Suara itu?!
Seketika aku terperanjat kaget mendengarnya. Dengan segera aku menoleh ke belakang lalu bergegas berdiri. Aku harus mawas diri.
"Tidak perlu takut. Aku bukan orang jahat," katanya lalu berjalan mendekatiku.
"Si-siapa kau?!" tanyaku yang khawatir melihatnya mendekatiku.
Dia tersenyum kecil di hadapanku. Parasnya tampan dengan pakaian mirip seperti seorang prajurit tinggi yang kulihat di istana. Berwarna biru tua dengan sabuk di pinggangnya. Kulihat dia juga membawa pedang, seperti bukan penduduk biasa.
"Boleh aku duduk di sini?" tanyanya seraya menunjuk tepi gazebo yang menjorok ke danau.
Aku merasa khawatir. Kulihat keadaan sekitar danau juga tampak sepi. Black pun entah di mana gerangan berada. Tadi sesampainya di sini kubiarkan dia mencari rumput. Tapi sekarang sudah tidak ada.
Aduh, Black. Di mana dirimu ...?
"Kau tidak memesan makanan atau minuman?" tanyanya lagi padaku.
Dia ini siapa sih? Tiba-tiba datang ke sini!
"Kalau tidak ada uang, aku bisa menraktirmu," katanya, menawarkan.
Sungguh aku tidak tahu siapa pria di hadapanku ini. Aku belum pernah mengenal sebelumnya. Entah jika dirinya. Tapi kurasa dia bukanlah penduduk Angkasa. Wajahnya lebih mirip seperti penduduk Asia.
Astaga ... jangan-jangan!!!
"Tuan, siapa dirimu? Mengapa kau bisa ada di sini?" tanyaku lagi.
Dia tersenyum. Hanya tersenyum saja tanpa menjawab pertanyaanku. Aku pun kesal jadinya karena pertanyaanku tidak dijawab olehnya.
"Kau gadis yang lucu," katanya yang tak kumengerti mengapa bisa berbicara seperti itu.
"Hei! Aku itu bertanya, kau itu siapa?!" Aku mulai kesal padanya.
Jarakku dan dia hanya beberapa langkah saja. Mungkin ada sekitar dua meter. Aku pun masih menjaga jarak darinya. Jika dia macam-macam, maka jangan salahkan aku jika melempar pot bunga yang ada di atas meja gazebo. Aku tidak akan sungkan melakukannya.
Mencurigakan sekali ....
Aku tidak tahu siapa gerangan pria yang datang ini. Aku juga tidak tahu dari mana dirinya berasal. Tapi kalau melihat parasnya yang bersih dan juga penampilannya seperti seorang prajurit tinggi, sepertinya dia bukan orang biasa. Mungkin saja dia benar-benar prajurit atau seseorang yang sedang menyamar. Entahlah, lebih baik berjaga-jaga saja.
Lihat lambang bajunya, Ara.
Tiba-tiba terbesit di pikiranku untuk melihat lambang bajunya. Lantas saja aku segera memutarinya sambil tetap berjaga-jaga jika dia punya niat buruk padaku. Pelan tapi pasti akhirnya kutemukan juga lambang di bajunya. Dan ternyata, lambang bongkahan kristal yang kulihat di sisi lengan kirinya. Entah dari mana dirinya berasal.
Dia menjulurkan tangannya. "Aku Xi. Aku sedang berkunjung ke tempat ini. Siapa namamu?" tanyanya seraya tersenyum padaku.
Xi?
Seketika aku tersadar jika dia bukanlah orang jahat. Tidak mungkin orang jahat memperkenalkan dirinya, bukan? Mungkin dia adalah pengunjung atau wisatawan yang datang ke Angkasa. Tapi, kenapa dia begitu berani mendekatiku yang sedang duduk sendiri di sini?
"Em ...." Aku pun seperti tidak dapat berkata apa-apa padanya.
Semilir angin di awal musim panas menyapu helaian rambutku yang dibiarkan tergerai. Sesekali aku pun menyampirkannya ke telinga agar tidak menghalangi pandanganku terhadap pria di depanku ini. Aku merasa curiga dan juga penasaran. Mengapa dia menyapaku saat keadaan danau terlihat sepi? Apakah dia mata-mata suatu negeri yang diutus ke sini? Atau memang hanya sekedar wisawatan biasa yang ingin melihat pemandangan di danau ini?
Dia tersenyum kembali, menundukkan pandangannya lalu melihatku lagi. "Kalau boleh aku menebak, kau adalah seorang putri. Bukan begitu?" Dia mencoba menebakku.
Sontak aku terkejut dengan tebakannya. Atau penampilanku memang seperti seorang putri?
