Baiklah, mari sekarang kita cari tahu tentang negeri bernama Arthemis itu.
Aku pun menutup buku tanaman obat berkhasiat lalu beralih ke sejarah hubungan antar negeri. Kubuka satu per satu halamannya sampai menemukan negeri bernama Arthemis. Aku pun membaca dengan saksama, berharap dapat menemukan sesuatu tentangnya.
Lambang negerinya kok seperti gunung ya?
Satu, dua, tiga menit berlalu. Hingga akhirnya tak sadar lagi sudah berapa lama aku membacanya. Aku pun mengerti sesuatu. Kututup bukunya lalu mencoba memahami sejarah yang ada.
Mendiang raja ternyata pernah berselisih pendapat dengan Raja Arthemis sebelumnya tentang batas teritorial negeri. Yang mana ada sebuah pulau sebagai pembatas kedua negeri dan pulau itu milik Angkasa. Tapi Arthemis tidak terima karena pulau tersebut berada di dalam kawasan lautnya. Mungkin mirip seperti perbatasan Pulau Kalimantan dan Malaysia jika di duniaku, yang terdapat pulau-pulau kecil di sekitarnya dan sempat pernah ada yang diperebutkan.
"Oh, jadi begitu. Ternyata masalahnya tidak jauh-jauh dari batas negara ya. Hm ... aku rasa hal ini bisa dibicarakan baik-baik. Tidak sampai dibiarkan berkepanjangan seperti ini." Aku memikirkannya sendiri.
Tersirat ide di benakku untuk menguraikan kesalahpahaman tentang batas lautan Angkasa dan Arthemis. Apalagi raja sebelumnya masih hidup hingga saat ini. Walaupun sebatas mendengarkan dari satu pihak, tetapi sepertinya Raja Sky bisa menggantikan mendiang raja dalam mendiskusikannya. Tidak perlu sampai perang dingin hanya karena sebuah pulau. Memang sih gengsi gede-gedean untuk bertemu setelah perang dingin lamanya. Tapi untuk kemakmuran dan keamanan rakyat, apa salahnya?
Semoga Yang Mulia bisa lekas pulih agar dapat bermusyawarah dengan pihak Arthemis.
Aku ini orangnya penasaran. Dan karena penasaran, aku ingin tahu pulau apa yang dimaksud dan seberapa penting pulau itu bagi Angkasa. Karena jika dilihat dari peta, pulaunya hanya setitik. Yang berarti luas wilayahnya tidak besar. Mungkin hanya bisa dibangun beberapa vila yang tidak sampai belasan. Tapi mengapa kedua negeri sampai berselisih paham karenanya? Jika Angkasa bisa mengalah, kenapa tidak? Agar hubungan kedua negeri jadi lebih baik lagi. Tuhan pasti menggantikannya dengan yang lebih baik.
Aku rasa sudah cukup.
Kuputuskan untuk menyudahi membaca sejarah hubungan negeri ini. Tanpa terasa lonceng jam istirahat makan siang telah berbunyi. Sepertinya aku keasikan membaca sampai tidak ingat waktu lagi. Padahal aku sudah mempunyai janji dengan pangeran bungsu kerajaan ini. Kini saatnya untuk menunaikan janjiku.
Rain, aku datang.
Kukembalikan buku-buku yang telah kubaca ke tempatnya lalu segera melangkahkan kaki ke luar perpustakaan istana. Penjaga perpustakaan pun memberi hormat kepadaku. Tak lupa kusisipkan satu koin emas untuknya di bawah buku tamu perpustakaan. Kulihat dia belum menyadari, tapi segera kutinggal saja. Aku harus segera ke gazebo istana untuk makan siang bersama pangeranku. Dia pasti tidak ingin menunggu.
Makan siang di istana...
Semilir angin siang begitu menyejukkan cuaca yang terik. Maklum saat ini sudah mulai memasuki musim panas di Angkasa, jadinya cuaca lebih panas dari biasanya. Kulihat bunga-bunga di taman juga sudah mulai kekeringan karena kurang hujan. Walaupun diairi tetapi tetap saja hujan yang paling menyuburkan. Dan aku harap hujan akan datang untuk mengobati kerinduan para tanaman. Entah kapan, tapi semoga saja.
Cloud, sedang apa kau di sana? Apakah sudah sampai di Asia?
