Sky dan Aga sedang berdiri disamping brankar tempat Sora terbaring disebuah UGD rumah sakit kecil yang berada tak jauh dari hotel tempat actmedia menggelar acara. Mereka sedang menunggu diagnosis dokter yang sedang memeriksa keadaan Sora. Seorang perawat sedang sibuk mencari pembuluh darah vena untuk memasang sebuah jarum infuse pada punggung tangan Sora. Nafas Sora terlihat lebih cepat dari sebelumnya hingga sebuah selang oksigen melekat pada lubang hidung Sora untuk membantu pernafasannya.
"Tolong lakukan pemeriksaannya dengan detail dokter, karena dia punya trauma dengan kolam renang." Pinta Sky.
"Saya akan lakukan yang terbaik, anda bisa menunggu didepan saja. Saya akan mengabari anda jika hasil pemeriksaan sudah keluar." Ujar dokter.
"Tolong bantuannya, dokter." Pinta Sky.
Dokter mengangguk memberi keyakinan jika dia akan memberikan yang terbaik untuk Sora.
Sky dan Aga pergi keluar ruang UGD. Mereka mendapati Marko dan Zia sedang menyusuri koridor rumah sakit untuk menghampiri Sky dan Aga.
"Gimana keadaan Sora?" tanya Marko khawatir.
"Dokter masih memeriksa keadaannya, Oom." Jawab Sky.
"Kenapa dia bisa jatuh ke kolam renang, Sky?" tanya Zia.
"Salah Sky, tante. Seharusnya Sky gak membuatnya terlalu dekat dengan kolam renang."
Marko menepuk punggung Sky agar tak terlalu menyalahkan diri sendiri.
"Papa dan mamamu sudah dalam perjalanan kemari." Kata Marko.
"Om kasih tau papa sama mama?" Sky terkejut.
"Gila aja kamu, anaknya kena musibah gak dikasih tahu."
Sky terlihat memikirkan sesuatu, namun ia menghela nafas pasrah.
Mereka berempat pun duduk di kursi ruang tunggu. Tak ada percakapan diantara mereka, semuanya diam dalam pikiran mereka masing-masing.
"Keluarga pasien Sora!"
Seorang perawat berteriak didepan pintu UGD, mencari keberadaan keluarga Sora. Dengan kompak Sky, Aga, Marko dan Zia menghampiri perawat.
"Pasien akan kami pindahkan ke ruang perawatan, salah satu perwakilan keluarga bisa masuk menemui dokter dan yang lainnya bisa mengurus ke bagian administrasi." ujar perawat.
"Kamu masuk temui dokter, Oom yang mengurus administrasinya."
Sky mengangguk kemudian mengikuti perawat yang akan mengantarkannya bertemu dokter.
"Ini keluarga pasien, dokter." Ujar perawat ketika sampai didepan dokter kemudian segera bergegas pergi.
"Bagaimana kondisi adik saya, dokter?" tanya Sky.
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan untuk fisiknya. Semua sudah normal. Mungkin akan berdampak beberapa saat pada psikisnya, tapi baru bisa kita pantau setelah pasien sadar. Jika memang nanti tidak ada kendala, besok siang pasien sudah bisa pulang." jelas dokter.
"Syukurlah kalau begitu, terimakasih bantuannya dokter." Ujar Sky.
"Sama-sama."
Sky pergi setelah menyalami dokter itu.
Aga sudah menunggunya di luar ruangan, "Bagaimana keadaan Nona, tuan muda?"
Sky menepuk bahu Aga, "Dia baik-baik aja, kau tak perlu khawatir." Jawab Sky.
Aga mengangguk, "Saya antar anda ke ruangan Nona—"
"Kau bisa pergi dulu, Ga. Temani Sora, aku ada urusan sebentar." Pinta Sky.
Meski penasaran, Aga tetap diam dan menuruti perintah Sky. Ia pun beranjak meninggalkan Sky menyusul kedua orang tua angkatnya yang sudah lebih dulu pergi ke ruangan Sora.
