15

Dekapan Almeer ditubuh Sora perlahan merenggang ketika orang-orang yang mengejar mereka mulai menjauh pergi. Tak berfikir lama Almeer mengajak Sora mengambil jalur yang berbeda dan segera menuju ke tepi jalan raya mencari tempat yang aman. Salah satu masjid yang sedang ramai-ramainya jema'ah yang baru selesai melaksanakan sholat isya' menjadi pilihan Almeer untuk beristirahat.

"Kamu istirahat dulu disini ya, aku beliin kamu minum dulu." Almeer menyuruh Sora duduk di sebuah bangku yang ada di halaman masjid.

Sora menarik ujung jaket Almeer, "Enggak, Al. Disini aja!"

Almeer diam menatap Sora yang terlihat kelelahan, kemudian mengangguk. Ia melepas jaketnya dan menutup rok span Sora yang tersingkap kemudian ia duduk berjongkok tepat didepan Sora mengamati kaki sora yang kotor dan terluka.

"Sakit ya?" tanya Almeer.

Sora mengangguk, ia ikut menunduk melihat kakinya. "Geli banget lihat kakiku kayak gini. hihihi." Sora tertawa kecil.

Almeer menatap sudut bibir Sora yang berdarah bekas tamparan David tadi. Ia mengempalkan tangannya, berusaha menahan tangan itu agar tidak bertindak diluar batas lagi. Ia mengalihkan pandanhannya pada kaki Sora lagi.

"Dibersihin dulu, Ra." Kata Almeer.

Sora mengangguk. "Kamu sholat aja, aku ke kamar mandi."

"Bisa sendiri?" Almeer memastikan.

Sora mengangguk, ia berdiri dan mengembalikan jaket Almeer kemudian berjalan menuju ke kamar mandi wanita. Almeer melihat itu merasa kasihan dan khawatir, namun ia segera bergegas masuk untuk mengambil wudhu.

Cukup lama Sora di kamar mandi membersihkan kakinya dan menahan rasa sakit. Air mata menetes dipipinya, bukan karena rasa sakit, namun karena rasa kesal yang teramat sangat atas perlakuan pria tua yang menganggapnya wanita panggilan.

"Ra!"

Panggilan Almeer dari luar membuat Sora segera mengusap bekas air matanya.

"Iya, Al! Udah selesai kok." Teriaknya.

Sora bergegas keluar kamar mandi, Ia melihat Almeer sudah menunggunya. Tak ada senyum diwajah pria itu, hanya sebuah tatapan penuh kekhawatiran.

Sora menjinjing sepatu dan tasnya kemudian menghampiri Almeer, "Cuma luka kecil kecil kok, Al." Ujar Sora.

Almeer tersenyum, "Kita pulang, Ra."

Sora mengangguk dan mulai melangkah. Masjid sudah terlihat sepi, hanya tinggal segelintir orang didalam masjid.

"Apa yang sebenarnya terjadi tadi, Ra?" tanya Almeer.

"Pria tua tadi mencoba mengira aku wanita panggilan."

"Apa!?" Almeer terkejut hingga langkahnya terhenti.

"Apa aku terlihat murahan, Al?" tanya Sora, mulutnya terkatup rapat berusaha menahan agar air matanya tak jatuh.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu, Ra?"

Sora menunduk, menatap pakaiannya. "Sepertinya memang aku terlihat murahan dimata mereka."

"Orang lain bisa seenaknya merendahkanmu, Ra. Tapi jangan biarkan dirimu merendahkan diri sendiri. Kamu berharga, Ra. Sangat berharga." Ujar Almeer.

Sora menatap Almeer sejenak, namun percakapan mereka terhenti ketika terdengar beberapa suara langkah kaki berlari menghampiri mereka.

"Nona, An—"

PLAK!!

Sora menampar keras pipi Aga hingga membuat pria itu terdiam menatapnya. "Kenapa kamu biarin anak buahmu bawa aku ke laki-laki brengsek itu, Ga!" Teriak Sora, air matanya kini tumpah tak terbendung.

Diantara isak tangisnya, Sora memukul dada Aga berulang kali melampaiaskan kekesalannya. Sedangkan Aga hanya bisa pasrah, ia pun merasa bersalah ketika melihat Sora yang berjalan tanpa alas kaki dan terlihat banyak luka gores disana.

