"Em, maaf."
Dia juga segera menyadari apa yang terjadi. Melepaskan tanganku lalu menjaga jarak dariku. Gelagatnya bukan seperti prajurit, melainkan seperti seorang pangeran yang tidak akan sembarang menyentuh gadis. Tapi, apakah benar dia seorang pangeran?
"Aku ... aku ingin mencari teman. Kau mau berteman denganku?" Dia menjulurkan tangannya lagi, mengajak ku berjabat tangan.
Aku tersadar jika dugaanku ini memang lah benar. Ternyata dia itu kesepian. Bola mata hitamnya seolah menyiratkan padaku. Aku pun mencoba memahami keadaannya. Entah benar atau tidak, aku rasa tidak salah jika memenuhi permintaannya hanya untuk berteman.
"Namaku Ara. Aku perancang busana di istana Angkasa. Mohon maaf jika telah salah bicara." Aku meminta maaf padanya.
Kubungkukkan sedikit badanku seraya meletakkan tangan kanan ini di dada. Saat itu juga kulihat dia terdiam dan membisu, seolah terpana dengan cara perkenalanku. Dan mungkin karena hal itulah yang membuatnya menduga jika aku ini seorang putri.
"Tuan Xi, kalau begitu aku permisi. Hari sudah beranjak sore." Aku pun undur diri dari hadapannya.
Pria bernama Xi itu masih diam di tempatnya. Dia hanya memperhatikanku yang beranjak pergi darinya. Aku pun segera mendekati Black karena merasa hari sudah mulai sore. Tak baik berlama-lama di luar sendirian, apalagi aku ini perempuan. Jadinya aku pulang saja.
Xi. Dia dari negeri seberang tapi aku tak bertanya dari negeri mana. Ah, sudahlah. Lain kali saja.
Karena ingin menjaga pandangan dari orang-orang, aku pun tak sempat lagi menanyakan asal-usul pria itu. Mungkin saja dia mau jujur padaku. Toh, aku juga jujur padanya. Tapi lagi-lagi karena keadaan danau yang sedang sepi, aku segera bergegas pergi. Dari pada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi, jadinya lebih baik menjaga diri. Jika diberi kesempatan pasti kami akan dipertemukan lagi. Ya, walaupun entah kapan itu.
"Kau haus, Black? Kita kembali ke istana ya. Hari sudah sore." Aku pun segera menaiki kuda hitam Rain untuk kembali ke istana.
Sesampainya di istana...
Semilir angin menjelang sore ini terasa menyejukkan tidak seperti saat aku pergi dari istana. Kulihat angkasa megah dihiasi awan-awan berarak putih yang keabu-abuan. Mungkin saja hari akan hujan sebelum musim panas yang berkepanjangan. Entahlah, hanya Tuhan yang tahu akan kondisi cuaca ke depannya.
"Selamat datang, Nona Ara."
Pintu gerbang dibuka. Para prajurit yang berjaga menyambut kepulanganku. Kulihat istana megah nan luas berada di hadapanku. Tempat di mana seribu kisah cinta dimulai dari sini.
Keadaan kota tampak mengalami banyak perubahan. Sepertinya Cloud bekerja keras untuk hal ini.
Sepanjang perjalanan pulang kunikmati. Tidak seperti saat pergi yang terburu-buru hingga tak sempat lagi memperhatikan keadaan ibu kota. Dan kulihat ibu kota Angkasa ini banyak mengalami perubahan. Lebih tepatnya banyak sekali hiasan yang dipajang di sepanjang jalannya. Tambah cantik dan juga meriah. Beberapa tugu juga di bangun di sudut-sudut kota.
Hah ... akhirnya sampai juga di istana.
Pertemuanku dengan Xi di danau angsa putih sungguh tak terduga sama sekali. Cloud pernah bilang jika Angkasa menambah pendapatannya dari sektor wisata. Kuakui jika danau itu sudah jauh berbeda dibanding saat pertama kali aku mengunjunginya. Sekarang lebih banyak tempat bermain dan juga vilanya. Cloud menjadikan Angkasa bak taman surga.
Tapi, terlepas dari itu semua ada kekhawatiran yang muncul di benakku. Khawatir jika hal ini dimanfaatkan oleh orang yang berniat tak baik pada Angkasa. Dengan adanya pintu wisatawan, pastinya lebih banyak lagi orang-orang yang akan berdatangan ke Angkasa. Jika tidak melalui proses keamanan yang ketat, bisa saja Angkasa kecolongan oleh tamu tak diundang. Contohnya saja jatuh sakitnya raja saat ini yang menuai kecurigaan dari orang luar.
