Almer terkekeh kecil dan tertunduk ketika mendengar Sora memanggil nama lengkapnya.
"Kenapa tertawa? itu nama lengkapmu, kan?" tanya Sora
Almeer mengangguk, "Aku tidak menyangka kamu masih mengingat namaku."
Sora mengernyitkan keningnya, "Kamu mengenaliku?" tanya Sora.
"Aku hanya menduganya dan kamu memberikan jawabannya sore ini." Jawab Almeer.
Almeer ganti menatap pria disamping Sora yang terlihat umurnya tak jauh berbeda darinya. Ia mengulurkan tangannya, "Almeer."
"Aga." Pria bernama Aga itu membalas uluran tangan Almeer.
"Dulu kita sering bertemu beberapa kali di Jogja bukan? tapi baru sekarang takdir mengijinkan kita saling memperkenalkan diri." Kata Almeer.
"Ingatan anda cukup bagus untuk mengingat beberapa tahun lalu." Sahut Aga.
Almeer tersenyum, "Silahkan masuk." Kata Almeer, ia menunda niatnya untuk ke masjid dan mengantarkan tamunya masuk kedalam rumah Iqbal dan Azizah.
"Silahkan duduk." Kata Almeer mempersilahkan tamunya untuk duduk.
"Terimakasih," Sora dan Aga duduk di kursi ruang tamu.
Almeer masuk ke ruang tengah, "Oom Iqbal. Tantee Zizah. Ada Tamu ...," Ujar Almeer ketika bertemu Iqbal dan Azizah yang baru keluar kamar.
"Siapa, Al?" tanya Iqbal
"Sora ...," Jawab Almeer, "Yang pernah Al tolong malem-malem ituloh, Oom."
"Oooh, iya iya." Iqbal teringat.
"Ya sudah, kita temui sebentar Mas sebelum ke Masjid." Ajak Azizah.
Iqbal mengangguk, mereka bertiga pergi ke ruang tamu untuk menemui Sora.
"Assalamu'alaikum," Sapa Iqbal dan Azizah pada Sora.
"Wa'alaikumsalam, " Jawab Sora, ia berdiri dan mencium tangan Azizah.
"Apa kabar, Sora?"
"Alhamdulillah, Bu. Sudah membaik." Jawab Sora.
"Perkenalkan, saya Aga." Aga mengulurkan tangannya pada Iqbal, "Saya perwakilan dari keluarga Sora, ingin menyampaikan sesuatu titipan dari kelaurga Sora untuk keluarga anda, Pak."
"Iqbal." Iqbal menyambut tangan Aga dan memperkenalkan diri."Ayo silahkan duduk," Kata Iqbal.
Setelah semua duduk, Aga mengeluarkan sebuah berkas dari dalam tasnya dan meletakkannya di meja depan Iqbal.
"Apa ini, Nak Aga?" tanya Iqbal.
"Saya akan mempersingkat penjelasan mengingat kedatangan kami sangat tidak tepat." Ujar Aga.
"Pak Langit, Papa dari Nona Sora sekaligus pemilik Actmedia Group ingin membalas budi pada keluarga Almeer yang sudah membantu merawat putrinya. Beliau ingin menjadi donatur tetap di pesantren ini dan beliau menyerahkan sejumlah uang untuk pembangunan pesantren ini."
"MasyaAllah!" Iqbal, Azizah dan Almeer dibuat terkejut dengan penjelasan Aga.
"Didalam sini sudah ada buku tabungan berisi dana pembangunanan pesantren, kartu ATM dan pin ATMnya. Tiap bulan setiap tanggal satu, anda bisa mengambil dana didalam ATM tersebut." Aga menyodorkan sebuah amplop berlogo salah satu bank.
Iqbal membuka ampol yang disodorkan Aga dan membuka buku tabungan yang tersedia disana.
"Astaghfirullahaladzim, Nak Aga! Ini sangat berlebihan, jumlah ini terlalu besar." Ujar Iqbal.
Azizah mengambil buku tabungan dari tangan suaminya, "MasyaAllah." Azizah menunjukkan buku tabungannya pada Almeer.
"Benar, Sora. Ini sangat berlebihan, kami hanya menolongmu semalam."
"Benarkah? Aku tidak tahu jumlahnya." Sora ikut benasaran dan ingin berdiri melihat isinya tapi Aga menahan tangannya. "Kenapa?" bisik Sora.
Aga menggeleng dan menyuruh gadis disampingnya itu untuk duduk kembali dan Sora pun menurutinya.