***
Sky duduk di ujung kursi panjang ruang tunggu UGD yang tak terlalu ramai itu. Berjarak dua meter disebelahnya ada seorang pria muda dengan pakaiannya yang basah sedang duduk menunggu sebuah penjelasan yang mampu menghilangkan kecemasannya.
"Sora punya pengalaman buruk dengan kolam renang sewaktu kecil." Sky membuka pembicaraan, pandangannya lurus kedepan mengabaikan lawan bicaranya. "Karena niat buruk seseorang, ia sempat hampir tenggelam di kolam rumah. Dan kejadian itu membuatnya sangat trauma."
Almeer sebagai lawan bicara Sky hanya diam menatap kedepan.
"Dia akan baik-baik saja, dokter akan menangani keadaannya. Ini gak akan berlangsung lama." Lanjut Sky, "Apa jawaban itu cukup menghilangkan kekhawatiranmu?" Kini Sky menatap Almeer.
Almeer menegakkan badannya dan menatap Sky, "Iya, itu sudah cukup."
Sky kembali menatap lurus ke depan. "Aku tidak bisa membiarkanmu mengunjunginya sekarang. Tapi kau bisa mengunjunginya jika dia sudah pulang ke rumah."
Almeer hanya menganggukkan kepalanya. "Inshaa Allah aku dan adikku akan mengunjunginya. Terimakasih sudah mau menemuiku. Aku pergi dulu." Almeer berdiri dari duduknya.
"Sora punya keinginan memakai kerudung,"
Kalimat Sky menahan kaki Almeer untuk melangkah.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Sky.
Almeer masih terdiam, bukan karena tak bisa menjawab tapi ia tahu apa maksud dari pertanyaam Sky padanya.
"Dia punya tekat jauh lebih besar dari sebelumnya."
Almeer menatap Sky, "Katakan padanya, jika ia ingin berhijab sebaiknya karena Allah bukan karena alasan lain." Jawab Almeer.
Pandangan keduanya saling bertemu, keduanya saling membaca pikiran satu sama lain lewat sorot mata lawan bicara mereka.
"Tataaap teruuuus, sampai jatuh cintaaaa...," Suara Marko membuat Sky dan Almeer mengalihkan perhatian.
"Kenapa, Oom? Sora udah siuman?" tanya Sky.
Marko menggeleng, "Belum, Oom mau cari angin doang." Jawab Marko, Ia menatap Almeer dan teringat sesuatu. "Aku inget siapa kamu. Kamu selingkuhannya calon mantuku, kan? yang punya cafe didepan rumah Sora?"
"Oom, apa-an sih!" Protes Sky.
"Saya Almeer, Pak. Dan saya hanya berteman dengan Sora karena kebetulan kami sedang bekerjasama dalam sebuah proyek." Jawab Almeer.
"Oya? hampir aja aku salah paham sama kamu. Hahahaha."
Almeer tersenyum, "Kalau begitu saya pamit pulang, Pak."
"Iya, oke oke." Sahut Marko.
"Thanks, Sky. Assalamu'alaikum...,"
"Wa'alaikumsalam...,"
Almeer pun pergi, Sky mengajak Marko untuk kembali ke kamar Sora.
"Di luar gak hujan, kenapa dia bisa basah kuyup, ya?" tanya Marko.
"Dia yang nolongin Sora di kolam renang, Oom."
"Oya? harusnya kamu bilang dari tadi, Oom kan bisa bilang makasih."
"Udahlah, udah pergi juga."
Marko menyunggingkan senyumnya melihat Sky.
***
Almeer terlihat buru-buru masuk ke dalam rumahnya. Terpaan angin jalanan pada bajunya yang basah membuatnya menggigil kedinginan.
"Assalamu'alaikum...," Salamnya ketika masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikumsalam...,"
"Loh, Papa sama Mama kok disini?" tanya Almeer ketika melihat ada Hiko dan Ruby sedang bersantai menikmati film di sofa ruang tengah rumahnya.