Aga menahan tangan Sora yang hendak memukulnya lagi, "Maafkan saya, Nona." Ujar Aga kemudian meraih tubuh Sora dan menggendongnya untuk pergi.

"Ga! Lepasin! Aku bisa jalan sendiri!" Protes Sora, namun Aga tak bergeming. Pria itu terus menggendong Sora hingga masuk ke dalam mobil.

Di kejauhan, Sora melihat Almeer yang masih berdiri ditempatnya semula sedang menatap ke arah dirinya. Ia ingin keluar dan kembali pada Almeer, namun mobil sudah melaju.

Sementara itu, Almeer masih terus menatapi kepergian mobil Sora dengan senyum masam dan menggelengkan kepalanya. Ia menghela nafas berat dan mengacak belakang kepalanya dengan kesal. Entah apa yang sedang ia pikirkan.

***

Mobil yang membawa Sora sudah berhenti di halaman rumahnya. Walau meronta, Aga tetap membawa Sora masuk ke dalam rumah dengan menggendong. Ia langsung menuju ke kamar Sora. Beberapa Asisten Rumah Tangga Sora sudah siap dibelakang Aga dengan baskom berisi air, handuk dan kotak obat.

Aga memangku kaki Sora, membersihkan dan mengoleskan beberapa obat-obatan disana. Sora hanya meringis menahan perih.

"Mita mengawasi anda terlalu jauh tadi, dia sudah meminta bantuan tapi anda sudah lari bersama Almeer." Ucap Aga. "Bisa anda jelaskan apa yang terjadi, Nona?"

"Bi, tolong tinggalkan kami berdua." Pinta Sora.

"Baik, Nona." Ujar ART kemudian keluar kamar Sora.

"Aku mau kamu pecat manajer pemasaranmu itu!" Pinta Sora dengan menahan marah, matanya menunjukkan kebencian yang teramat sangat.

Aga masih menatap Sora menunggu jawaban dari pertanyaannya.

"Buat dapetin investasi, dia sengaja jual aku ke pria hidung belang itu!!" Teriak Sora membuat air matanya terjatuh lagi.

Aga meletakkan kaki Sora diatas tempat tidur kemudian mendekati Sora dan memeluknya. "Saya akan mengurusnya, Nona." Ujarnya.

Sora mengangguk diantara tangisnya.

"Maaf karena saya tidak bisa menjaga anda." Ucap Aga.

Sora menarik diri dari pelukan Aga, ia menghapus air matanya. "Pastikan dia gak akan hidup enak!"

Aga mengangguk, sesaat ia melihat sudut bibir Sora yang berdarah. "Dia memukul anda, Nona?" tanya Aga.

Sora mengangguk, "Sakit tau!" Adunya.

Aga mengangguk dan berdiri, "Saya permisi dulu, Nona." Pamit Aga.

"Ga!" Sora menarik kemeja bagian belakang Aga.

"Ya, Nona?"

"Aku gak mau ada orang lain yang tau masalah ini. Termasuk keluarga kita."

"Tapi—"

"Aku gak mau papa nyuruh aku balik ke Jakarta, Ga!" Tegas Sora.

Aga menatap Sora sejenak kemudian mengangguk. "Saya pergi, Nona."

Sora mengangguk.

Seperginya Aga ia langsung merebahkan tubuhnya. Mengingat perlakuan David padanya tadi. Dadanya sesak menahan marah. Kali ini bukan pada David, tapi pada dirinya sendiri. Sekilas ia mengingat semua yang ada pada dirinya. Dia sendiri yang menyebabkan orang lain memandang rendah dirinya.

Ia selalu ingin terlihat hebat dimata orang lain, ia yang selalu mengharapkan pujian orang lain dengan berpenampilan sexy dan kini semua perbuatannya hanya menjadi bomerang baginya. Apa yang ia harapkan berbeda seratus delapan puluh derajat. Bukan pujian yang didapat, tapi sebuah hinaan.

Sora bangun dari tidurnya dan melangkah perlahan ke depan kaca rias. Ia tersenyum masam menatap pantulan dirinya di kaca. Mungkin di Jakarta penampilannya seperti itu tergolong wajar, tapi tidak ditempat lain.

"Seharusnya aku memang tahu diri." Gumamnya.

***

Cahaya mentari sudah menyelinap masuk ke dalam kamar Sora. Udara dingin tertahan dibalik kaca, tak bisa menembus masuk mengambil alih kehangatan ruangan itu. Sang pemilik kamar sudah terbangun lebih awal dari sang surya. Sejak subuh tadi ia duduk didekat jendela kamarnya sambil menikmati kerupawanan tetangganya yang sedang sibuk mencuci motor.