"Saya hanya menjalankan perintah tuan besar, Pak. Beliau juga berpesan untuk menerimanya, karena nominal itu tak sebanding dengan keselamatan putrinya." Aga mencoba meyakinkan keluarga Almeer.
"Saya sangat berharap Bapak dan Ibu bisa menerima ucapan terimakasih dari Papa dan Mama saya." Tambah Sora, "Mereka akan sedih jika kalian menolaknya."
Iqbal dan Azizah saling menatap.
"Saya mohon ...," Pinta Sora.
"Ini Rezeki untuk Pesantren ini, Pak." Tambah Aga.
Iqbal menatap istrinya, "Bagaimana, Umma?" tanya Iqbal.
Azizah mengangguk, "Mungkin ini memang rezeki dari Allah untuk pesantren ini, Abi." Jawab Azizah.
Iqbal mengangguk, "Baiklah, kami terima pemberian pak Langit ini. In Shaa Allah jika kami diberi kesempatan, kami akan pergi ke kediaman beliau untuk mengucapkan terimakasih." Kata Iqbal.
"Baik, saya akan sampaian niat Bapak dan Ibu pada tuan besar." Jawab Aga. "Baik, urusan kami sudah selesai. Kami pamit pulang dulu." Aga berdiri dari duduknya.
"Loh, kok udahan sih, Ga?" tanya Sora.
"Iya, kalian bisa nunggu disini dulu." Kata Azizah.
"Terimakasih tawarannya, Bu. Tapi kami harus segera pamit, kami tidak mau menganggu waktu ibadah anda sekeluarga." Kata Aga.
Iqbal dan Azizah mengangguk, menghormati keputusan Aga. Mereka berdiri mengantar Aga dan Sora keluar rumah.
"Assalamu'alaikum," Pamit Sora dan Aga.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Sahut Iqbal dan Azizah.
"Oom, Tante. Al nganter mereka ke depan ya?" Kata Almeer.
"Iya, Al. Oom tunggu di masjid, ya." Sahut Iqbal.
"Oke, Oom."
Almeer mengajak Sora dan Aga menuju ke tempat parkir mobil.
"Tolong sampaikan terimakasihku pada kedua orangtuamu. Dan maaf aku tidak bisa menemui mereka untuk mengucapkan terimakasih langsung pada mereka." Kata Almeer. "Jika Allah mengizinkanku datang kembali ke Jakarta, akan ku pastikan menemui mereka."
Sora menatap Almeer, "Memangnya kamu mau kemana?" tanya Sora.
"Aku harus kembali ke rumahku lah." Jawab Almeer.
"Malang?" tanya Sora.
Almeer menggeleng, "Jogja." Jawab Almeer.
"Kapan?"
"Besok subuh."
"Cepet banget."
"Enggak, kok. Aku malah terlalu lama disini." Kata Almeer.
"Tapi, kamu masih punya janji yang harus kamu tepati padaku kan?" tanya Sora. Ia menghentikan langkahnya, merajuk menatap Almeer.
Almeer dan Aga ikut berhenti.
"Aku akan menunggumu sampai selesai sholat Magrib." Kata Sora.
"Nona, kita harus segera pulang untuk menghadiri pesta makan malam tuan Marko." Aga mengingatkan Sora.
"Aku gak ikut." Jawab Sora.
"Jangan tunda urusanmu, Sora." Kata Almeer.
Sora mengernyit.
"Aku tidak bisa menepati janjiku hari ini, aku juga ada urusan di pesantren yang tidak bisa ku tinggalkan." Kata Almeer.
"Aku sudah menunggumu sangat lama." Kata Sora.
"Allah belum mengizinkan hari ini." Ujar Almeer.
Keduanya diam dan hanya saling menatap.
Almeer membuat senyum tipis dibibirnya, "Sudah ku bilang kan? kamu cantik dengan hijab."
Sora tersipu malu dengan pujian Almeer, " Kamu bisa aja," Sora malayangkan tangannya hendak memukul tubuh Almeer.
Namun dengan sigap Aga menahan tangan Sora, sedangkan Almeer sudah mundur selangkah menghindari tangan Sora. Hal itu membuat Sora menjadi heran.
"Aku sudah wudhu." Jawab Almeer sebelum Sora salah paham.
"Ooh ...," Sora memahami dan sedikit malu dengan tingkahnya. "Maaf, ya."
Almeer mengangguk.