Ia menghampiri kedua orangtuanya dan mencium tangan mereka.
"Astaghfirullah, Al. Kenapa bisa basah gini sih? kamu habis ngapain?" Ruby bangun dari duduknya memeriksa baju Almeer yang basah.
"Tadi ada kecelakaan kecil, Ma. Al nolongin orang yang kecebur ke kolam renang." Jelas Almeer.
"Gak terjadi apa-apa kan?" Ruby masih khawatir.
"Alhamdullillah, gak apa-apa, Ma." Jawab Almeer.
"Cowok apa cewek, Al?" tanya Hiko.
"Cewek, Pa. Ituloh, putri pertama Actmedia yang beberapa bulan lalu pernah Al tolong. Yang sekarang keluarganya jadi donatur tetap di pesantren Abi dan Oom Iqbal. Inget, gak?"
"Iya, yang cantik itu, kan?"
"Iya Pa, betul banget!" Almeer menjentikkan jarinya.
"Hhmm, inget banget kamu Mas kalau sama yang cantik-cantik." Sindir Ruby.
"Tenang aja, secantik-cantiknya wanita diluar sana gak akan ada yang bisa menandingi cantiknya Tabina Ruby Azzahra-ku." Hiko memeluk dan mencium kening istrinya.
"Wah, ada adegan dewasa nih. Remaja harus pergi..." Goda Almeer dengan pura-pura menutup matanya.
"Remaja dari mana?" Ruby memukul lengan Almeer, "Udah waktunya nikah malah gak mau nikah nikah tuh gimana? itu CV ta'aruf setumpuk buat apa?"
"Mau, Ma. Tapi belum ada yang cocok...,"
"Gitu terus aja sampai adekmu punya anak selusin." Tambah Genta yang baru datang.
"Mau kamu jomblo terus kayak dia?" tanya Hiko menunjuk Genta.
"Sorry ya, Pa. Al seorang jomblo terhormat. Al memilih untuk sendiri, ya. Bukan karena..., gak laku. Hahahaha." Almeer langsung berlari meninggalkan ruang tengah.
"Heh, dasar anak buncis gak ada akhlak! Tiap hari ngatain orang tua mulu!"
"Lo kata gue buncis? tapi buncis juga gue udah laku, udah beranak pinak. Lo jadi manusia tetep sendirian. Sia-sia napas sampe sekarang, Ta." Sahut Hiko
"Lo nyuruh gue mati?"
Suara perdebatan Papa dan Oomnya membuat Hiko tertawa kecil sambil meniti anak tangga untuk ke kamarnya. Namun senyum itu menghilang tepat ketika ia menutup pintu kamarnya. Wajah itu berubah dingin, sorot matanya menunjukkan sebuah kebimbangan.
"Astaghfirullahaladzim,"
Ia beristighfar berulang kali, memejamkan matanya dan berulang kali menghembuskan nafas berat untuk membuang kegundahan hatinya.
"Bagaimana aku harus bertanggungjawab dengan keadaan ini kedepannya, ya Allah?" Gumamnya.
***
Assolatukhoirumminannaum...
Suara adzan subuh membuat Sora membuka matanya perlahan. Ia berulangkali membuka dan memjemakan matanya untuk menyesuaikan cahaya masuk pada kornea matanya yang membuat kepalanya pusing. Nafasnya kembali memburu ketika teringat kejadian yang menimpanya.
"Sayaaang...,"
Sora menatap wanita yang ada disampingnya, mamanya sudah ada disana menatapnya penuh kekhawatiran.
"Maaa...," Sora bangun dan memeluk mamanya. "Sora takut, Ma..."
"Kamu sudah aman sekarang, tenang ya..." Senja mengusap punggung putrinya.
Mendengar percakapan Sora dan Senja membuat Langit, Sky dan Mina bangun dari tidurnya. Mereka ikut mendekati Sora.
