Maksud Ibu, gimana apanya?" tanya Renata ragu.
"Gimana dengan Bagas, dia tampan, kan?"
Bu Nurmala menjelaskan pertanyaannya.
"Tampan, Bu. Tapi kaku kayak sapu lidi."
Seketika mata Bagas membulat sempurna, ia tak terima dengan julukan Renata yang disematkan untuknya, itu jelas akan menjatuhkan image nya.
Wah wah wah, apa apaan dia, berani-beraninya mengadu pada tante Nurmala.
Berbeda dengan Bagas yang nampak marah, Bu Nurmala malah tertawa terpingkal-pingkal mendengar penjelasan Renata.
"Sekarang kalian ada di mana, masih di restoran apa sudah pulang?" tanya tante Nurmala memastikan.
"Sudah pulang, sebentar lagi sampai."
Bagas melajukan mobilnya dengan kecepatan lebih yang membuat Renata takut.
Namun ia tetap pura-pura tenang dan memejamkan matanya meskipun wajahnya sudah pucat pasi.
Apa dia marah karena aku samakan dengan sapu lidi.
Masih Sempat-sempatnya Renata cekikikan saat melihat wajah Bagas yang semakin merah padam.
Selang tiga puluh menit, akhirnya mobil Bagas berhenti di depan rumah Bu Nurmala, Renata langsung turun tanpa di suruh, ia menghampiri Bu Nurmala yang ada di teras depan.
"Bu, aku masuk dulu," ucap Renata menatap Bagas yang berjalan ke arahnya.
"Masuklah, ibu mau bicara sama Bagas sebentar."
Apa yang akan mereka bicarakan?
Renata menghembuskan napas lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar. Ia tak mau ikut campur urusan Bagas dan Bu Nurmala.
Bagas pun masuk dan menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Gimana, Renata cantik, kan?" tanya tante Nurmala yang duduk di samping Bagas.
"Tante apa-apaan sih, aku masih belum ingin menjalin hubungan dengan wanita lain," tukas Bagas dengan tegas.
"Apa salahnya mencoba, tante lihat Renata itu gadis yang sangat baik. Kamu harus melupakan Melinda, jangan terlihat lemah, pasti dia akan menertawakan keterpurukan mu. Dari awal tante juga kurang suka dengan Melinda, dia itu hanya memanfaatkan kamu saja."
Bu Nurmala bersikeras meyakinkan Bagas, meskipun ia tahu bahwa Bagas sangat mencintai Melinda, setidaknya ia menggali lubang baru untuk pelabuhan hati Bagas.
"Tapi aku nggak bisa, Tante. Aku nggak mau menyakiti Renata hanya karena hubungan yang dipaksakan."
Bagas mengambil ponselnya yang berdering, ternyata itu pesan dari Melinda.
Besok aku akan tunangan, kamu bisa datang, kan?
Bagas mencengkeram erat ponsel yang ada di tangannya, seketika darahnya mendidih setelah membaca pesan itu. Amarahnya kembali memuncak. Seolah-olah Melinda ingin mempermalukannya.
Bu Nurmala meraih ponsel yang ada di tangan Bagas.
"Ini kesempatan bagus, tunjukkan pada Melinda kalau kamu juga bisa melupakan dia."
"Maksud, Tante?" tanya Bagas.
"Ajak Renata datang ke acara Melinda, dan tunjukkan pada semua orang kalau dia adalah pacarmu."
"Aku nggak mau," tolak Bagas dengan cepat. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Bagas tidak mau melibatkan orang lain dalam urusan pribadinya.
Tante Nurmala menepuk paha Bagas berulang-ulang, otaknya traveling mencari cara untuk membuat pria itu luluh.
"Bagas, dengarkan tante!"
Bagas menatap bu Nurmala dengan tatapan menyelidik.
"Racun harus dibalas dengan racun, kamu mau, Melinda tertawa diatas penderitaan kamu."
Bagas diam, ia meresapi setiap kata yang diucapkan bu Nurmala.
Benar juga kata tante Nurmala, kalau aku datang sendirian, pasti Melinda akan tertawa dan menganggapku tidak laku. Jika ini yang terbaik, tidak apa-apa, Renata juga tidak buruk amat.
"Kalau begitu Tante bilang sama Renata, besok aku akan mengajaknya pergi ke acara pertunangan Melinda."
Bu Nurmala berdecak kesal, menepuk bahu lebar Bagas yang hampir berdiri.
"Kamu harus bilang sendiri, kalau tante yang bilang, pasti dia nggak akan mau," bujuk tante Nurmala.
Terpaksa Bagas beranjak dan berjalan menuju kamar Renata.
Tok tok tok
Renata yang hampir melepas bajunya itu menatap ke arah pintu. Tanpa pikir panjang, Renata langsung membukanya.
"Ada apa?" tanya Renata pada Bagas yang mematung di depan pintu.
"Besok kamu harus ikut aku ke acara pesta pertunangan Melinda."
Ya ampun, ni laki, apa dia nggak bisa berkata lembut, meminta bantuan tapi memaksa, apa nggak ada kalimat yang lebih sopan, gerutu Renata dalam hati.
"Maaf, aku ada acara lain."
"Acara apa, dan sama siapa?" tanya Bagas menyelidik.
"Sama __"
Renata memotong ucapannya, ia bingung mau jawab apa. Pasalnya satu pun ia tak punya teman.
"Sama teman," lanjut Renata gugup.
"Mana teman kamu, biar aku yang bicara padanya."
Bagas menengadahkan tangannya tepat di depan Renata.
Renata semakin panik. Desakan Bagas membuatnya tak bisa berkutik lagi.
"Iya, aku akan ikut bapak pergi, sekarang pergi, aku mau tidur." Tanpa izin, Renata menutup pintunya dengan keras hingga Bagas terkejut.
Renata menyandarkan punggungnya di pintu, ia bingung dengan siatusianya saat ini yang bagaikan sandiwara.
Ia menatap wajahnya dari pantulan cermin.
"Re, kamu harus bisa bangkit, anggap saja dunia ini adalah permainan. Cukup cari jalan untuk bisa sampai ke Finish."
Renata menyemangati dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
neng ade
jemputlah kebahagiaan mu .. tp rubahlah juga cara sudut pandang mu dan jadilah wanita yg tangguh dan berkelas
2022-07-23
1
Diana Susanti
sapu ijuk sekalian 😁😁😁😜😜😜
2022-04-02
0
Mimah Alisa
ayo renata lo temenin bagas kasian dia di tinggal tunangan
2022-04-02
0