Renata diam di kamar. Matanya terus menyapu taman yang tepat berada di luar jendela. Sejak kejadian kemarin ia enggan untuk berhadapan dengan Derya. Namun tak ada pilihan lain, ia juga tak mau kembali ke rumah bibi. Masih terpahat dalam otaknya bagaimana Bibi dan Karin memperlakukannya begitu buruk bak binatang, dan itu tak mungkin terulang kembali.
Apa yang harus aku lakukan?
Otak Renata buntu, ia tak ingin tinggal di sana. Ia juga belum bisa memutuskan akan membawa dirinya ke mana lagi setelah pergi.
Apa aku kabur saja?
Renata mengetuk-mengetukkan jari di dagu sembari merencanakan misi keluar dari rumah Derya.
"Kenapa harus kabur, bilang saja mau pergi, toh mas Derya bukan siapa-siapa, dia tidak berhak melarangku."
Renata keluar dari kamarnya, kepalanya mendongak menatap pintu kamar Derya yang tertutup rapat. Setelah itu menatap jam yang menempel di dinding.
Jam dua, biasanya mas Derya ada di kamarnya, apa aku di temui dia saja?
Renata menyusuri anak tangga, setelah tiba di depan kamar Derya, ia langsung mengetuk pintu.
Ceklek
Pintu terbuka, benar saja. Derya yang membukanya sendiri.
"Ada apa, Re?" tanya Derya sinis.
"Maaf Mas, aku mau pergi dari sini."
Derya tersenyum licik, "Apa ini karena kamu sudah mendengarkan pembicaraanku dengan Sena?"
Mata Renata terbelalak, wajahnya pucat pasi dengan kepala terus menggeleng.
Dari mana mas Derya tahu kalau aku sudah mendengarkan pembicaraannya.
"Tidak, bukan itu, Mas." Renata melangkah mundur saat wajah Derya nampak merah padam dengan kedua tangan mengepal.
"Jangan bohong!" teriak Derya hingga urat lehernya nampak menonjol.
Renata semakin ketakutan, tubuhnya gemetar saat Derya terus maju mendekatinya.
Derya mencengkram dagu Renata dengan erat yang membuat gadis itu meringis.
"Sakit, Mas." Tangan Renata mencoba menahan tangan Derya. Namun, tenaganya yang lebih kecil tak mampu melawan kekuatan pria gagah itu.
Derya memutar tubuh Renata membawanya masuk ke kamar, lalu mendorong tubuh gadis itu hingga jatuh di atas ranjang.
Derya mengunci pintunya, melempar kunci itu ke kolong ranjang.
"Kamu tidak akan bisa keluar dari sini."
Renata menggeser tubuhnya hingga ke ujung ranjang, sedangkan Derya mulai membuka kancing bajunya bagian atas.
"Mas Derya mau apa?" tanya Renata dengan bibir bergetar.
Derya tiba di bibir ranjang, ia menopang tubuhnya dengan dua lututnya lalu menarik kaki Renata, hingga gadis itu terhempas dan berbaring.
"Lepas!" teriak Renata sembari menendang-nendangkan kakinya. Namun nihil, Derya mengikat kaki Renata menggunakan sabuk miliknya.
"Kamu tidak bisa lari kemana-mana, aku tidak akan membiarkanmu membocorkan semua rahasiaku," ucap Derya.
Renata menitihkan air mata, kini bukan lagi karena sakit, akan tetapi ia takut harta satu-satunya di renggut oleh Derya yang nampak sudah di buru nafsu.
"Mas, aku mohon lepaskan aku. Aku janji tidak akan menceritakan pada siapapun, termasuk pak Bagas," ucap Renata disela-sela tangisnya.
Derya kembali mengikat satu tangan Renata, Namun satu tangannya bergerak ke belakang dan meraih vas yang ada di nakas, karena lengah, akhirnya Renata memukul punggung Derya dengan vas itu.
Aawwww
Derya ambruk di sisi Renata sembari memegang punggungnya yang terasa ngilu akibat hempasan keramik. Renata langsung melepas satu tangannya. Ia melorot turun ke lantai dan melepas ikatan kedua kakinya.
"Dasar wanita sialan," umpat Derya dengan kasar.
