"Akhirnya ...."
Rain merebahkan diri di sisi kiriku. Dia lalu memegang tanganku ini. Aku pun melihat ke arahnya yang sedang menatap langit biru. Paras rupanya pasti akan membuatku rindu. Tapi apalah daya jika ini pertemuan terakhir kami sebelum keberangkatannya ke negeri lain.
"Sayang." Dia memanggilku.
"Hm?" Aku menatapnya.
"Kau masih ingat saat pertama kali kita ke sini?" Dia lagi-lagi mengingatkanku.
"He-em. Dan kau selalu menggodaku waktu itu." Aku menatapnya.
Dia tertawa kecil. "Aku sebenarnya bukan menggoda, tapi juga ingin. Hanya saja saat itu aku masih malu." Rain jujur padaku.
"Malu?" tanyaku.
"He-em. Aku malu." Dia menatapku juga. "Kau tahu, Ara. Putra mahkota itu bagai mutiara berharga bagi sebuah kerajaan. Kami tidak boleh sembarang bertindak apalagi kepada seorang gadis. Tapi entah mengapa di depanmu, aku malah begini. Hahahaha." Dia tertawa sambil memalingkan pandangannya dariku.
Aku pun menyadari hal itu. Para pangeran dan putri kerajaan pasti amat menjaga martabatnya. Mereka sama sekali tidak boleh menunjukkan rasa ketertarikannya di hadapan banyak orang. Mungkin memang sudah aturannya seperti itu, serba baku.
"Sekarang aku telah menyerahkan semuanya padamu." Dia meletakkan kedua tangan di belakang kepala sebagai bantalnya. "Aku harap ini bisa menjadi bukti akan keseriusanku. Aku menyayangimu, Ara." Dia menoleh ke arahku.
Aku bergeser sedikit ke arahnya. Kupeluk tubuhnya dari samping. Kunikmati aroma parfumnya yang memabukkan. Aku pun menikmati irama detak jantungnya yang terdengar merdu di telingaku. Rain lalu melebarkan tangan kanannya agar aku bisa bersandar. Dan akhirnya kami berpelukan sambil menikmati semilir angin siang ini.
"Aku berharap kau bisa cepat pulang, Rain," kataku padanya.
Rain mencium keningku. "Iya, Sayang. Secepatnya aku akan pulang. Lagipula aku juga sudah tidak sabar ingin berbulan madu bersamamu." Dia membuatku tersenyum.
Aku diam saja sambil memperhatikan paras rupanya.
"Lusa aku akan berangkat menyeberangi lautan. Maka dari itu hari ini aku ingin menghabiskan waktu bersamamu. Karena esok aku harus berkemas bersama ratusan prajuritku." Dia menerangkan.
"Jadi ... kau akan berangkat lusa?" tanyaku serius.
"Ya." Dia menatapku. "Aku harus berangkat dan tidak bisa ditunda lagi. Sebenarnya aku sudah harus berangkat sejak tiba dari Aksara. Tapi, aku menundanya demi dirimu." Dia menuturkan.
Rain ....
Entah mengapa aku merasa terenyuh. Ternyata ini sebabnya dia berbicara tak jelas waktu itu. Keberangkatannya memang tidak bisa ditunda lagi. Aku pun merasa sedih sekali.
"Aku pikir kita akan mengikat janji suci terlebih dahulu, baru kau akan pergi." Aku memalingkan pandangan darinya.
Rain memutar tubuhnya ke arahku. "Sayang, maafkan aku. Mungkin aku tidak bisa bersamamu di altar pernikahan. Tapi yakinlah suatu saat aku akan bersamamu di sana. Untuk saat ini kau harus menurut pada kak Cloud. Hiduplah bahagia bersamanya. Jangan pikirkan aku."
"Rain!" Seketika aku bangun.
"Kenapa Sayang?" Dia kaget melihatku beranjak dari pelukannya.
Entah mengapa aku merasa sedih sekali saat mendengar kata-katanya. "Kau menyerahkan diriku padanya?" Tiba-tiba hatiku ini terasa sakit.
"Hei, jangan berpikiran seperti itu." Dia juga beranjak bangun, duduk di sisiku. "Lagipula jika kalian tidak menikah, apa aku bisa tenang di negeri orang? Itu malah lebih membahayakan, Ara. Kalian bisa saja melakukan sesuatu di belakangku dan hal itu membuatku gentayangan." Dia menjelaskan padaku.