Rain? Dia menungguku?
Kulihat dari kejauhan seorang pangeran berjubah merah tengah berdiri bersama menterinya di balkon istana lantai tiga. Dia sepertinya tengah menunggu kepulanganku. Parasnya begitu berwibawa sebagai panglima tinggi di istana. Dan dia adalah kesayanganku.
Oh, ternyata dia bersama Tuan Dave.
Kulihat pangeran itu sedang berbincang bersama Menteri Pertahanannya. Mereka sepertinya masih membicarakan sesuatu berkenaan dengan keamanan negeri dan juga istana. Aku pun melambaikan tangan ke arahnya hingga dia tersenyum padaku. Kulihat dari jauh semburat senyum manisnya tersirat untukku.
"Black, ayo cepat ke belakang istana."
Aku pun meminta Black untuk segera ke belakang istana. Aku ingin mengembalikan Black ke kandangnya lalu bergegas menemui Rain di lantai tiga istana. Mungkin ada sesuatu yang bisa aku bantu di sana. Toh, aku juga ingin menemui tabib senior istana. Jadi ya sudah. Mari kita bergegas saja.
Beberapa menit kemudian...
Aku bergegas ke balkon lantai tiga istana untuk menemui Rain. Sesampainya di sana tentu saja kedatanganku disambut oleh Menteri Pertahanan Angkasa.
"Salam bahagia untuk Nona Ara." Tuan Dave menyambutku.
"Salam bahagia untuk Tuan Dave dan keluarga. Apakah ada yang bisa kubantu?" Aku segera menawarkan diri padanya.
Rain menarikku. Dia tanpa malu menggandengku di hadapan menterinya. "Kami sedang membahas rencana kartu nama penghuni istana, Ara. Untuk lebih mendisiplinkan para pekerja di sini. Rencana setiap orang yang keluar-masuk harus memiliki kartu nama agar keamanannya lebih terjaga. Jika tidak, maka pihak istana berhak melarangnya." Rain menuturkan padaku.
Oh ... jadi begitu ....
Aku pun mengerti hal apa yang sedang mereka bahas. Ternyata sedang membahas tanda pengenal untuk siapapun yang keluar-masuk istana.
"Lalu bagaimana dengan stempelnya? Jika stempel kartu nama dimiliki banyak orang, tetap saja bisa ditiru, bukan?" Kuajukan pertanyaan berkaitan dengan hal yang mereka bahas.
"Rencana stempel kartu nama hanya dimiliki oleh pangeran, Nona. Jadi tidak ada yang bisa menduplikatnya." Tuan Dave menerangkan padaku.
Aku mengangguk. Merasa hal ini adalah kabar baik untuk Angkasa. "Kalau begitu, syukurlah. Semoga keamanan istana jadi lebih terjaga ke depannya." Aku merasa bahagia.
Tuan Dave beralih ke pangeranku. "Pangeran Rain, kalau begitu saya permisi. Saya akan merencanakan rancangan kartu nama beserta nomor keamanannya. Permisi." Tuan Dave berpamitan.
"Baiklah, terima kasih." Pangeranku pun mengiyakan.
"Permisi, Nona."
Tuan Dave juga berpamitan padaku seraya membungkukkan sedikit badannya. Aku pun mengangguk, mengiyakan. Akhirnya hanya ada kami berdua di balkon lantai tiga istana ini. Saatnya aku bertanya tentang sistem keamanan Angkasa terhadap wisatawan asing. Semoga saja Rain tidak banyak bertanya tentang hal apa yang kutemui hari ini.
"Ara, ke mana saja?"
Tiba-tiba putra mahkota Angkasa ini memelukku setelah menterinya pergi. Pelukan kerinduan yang tertahan darinya. Aku pun menghirup dalam-dalam aroma parfumnya seraya melingkarkan kedua tangan ini di pinggangnya. Kusadari jika Rain begitu menyayangiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Elder FR
nalo nalooo,, saingan baru 😅
2022-07-25
0
Rain4ever
kalau kata aku ara pantesnya sama rain kak otor, rain banyak berjuang
2022-07-17
0