"Kau putri dari kerajaan Angkasa, bukan?" tanyanya seraya mendekat ke arahku.
"Hentikan! Kau bisa terkena sangsi dari Angkasa jika berbuat tidak senonoh pada seorang gadis!" Aku memperingatkannya.
Aku pikir dia akan berhenti mendekatiku. Tetapi yang terjadi ternyata bukan seperti itu. Dia diam di tempat sambil memperhatikanku seraya membungkuk. Aku pun risih dengan posisi seperti ini. Namun, tak berapa lama dia berdiri tegak kembali.
"Hm, baiklah jika kehadiranku terlalu menakutkanmu. Aku Xi. Seseorang dari negeri seberang yang sedang berkunjung ke sini. Kudengar Angkasa membuka lebar-lebar pintu wisatanya sehingga aku tertarik untuk datang. Aku menginap di vila itu." Dia menunjuk vila yang ada di ujung sana. Tertutupi pepohonan sekitar danau.
"Em, jadi Anda?"
"Katakanlah jika aku sedang berlibur," katanya, seraya memasukkan kedua tangan ke saku celana.
"Oh ...." Aku pun sedikit lega karena ternyata dia seorang wisatawan asing.
Cloud menambah pemasukan Angkasa lewat sektor wisata. Tentu saja pendapatan Angkasa bertambah kali lipat dari sebelumnya. Tapi, ada satu hal yang aku khawatirkan dari hal ini. Aku khawatir Angkasa kecolongan orang asing yang berniat jahat pada raja. Karena tampak luar belum tentu tampak dalam. Dan aku amat mengkhawatirkannya.
"Jadi kau dari istana?" Dia menanyakanku lagi.
Aku segera tersadar dari pikiranku sendiri. "Em, tidak. Aku juga pendatang. Tepatnya aku bekerja di sini." Aku menutupi jika seorang calon ratu negeri ini. Toh, aku memang pendatang di Angkasa.
"Bekerja di istana? Wah! Tapi penampilanmu seperti seorang putri. Astaga ... bagaimana bisa aku tertipu?!" Dia tak habis pikir sendiri. Memegang kepala karena rasa tak percaya.
"Terserah mau percaya atau tidak. Aku memang bekerja di sini." Aku beranjak pergi.
"Tu-tunggu. Kau mau ke mana?" Dia ingin menahanku.
"Maaf, Tuan. Kudaku entah di mana. Aku ingin mencarinya." Aku beralasan saja.
Aku belum tahu tentang kebenaran pria bernama Xi ini. Sehingga harus selalu berjaga-jaga. Lagipula jika ada yang melihatnya, bisa memicu masalah baru. Karena hanya ada aku dan dirinya di gazebo ini. Nanti yang ada malah dikira kegenitan karena bersama pria lain yang bukan kedua pangeranku. Jadi aku bergegas pergi saja.
"Nona, kudamu sedang makan rumput di sana!"
Dia menunjuk suatu tempat yang ada di tengah-tengah area danau ini. Dan kulihat ternyata benar, Black memang sedang makan rumput di sana.
Astaga ... aku terlalu berhati-hati sepertinya.
"Maaf, Tuan. Aku terlalu khawatir. Kuda itu bukan punyaku, aku meminjamnya. Kalau begitu, aku permisi." Aku pun berpamitan padanya.
Kuletakkan tangan kanan di dada lalu sedikit membungkuk di hadapannya. Setelah itu aku pun bergegas pergi. Tapi ... dia mengejarku. Dia mengikutiku.
"Hei, jangan terburu-buru. Bisakah kita berkenalan sebentar?" Sepertinya dia seorang pria yang ramah.
Aku berbalik menghadapnya. "Tuan, sekitar danau tengah sepi. Aku permisi ya." Aku berpamitan lagi.
"Tunggu!"
Seketika dia menarik tanganku hingga tubuhku memutar ke arahnya. Saat itu juga kami berhadapan dengan jarak yang dekat sekali. Entah mengapa sorot matanya seperti menyiratkan sesuatu untukku. Ada kesepian di dalam sana dari bola mata hitamnya.
"Tu-tuan?!" Aku pun gugup dengan jarak yang begitu dekat.
Helaan napasnya hampir bisa kurasakan. Kami pun saling memandangi indah paras masing-masing. Kuperhatikan saksama apa yang ada di wajahnya. Dari bibir mungilnya, alis tebalnya, wajah tirusnya, bola mata hitamnya, seolah memaksaku untuk terus menatapnya. Tapi saat itu juga aku tersadar jika tengah berbuat kesalahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Elder FR
gnti jdul kekny tor😂😂😂
2022-07-25
0
Rain4ever
kak otor bisa aja buat adegannya
2022-07-17
0
Rain4ever
ara bikin iri
2022-07-17
0