Aku mengerti maksudnya. Rain memintaku menikah dengan Cloud agar dia merasa tenang selama masa pengembaraan. Jika aku belum menikah dengan Cloud, dia akan khawatir terhadap apa yang terjadi pada kami nantinya. Dia lelaki pasti tahu bagaimana sifat lelaki saat bersama gadis yang dicintai. Pernikahan memang jalan satu-satunya untuk mendapatkan ketenangan hati. Ya, aku menyadari hal itu.
"Tapi Rain, jika aku menikah pastinya akan mempunyai anak. Apa kau tidak keberatan?" tanyaku padanya.
Dia mendekat lalu memelukku dari belakang. "Aku tidak peduli. Perawan atau tidak, aku tidak peduli. Sekalipun kau sudah mempunyai anak, anakmu juga akan menjadi anakku. Ara ... cintamu mengalihkan logikaku. Yang aku tahu, aku mencintaimu. Aku menerima semuanya." Rain merebahkan kepalanya di bahuku.
"Rain ...."
Seketika itu juga aku begitu terharu dengan ucapannya. Dia sama sekali tidak mempersalahkan aku perawan atau tidak. Bahkan jika aku mempunyai anak pun dia tidak merasa keberatan.
"Rain, jika aku memilihmu apa kau tetap akan pergi?" tanyaku yang sontak membuatnya terkejut.
"Ara ...." Dia seperti tidak dapat berkata apa-apa.
"Maafkan aku, Rain. Aku salah karena tidak bisa memilih." Aku merasa malu padanya.
"Sayang." Dia memutar tubuhku menghadapnya. "Tolong jangan membuatku ragu dalam mengambil keputusan. Kau adalah segalanya bagiku. Kita pikirkan yang senang-senang saja, ya. Pikirkan saat aku kembali dan kita bisa menghabiskan waktu bersama tanpa perlu diganggu lagi. Itu juga jika kau masih mau menikah denganku." Dia menatapku dalam.
Aku terdiam.
"Nanti saat aku kembali, kita akan menikah. Aku akan membahagiakanmu tanpa mengucilkan anakmu. Anggap saja aku menitipkan sementara waktu karena keadaan yang tidak memungkinkan. Hati, jiwa dan ragaku hanya milikmu seorang. Sekarang dan selamanya." Lagi-lagi dia meyakinkanku.
"Rain ...."
Aku memeluknya. Tak kuasa menahan haru karena perkataannya itu. Berulang kali dia meyakinkanku. Lalu masih pantaskah aku untuk tidak memercayainya?
"Jalani saja apa yang ada. Jangan bebankan pikiranmu. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Lagipula aku tidak ada niatan sedikitpun untuk meninggalkanmu. Aku hanya menjalankan tugas." Rain meyakinkan aku kembali.
"Tapi di sana kau pasti bertemu dengan banyak putri. Aku khawatir kau akan tergoda oleh mereka." Aku merasa takut.
Rain menghela napasnya. "Sayang, dengarkan aku. Perlu kau ketahui tubuhku ini hanya bereaksi saat berada di dekatmu. Tidak di dekat gadis lain," katanya.
Sontak aku melepaskan pelukanku. "Apa itu benar?" tanyaku tak percaya.
"Benar." Dia mengangguk. "Hanya denganmu aku bisa semesum ini." Dia mencolek hidungku. "Aku juga tidak mengerti mengapa, tapi respon tubuhku begitu cepat saat bersamamu. Kau sudah mencukupi semua yang kubutuhkan, Ara. All That I Need." Rain lalu mencium keningku.
Rain ... hatiku berbunga-bunga mendengar perkataanmu.
"Sudah, jangan sedih lagi. Pikirkan yang baik-baik. Aku pergi untuk kembali. Aku tetap milikmu, Araku."
Rain memelukku, aku pun memeluknya. Aku sungguh bahagia dengan semua perkataannya hari ini. Kusadari jika cinta Rain amat besar kepadaku. Tidak sepantasnya bagiku meragukan cintanya. Tapi biarlah untuk saat ini aku mengabdi kepada Cloud, pria yang akan menikahiku. Namun, bukan berarti aku melupakan Rain.
Aku berharap semuanya baik-baik saja. Dan aku berharap Cloud juga bisa memahami keadaan ini. Semoga setelah pernikahan nanti kami bisa menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik. Bagaimanapun Cloud akan menjadi suamiku. Saat bersamanya aku pun harus menjaga perasaannya. Biarlah Rain kusimpan dalam hati sampai dia kembali. Aku menyayangi keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
ina ana
makasih kak dah update ge
2022-07-02
0
Yuni siman
Lanjut thor 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
2022-03-15
0
Elder FR
lanjuttttt
2022-02-26
0