Terlihat dikejauhan Almeer memang sedang mencuci motornya tepat di depan rumahnya. Dengan celana pendek dan kaos putih tak membuang ketampanan pria itu. Wajahnya serius membersihkan tiap sela-sela motornya.

Senyum Sora tak berhenti mengembang, apalagi jika teringat betapa dekatnya dia dengan Almeer semalam. Pipinya langsung bersemu merah dan membuatnya salah tingkah.

"Yaaah, kok udahan sih Al nyucinya?" Keluh Sora ketika melihat Almeer masuk ke dalam rumahnya membawa ember.

"Yaaaah, nonton apa nih sekarang." Gumam Sora, masih memastikan apakah Almeer akan keluar lagi atau tidak.

Trrrt trrtt.

"Astaga!" Sora memekik kaget ketika ponsel didepannya bergetar.

Ia membuka pesan baru yang ternyata dari Almeer.

/Gak capek dari tadi duduk terus disitu? bukannya istirahat aja./

Sora kembali tekejut membaca isi pesan whatsapp Almeer, ia langsung berdiri dan berjalan tertatih menjauh dari jendela.

/Kok kamu tahu sih? Pura-pura gak tau aja kan bisa. Kalau gini aku kan malu./

/Hahahaha (aku serius ketawa), lain kali aku pura-pura gak tau deh./

/Gak..../

Belum sempat membalas pesan Almeer, ponsel Sora sudah berdering dan menampilkan nama Almeer disana.

"Assalamu'alaikum, Al. Kenapa? tumbenan telepon?"

"Wa'alaikumsalam, Ra. Kelamaan kalau ngetik sama nunggu jawabannya, jadi langsung telepon aja." Jawab Almeer.

"Emang mau tanya apa?"

"Gimana kakinya? bibirnya gimana? Bengkak?"

"Agak susah jalan nih, ternyata banyak lukanya di telapak kaki. Bibirku memar dikit, tapi masih maksimal cantiknya." Jawab Sora sambil melihat pantulan dirinya dikaca.

"Hahahaha, pedenya masih tetap ya?" Goda Almeer, "Gak kerja?"

"Enggak, jalan aja susah mau kerja."

"Yaudah, istirahat aja. Aku mau siap-siap kerja dulu ya, kalau telat bisa berkurang gajiku nanti."

"Iya, nyari uang yang banyak ya. Kamu masih punya hutang ke aku."

"Eeh, masih di inget."

"Iyalah, hutangmu banyak yang belum terlunasi."

"Iya iya, ntar dilunasi satu satu. Udah ya, Ra. Aku tutup teleponnya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Al."

Sora menutup teleponnya dengan senyum lebar, ia mencengkram ponselnya dengan gemas. Perlahan ia kembali duduk didekat jendela kamarnya dan menanti Almeer yang akan berangkat bekerja.

Mentari makin beranjak naik ke peraduannya, jarum jam sudah melewati angka tujuh. Sudah banyak orang yang hilir mudik di jalanan depan rumah Sora dan rumah Almeer. Sora dibuat penasaran sejak tadi pada dua orang muslimah yang berdiri dan sedang berdebat ringan didepan rumah Almeer.

Akhirnya rasa penasaran itu terjawab ketika Almeer keluar dari pintu gerbang rumahnya, salah satu dari muslimah itu memberikan almeer sebuah map dokumen. Hanya ada percakapan singkat diantara mereka kemudian dua muslimah itu pergi sedangkan Almeer melanjutkan perjalanannya menuju tempat kerjanya.

***

Sore itu Sora sudah merasa bosan berada di dalam kamar. Bukan dirinya memang jika harus berdiam diri didalam rumah ketika badannya dalam keadaan sehat. Walau masih perih untuk dibuat jalan, Sora memutuskan untuk pergi jalan jalan disekitar rumahnya, tentunya dengan didampingi Mita dan Aura.

"Eh, masjidnya bagus ya." Ujar Sora ketika melihat masjid yang tak terlalu jauh dari rumahnya. "Masuk dulu yuk, pengen lihat-lihat."

Sora dan dua pengawalnya masuk ke dalam halaman masjid yang luas dan rindang itu. Terdengar samar-samar ada pengajian didalam sana. Sedang di halaman masjid banyak anak-anak kecil berbusana muslim yang sedang bermain-main.