Sora menatap Aga dengan sinis dan menarik tangannya dengan kasar dari tangan Aga. "Aku masih mau bicara sama Almeer, Ga. Mending kamu masuk ke mobil dulu." Pinta Sora dengan wajah ketusnya.
"Baik, Nona." Aga mengangguk kemudian menatap Almeer sejenak lalu beranjak pergi.
Sora kembali menatap Almeer, "Beri aku alamatmu di Jogja. Aku akan menemuimu disana."
Almeer menggeleng, "Biar Allah yang mengatur pertemuan kita selanjutnya."
"Hah? yang bener aja dong, Al?" keluh Sora. "Kamu memperumit sesuatu yang mudah."
"Enggak juga, aku hanya terbiasa melibatkan Tuhanku untuk semua urusanku." Jawab Almeer, "Serahkan saja pertemuan kita padaNya. Ia tidak akan mengecewakan hambanya."
Sora terdiam, mencoba mengerti hal yang menurutnya sangat mudah namun pria didepannya itu malah merumitkan segala urusannya.
"Aku akan mencarimu." Kata Sora dengan tatapan berapi-api.
Almeer terkekeh kecil melihat Sora. "Lakukan sesukamu." Jawab Almeer.
"Aku serius." Sora meyakinkan.
"Aku gak pernah menganggapmu bercanda."
Sora kembali diam menatap Almeer yang masih tersenyum lebar.
"Kenapa?" tanya Almeer.
Ganteng bangeeet, Batin Sora.
"Lagi mengagumi ciptaan Tuhan didepanmu ini?" tebak Almeer.
Sora bisa sudah ingin sekali menganggukkan kepalanya berulang kali, namun ia menahan diri agar tidak terlihat bodoh didepan Almeer.
"Pastikan kamu menceritakan kisah semut dan nabi Sulaiman ketika kita bertemu." Ancam Sora, mengalihakan perhatian.
"InshaAllah." Jawab Almeer.
Sora diam, percakapan antara dirinya dan Almeer sudah sampai di ujung percakapan. Seharusnya ini waktu dirinya mengakhiri pembicaraan, namun ia merasa berat dan masih ingin terus berbincang dengan Almeer.
Lama keduanya diam tanpa pembicaraan dan hanya saling menatap hingga suara bedug adzan magrib terdengar menggema di seluruh halaman pesantren Darul Hikmah.
"Aku harus segera ke masjid." kata Almeer.
"Apa kita tidak bisa berbincang sedikit lagi?" tanya Sora.
Almeer menggeleng, "Pemilik kehidupanku tidak bisa kubiarkan menunggu."
Sora terlihat kecewa, "Pastikan untuk punya banyak waktu buatku ketika kita bertemu." Kata Sora.
"Pintalah padaNya agar kita bertemu di waktu yang tepat." Almeer tersenyum.
Sora menghela nafas panjang mendengar Almeer yang selalu melibatkan Tuhannya dalam pembicaraan mereka.
"Pulanglah, hati-hati di jalan." Ujar Almeer.
Sora mengangguk, "Aku pergi. Daagh..." Sora melambaikan tangannya kemudian membalikkan badannya.
"Assalamu'alaikum," Kata Almeer.
Sora merasa tersindir, ia menatap Almeer dan tersenyum malu. "Assalamu'alaikum, Almeer."
"Wa'alaikumsalam, Sora." Jawab Almeer.
Sora melambaikan tangannya lagi, kemudian beranjak Pergi masuk ke dalam mobilnya.
Almeer melihat dari kejauhan ketika Sora sangat diperlakukan seperti tuan putri oleh pengawalnya. Senyum dibibirnya masih mengembang, walau tak selebar ketika Sora masih berada di hadapannya tadi.
Sagara Almeer,
Pria yang dua puluh enam tahun lalu terlahir ke dunia. Putra dari Ibrahim Akihiko dan Antanara Pricilia. Loh, kok bukan Ruby? Iya, Ruby mama sambung Almeer sedangkan mama kandung Almeer meninggal ketika Almmer masih balita. Orang tuanya punya sebuah kisah cinta yang rumit hingga membuat Tabina Ruby Azzahra menjadi Mama sambung dari Almeer.
Karena kisah masalalu dari orangtuanya, Almeer menjadi seorang goodboy. Ganteng, sudah jadi jaminan karena terlahir dari bibit unggul Papa Hiko. Matanya sangat tajam, tapi ketika ia tersenyum sorot mata itu berubah teduh dan syahdu. Pintar sudah pasti, ramah, sayang orangtua, besar di keluarga yang sangat taat dengan agama juga sangat menghargai seorang wanita. Hmm, mantu idaman ibu ibu komplek lah.