"Apa yang kamu rasain sekarang, Nak?" tanya Langit.
Sora melepaskan dirinya dari mamanya, tangannya masih menunjukkan tremor yang cukup kuat. Melihat hal itu, Langit langsung menggenggam tangan putrinya.
"Kamu mau papa berbuat apa ke orang yang udah bikin kamu celaka gini?" tanya Langit.
Sora menggeleng.
"Papa harus kasih pembalasan lebih—"
"Maaas...," Senja mengingatkan, ia menatap suaminya dan menggelengkan kepalanya perlahan.
"Dia harus mendapatkan pelajaran setimpal, sayang! Lihat putri kita..."
"Sora tidak menginginkannya, Mas. Kamu harus menghargai pendapatnya." Senja ganti menenangkan suaminya.
"Biarkan Allah yang memberikan balasannya, Pa. Sora gak tau kenapa musibah seperti ini menimpa Sora. Belum tentu dia yang salah, mungkin saja Sora yang salah dan Allah memberikan Sora teguran lewat orang itu."
Hening.
Tak ada suara didalam ruangan itu. Mungkin molekul udara disana juga enggan bergerak mendengar kalimat yang keluar dari mulut Sora.
Tangan langit langsung menekan tombol darurat berulang kali untuk memanggil perawat. Sky bergegas keluar ruangan dan mencari dokter yang menangani saudara kembarnya.
"Kenapa, Pa?" Sora kebingungan melihat papa dan saudaranya yang mendadak heboh.
"Sayang, apa yang kamu rasakan sekarang? Kepalanya sakit? Pusing?" Langit memengang kedua pipi Sora.
Sora menggeleng, tangannya yang masih bergetar itu menarik kedua tangan papanya.
"Kita pindah ke rumah sakit besar, ya. Kamu harus dapat perawatan lebih baik dari ini."
Tak lama terdengar suara derap langkah kaki memasuki ruangan Sora. Sky datang bersama seorang dokter dan perawat menghampiri tempat tidur Sora.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya dokter.
"Dokter, bagaimana hasil CT Scan putri saya? apa putri saya mengalami benturan dikepalanya?"
"Hasil CT Scan nona Sora normal semua, Pak. Keadaan fisiknya tidak ada yang perlu di khawatirkan, Pak." Jawab dokter.
Dokter kemudian menghampiri Sora dan memeriksa keadaan Sora. Perawat memeriksa tekanan darahnya.
"Apa yang sekarang anda rasakan?" tanya dokter pada Sora.
Sora menunjukkan tangannya yang gemetar, "Saya masih takut, dokter." Ujar Sora.
Dokter mengangguk, "Saya akan meresepkan obat." Kata dokter.
"Anda yakin putri saya tidak apa-apa?"
"Maaass," Senja menarik tangan Langit.
"Saya berani menjaminnya, Pak."
"Tapi dia baru siuman dan jadi orang yang berbeda, dokter." Sky ikut berpendapat.
"Sky!" Protes Sora.
Sky menatap Sora yang sedang marah kemudian ia bernafas lega. "Syukurlah..., ternyata dia masih si biji sawi."
"Kita pantau keadaannya delapan jam kedepan, ya. Kalau tidak ada masalah nanti siang pasien sudah boleh pulang." Ujar dokter.
"Baik dokter."
"Kami permisi dulu, jika perlu bantuan bisa panggil kami." Pamit dokter.
"Terimakasih, dokter." Ucap Langit.
Dokter dan perawat pun keluar ruangan Sora. Senja langsung memeluk putrinya.
"Dia jahat banget sih, Ma." Sora mengeluhkan perlakuan Sky pada mamanya. "Papa juga!"
"Papa kan khawatir, sayang." Sahut Langit.
"Iya! Kita kan kaget, kamu ngomong sesuatu yang kayak gitu. Kali aja nyawamu ketuker sama nyawa orang lain." Tambah Sky.