Sora duduk di salah satu kursi yang terbuat dari beton yang ada di tepi halaman masjid dan menikmati keseruan anak-anak yang sedang bermain disana.

Tak lama sekumpulan ibu-ibu dan remaja putri keluar dari dalam masjid, rupanya pengajian sudah berakhir. Sora merasa tak enak hati ketika beberapa diantara mereka menatap Sora. Beruntung Sora memakai pakaian tertutup.

"Mbak Sora!"

Dari sekian banyak orang itu, Sora melihat gadis cantik yang anggun sedang berlari kecil ke arahnya.

"Meera!" Sapa Sora ketika Ameera sudah berdiri didepannya.

"Assalamu'alaikum, Mbak." Sapa Ameera pada Sora, Mita dan Aura kemhdian duduk disamping Sora.

"Wa'alaikumsalam," Jawab ketiga wanita itu.

"Mbak Sora gimana keadaannya?" tanya Ameera.

"Alhamdullillah udah baikan, Meera."

"Meera sama mas Al semalem janjian mau makan malam sama temennya mas Al, tapi mas Al lihat Mbak Sora trus nyamperin Mbak Sora deh."

"Oya? jadi aku ganggu makan malam kalian, ya? maaf ya, Meera."

"Gak apalah, Mbak. Keselamatan Mbak lebih penting."

"Assalamu'alaikum, maaf mengganggu percakapan kalian." Seorang wanita paruh baya berkerudung lebar menghampiri Sora dan Meera.

"Wa'alaikumsalam...,"

"Ustadzah Sulis? ada yang bisa Meera bantu, Ustadzah?" Meera berdiri mendekati wanita bernama Ustadzah Sulis itu.

"Ini, Nak Meera. Ustadzah dapat titipan lagi dari salah satu murid Ustadzah untuk Nak Almeer." Ustadzah Sulis memberikan beberapa amplop coklat besar pada Ameera.

"Iya Ustadzah, nanti Meera sampaikan ke mas Al." Ameera menerima pemberian Ustadzah Sulis.

"Kalau gitu saya pamit dulu, ya. Terimakasih, Meera. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Ustadzah." Jawab Ameera setelah mencium tangan Ustadzah Sulis.

Ustadzah Sulis juga menganggukkan kepala untuk pamit pada Sora kemudian meninggalkan para wanita muda itu. Ameera kembali lagi duduk disamping Sora.

"Apa itu, Meera?" tanya Sora penasaran.

"Biasa, Mbak. CV Ta'aruf...," Jawab Ameera.

"Buat Almeer?"

Ameera mengangguk.

"Banyak banget?" Sora menghitung amplop ditangan Meera.

"Dirumah lebih banyak, Mbak. Mas Al banyak peminatnya."

"Oya?"

Ameera mengangguk, "Tapi mas Al kriteria calon istrinya tinggi, Mbak. Makanya gak dapet-dapet yang cocok." Keluh Ameera.

"Emang tipe cewek yang disukai Almeer kayak apa, Meera?" tanya Sora antusias.

"Sayyidah Khadijah, istri Rasulallah."

"Hah!?"

"Berat kan, Mbak? makanya dia susah dapat jodoh." Keluh Ameera.

Sora hanya diam. Bukan tak bisa menimpali ucapan Ameera, lebih tepatnya ia masih tercengang dengan kriteria wanita idaman Almeer.

-Bersambung-

.

.

.

.

.

Jangan lupa sebelum lanjut tekan LIKE, ketik KOMENTAR, kembali ke halaman sampul buat KASIH BINTANG LIMA dan VOTE novel ini ya.

Terimakasih.

Terpopuler

Comments

Mak sulis

Mak sulis

Sora pasti shock dg kriteria cewek idaman Almeer...babai bumi dan langit jika dibanding dg Sora..mana langitnya langit yg paling tinggi...jauhnya kebangetan nggak tuh

2025-04-16

0

Mak sulis

Mak sulis

sepertinya Aga yg dijodohkan dg Sora bener menyukainya..tapi mending aga sama Mina deh..karena Sora udah sama Almeer

2025-04-16

0

Ibrahim Adjie Prawira

Ibrahim Adjie Prawira

sebenarnya almeer hanya menghindari,inscure am diri sendiri ya al

2024-10-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!