Lulusan pesantren tak membuat dia melanjutkan kuliah di timur tengah, ia lebih menyukai seni. Sama seperti kedua mamanya yang menyukai seni. Sebab itu ia melanjutkan kuliahnya di salah satu institut seni di Jogjakarta. Disanalah ia menjadi teman dari Sky, saudara Sora.
Keduanya selalu bersaing satu sama lain untuk mendapatkan urutan pertama, dan bukti nyata terjadi di akhir masa pendidikan ketika Almeer mendapatkan nilai satu digit lebih tinggi dibanding Sky. Sebab itulah Sky masih merasa kesal padanya.
Usai lulus kuliah, Almeer tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi karena kedua orangtuanya terpaksa harus pindah ke Malang ketika Ayah dari Ruby meninggal dunia. Dan dia harus tetap di Jogja melanjutkan usaha papa dan mamanya dan menemani Ameera yang saat itu masih kuliah juga.
"Kenapa, Al?" tanya Iqbal ketika melihat Almeer masih menatapi mobil Sora yang baru saja meninggalkan gerbang pesantren Darul Hikmah.
"Gak apa, Oom." Jawab Almeer.
"Sora udah masuk kriteria calon istri buat kamu?" Goda Iqbal.
"Apa sih, Oom. Aneh-aneh aja Oom ini." Almeer sedikit tertunduk. "Ayo, Oom. Ayoo ..." Almeer mengajak Iqbal pergi ke masjid.
Iqbal tersenyum melihat tingkah Almeer. "Kamu itu mau nyari yang gimana lagi, Al? Semua-semua kamu tolak, gak ada yang cocok." tanya Iqbal.
"Belum, Oom. Masih belum ada yang pas."
"Nyari yang kaya apa?" tanya Iqbal.
"Ummu Al-mukminin, Khadijah binti Khuwailid." Jawab Almeer dengan senyum lebarnya.
"Hahahaha ...," Iqbal menepuk bahu Almeer, "Emang kamu sudah sesempurna Rasulullah sampai kasih kriteria calon istrimu harus seperti sayyidah Khadijah?"
Pertanyaan Iqbal mengehentikan langkah Almeer. Pertanyaan itu seperti sebuah tamparan keras untuk dirinya.
Iqbal ikut menghentikan langkahnya dan menatap Almeer. "Kalau masih ada wanita di dunia ini yang yang seperti sayyidah Khadijah, pastilah hanya Rasulullah yang pantas mendapatkannya." Ujar Iqbal.
Almeer masih terdiam.
"Kita ini berada di akhir zaman, Al. Bisa-bisa kamu tidak menikah kalau berharap menemukan wanita seperti beliau. Oom tidak menyalahkan kriteria untuk calon istrimu. Tapi, daripada kamu sibuk memikirkan kelebihan-kelebihan calon istrimu nanti lebih baik siapkan dirimu untuk menerima kekurangan istrimu dengan tetap memposisikan dirimu sebagai imamnya." Lanjut Iqbal.
Almeer mengangguk, mengerti apa yang dimaksud Iqbal.
Iqbal tersenyum dengan menepuk beberapa kali bahu Almeer, "Ayo ...," Ajak Iqbal
Mereka pun melanjutkan langkahnya. Dalam langkah itu, Almeer masih memikirkan sesuatu. Ia tahu betul tidak mungkin ia mendapatkan wanita sesempurna istri Rasulullah, hanya saja ...., ia hanya sedang ragu dengan dirinya sendiri untuk mendapatkan seorang wanita.
-Bersambung-
.
.
.
.
.
Jangan lupa sebelum beralik tekan LIKE, ketik KOMENTAR, kembali ke halaman sampul buat KASIH BINTANG LIMA dan VOTE ya.
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
erenn_na
kannn, om iqbal ini adalah saingan terberat dari semua muanya, udah bijak, good looking, santun . pokoknya yang bikin papa kerdil seketika
2025-03-02
0
erenn_na
kata mama ruby bgt inihh
2025-03-02
0
Umi azfi
Masyaa Allah mbak kooooo,aku sampek bolak balek baca karya sampean kok gak bosen ngunu loh😍Daan aku pnya semua buku novel karya sampean juga tapiiiiii kok lebih greget baca ndek hp/Facepalm//Facepalm//Facepalm/Sehat sehat mbak koooo, pembaca novel dri 2020😁sayang mbk kooo❤
2025-01-31
1