Derya terbangun, meskipun menahan sakit ia tak mau menyerah begitu saja dan mencoba meraih tubuh Renata yang mulai menjauh.
Aku harus keluar dari sini, aku tidak mau mas Derya merusak kehidupanku.
Renata berlari menuju pintu dan terus memutar knop. Matanya sesekali menoleh ke belakang menatap Derya yang mulai turun dari ranjang.
"Sampai kapanpun kamu tidak akan bisa membuka pintu itu," ucap Derya sedikit pelan sembari berjalan menghampiri Renata.
Disaat panik, Renata masih bisa berpikir jernih. Ia menatap kolong ranjang yang nampak sempit dan teringat saat Derya melempar sesuatu ke arah sana.
Aku harus mengambil kuncinya.
Renata kembali mendorong tubuh Derya sekuat tenaga sehingga pria itu kembali terjatuh.
Renata berbaring, saat ini tak ada yang ia pedulikan kecuali dirinya sendiri yang harus keluar dari rumah terkutuk itu.
Renata memasukkan kepalanya tepat di bawah, kedua tangannya terus mengulur meraba lantai yang sangat gelap.
Tuhan, tolong aku.
Hati Renata berdenyut, selama ini ia tersakiti, namun saat ini adalah di mana dirinya berada di titik yang sangat memilukan.
Disaat hampir putus asa, tiba-tiba saja tangannya menyentuh sesuatu.
Ini kuncinya.
Renata menggenggam benda itu dan kembali keluar.
Derya masih berada di sisinya, punggungnya yang memar itu mengeluarkan darah membuat pria itu semakin tak berdaya.
"Jangan pergi kamu!" ucap Derya dengan suara berat.
Renata mencoba membuka pintu itu, berkali-kali ia mencoba membukanya dengan kunci yang berbeda-beda.
Kuncinya yang mana?
Renata semakin gugup hingga kunci di tangannya jatuh, beruntung Derya tak bisa bergerak dan sibuk mengusap darah di punggungnya, hingga yang terakhir. Akhirnya Renata bisa membukanya, ia mengusap keringat yang menghiasi wajahnya lalu tersenyum. Ia membuka pintu lebar. Namun, senyum itu meredup saat ia melihat Sena mematung di depan pintu.
"Bawa dia ke gudang!" titah Derya yang masih sadar.
Sena menarik tangan Renata dan menyeretnya menuju ke arah gudang yang juga ada di lantai dua.
"Lepaskan aku! Aku nggak salah."
Plakk
Sebuah tamparan mendarat di pipi Renata dengan keras.
"Kamu sudah berani membuat kakak ku terluka, dan sekarang kamu akan merasakan apa yang kakak rasakan."
Sena membuka pintu, ia mendorong Renata ke dalam dan kembali mengunci pintunya.
Renata berdiri dan menggedor-gedor pintunya.
"Sena, buka pintunya! Aku takut, di sini gelap."
Mata Renata menyusuri sudut ruangan kosong yang hampa, tidak ada apapun di sana yang membuat Renata semakin merinding.
"Ruangan apa ini?" Renata menatap langit-langit ruangan itu.
Sena menyerah, ia menyandarkan punggungnya tepat di belakang pintu lalu duduk menekuk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya di sana.
Sena menghampiri Derya dan membantu pria itu untuk bangun.
"Di mana Renata?" tanya Derya masih dengan suara lemah.
"Sudah aku bawa ke gudang. Kenapa dia bisa memukul kakak?"
Sena mengambil kotak obat dan membukanya lalu membersihkan luka Derya.
"Ceritanya panjang, yang pastinya jangan biarkan dia keluar dari sini, dia sudah tahu rencana kita."
Sena menghentikan aktivitasnya sejenak, menatap wajah Derya dengan lekat.
"Bagaimana kalau Renata bisa keluar dari sini dan lapor polisi? Aku nggak mau berhubungan dengan hukum."
Derya tertawa lepas, "Dia hanya gadis bodoh yang tidak tahu apa-apa, aku yakin dia nggak mungkin berani melakukan itu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
En
seruu sekali
2022-11-07
0
Sumardani Yati Ori
hemmmm
2022-10-14
0
neng ade
Semoga Renata bisa diselamatkan.. deg2 an aku thor . tegang ..
2022-07-23
0