Esok adalah hari ulang tahunnya. Hari ulang tahun seorang putra mahkota kerajaan Angkasa. Tapi sayang menjelang hari ulang tahunnya, dia harus diberi permasalahan yang membebankan pikiran. Ayahnya jatuh sakit dan tanpa terduga sebelumnya. Padahal pernikahan kami akan segera dilangsungkan. Tapi tanpa raja semua itu tidak bisa terlaksana.
"Mana ya Rain?"
Aku masih duduk sendiri di gazebo istana sambil melihat keadaan sekeliling. Harum semak mawar tercium walaupun hari sudah seterik ini. Tatanan bunga-bunga taman begitu memanjakan mata untuk terus memandangnya. Apalagi gemercik air kolam yang seolah ikut menenangkan. Membuatku betah berlama-lama di gazebo istana.
Gezebo ini memiliki sejarah besar bagi kedekatanku dan Rain. Gazebo inilah yang juga menjadi saksi atas perasaan Cloud yang sebenarnya terhadapku. Walaupun tempatnya tidak terlalu luas, tetapi sejarah yang terukir amatlah banyak. Jika menjadi ratu nanti, aku ingin gazebo ini dispesialkan. Kalau bisa hanya aku dan kedua pangeran saja yang boleh mendudukinya. Selain kami tidak boleh.
Ara, kau terlalu egois!
Entah sudah berapa lama aku menunggu, Rainku belum juga datang. Padahal kami sudah membuat janji temu sebelumnya untuk makan siang bersama. Tapi, dia tidak kunjung datang hingga membuatku bosan. Ditambah lagi perutku yang sudah mulai keroncongan. Lengkap sudah rasanya.
E-eh?!
Tiba-tiba saja ada yang menutup mataku dari belakang. "Rain, kaukah itu?" Aku pun memegangi tangannya.
Aku tak tahu tangan siapa ini. Tapi sepertinya memang Rain yang tiba-tiba menutup mataku dari belakang. Dan karena tidak ada jawaban, aku segera berdiri lalu mencoba melepaskan tangan yang menutupi mataku.
"Rain!" Saat itu juga aku berbalik dan melihatnya sedang tersenyum-senyum sendiri. Ternyata memang benar dialah yang menutup mataku ini.
"Untuk Tuan Putri." Dia menjulurkan tangannya seraya memberiku setangkai bunga mawar merah.
"Rain ...." Aku pun tersipu dengan tindakannya.
"Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba sedikit telat. Mohon jangan dihukum berat ya," katanya yang membuatku tertawa.
"Apa sih, Rain. Sudah duduk sini." Aku pun mempersilakannya duduk.
Pria berpakaian kerajaan berwarna merah itu masuk ke dalam gazebo. Kami pun duduk bersama menghadap ke arah gerbang istana. Dia kemudian membenarkan poniku, padahal tidak acak-acakan sama sekali. Tapi kubiarkan saja dia merapikannya.
"Kau bertambah cantik, Ara." Dia memujiku.
Seketika aku tersipu karena ucapannya. "Kau juga tampan," kataku malu-malu.
"Hei, hei!" Dia menarik daguku dengan jari telunjuknya. "Masih ingin malu-malu padaku setelah apa yang kita lalui dan lakukan bersama?" Perkataannya seolah membuatku terperangkap.
"Ih! Dasar mesum!" Aku pun mencubit perutnya.
"Aw, Ara!" Dia pun kesakitan.
"Sudah, ayo makan siang! Aku sudah lapar," kataku sambil memegang perut ini.
"Hah, ya. Baiklah." Dia pun menurut sambil memegangi perutnya yang kucubit. "Pelayan!!!" Dia kemudian memanggil pelayan yang berjaga di dekat gazebo. Kami akhirnya memesan makan siang.
Entah mengapa saat duduk di gazebo tadi tidak lagi dihampiri pelayan dengan makanan dan minuman pembukanya. Apakah ada sesuatu yang terjadi pada mereka sehingga pelayanan yang kurasakan di awal tidak lagi kudapatkan sekarang? Atau jangan-jangan Rain yang sengaja memintanya untuk menunda sajian karena dia ingin kami memilih sendiri menunya? Entahlah. Lebih baik mengeyangkan perut dahulu lalu berpikir kemudian. Selamat makan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Elder FR
slmet babang rain di kcsp brhsil jebol gawang si eneng😂😂😂
2022-07-25
0
Rain4ever
so sweet rain akuuhhh
2022-07-17
0