"Kayaknya Kak Sky suka lihat drama korea, ya?" Mina tertawa kecil.
"Ih, apa-an kamu, Dek. Yakali kakak lihat drakor." Tampik Sky. "Papa tuh kali."
"Macam-macam aja, emang papa ini Oom Marko." Protes Langit.
"Udah udah, jangan ribut." Senja memangkas bibit perdebatan tidak penting antara suami dan anaknya.
"Sky, Mina. Kalian pulang aja, ya. Biar papa dan mama yang jaga disini." Pinta Senja.
"Iya, Ma." Jawab Sky dan Mina.
"Nanti minta tolong siapa gitu buat antar baju ganti kak Sora ya, Dek." Pinta Senja pada Mina.
"Iya, Ma. Beres." Mina mengangguk.
"Kami pulang dulu ya, Pa, Ma." Pamit Sky. Ia dan Mina bergantian mencium tangan papa dan mamanya.
"Papa ikut ke depan dulu ya, sayang. Cari udara seger dulu." Kata Langit ke Sora.
"Iya. Pa." Jawab Sora.
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam,"
Langit, Sky dan Mina pun pergi. Sora melihat tasnya yang ada diatas nakas.
"Mau apa, sayang?" tanya Senja.
"Minta tolong hape Sora, Ma."
Senja merogoh isi tas Sora dan menemukan ponsel milik putrinya, "Ini sayang."
"Makasih, Ma."
Senja tersenyum dan duduk dikursi yang ada di samping Sora sedangkan Sora langsung membuka whatsapp-nya, mencari nama Almeer disana. Ia ingat Almeer basah kuyup semalam.
/Assalamu'alaikum, Al. Kamu yang sudah tolong aku semalam? Terimakasih sudah selalu tolong aku./
Baru Sora ingin meletakkan ponselnya, ada panggilan masuk dari Almeer. Sora buru-buru mengusap tombol hijau di layar ponselnya.
"Assalamu'alaikum, Al." Sapa Sora. "Apa pesanku mengganggu tidurmu?"
"Wa'alaikumsalam, Ra. Enggak, Ra. Aku sudah bangun dari tadi, ini mau pergi sholat subuh." Jawab Almeer. "Bagaimana keadaanmu?"
"Aku sudah baikan, nanti siang aku bisa pulang."
"Alhamdullillah, nanti Sore inshaa Allah aku dan Meera akan menjengukmu."
"Aku akan tunggu kalian."
"Hahaha, iya. Aku berangkat ke masjid dulu, ya. Sampai ketemu nanti, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, Al." Sora menutup teleponnya.
Senyum dibibir dan rona merah yang bersemu dipipi Sora menarik perhatian Senja.
"Al? siapa itu sayang?" tanya Senja.
"Temen, Ma." Jawab Sora malu-malu.
"Temen apa temen?" tanya Senja semakin penasaran dengan sikap Sora.
"Temeeeen."
"Gimana orangnya?" tanya Senja.
"Ntar Mama lihat sendiri aja, deh. Mama pasti suka." Senyum Sora semakin lebar.
Senja tersenyum mengusap tangan Sora, "Mama jadi penasaran sama orang yang bicara lewat telepon saja bisa ngilangin tremor dan rasa takut kamu."
"Malah Sora penasarannya tiap waktu, Ma."
"Hmm, yang udah jatuh cinta lagi..."
Sora tertawa malu malu mendapat godaan Senja.
-Bersambung-
.
.
.
.
.
Jangan lupa sebelum tekan LIKE, ketik KOMENTAR, kembali ke halaman sampul buat KASIH BINTANG LIMA dan VOTE novel ini ya.
Terimakasih dukungannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
erenn_na
dia terkena embusan angin surga Sky, jangan berlebihan 😚
2025-03-07
0
erenn_na
expresi Langit dan Sky sudah membuat saya tertawa😄😄😄
2025-03-07
0
Mak sulis
angin surga bisa menghilangkan termor😊
2025-04-16
0