Sambaran kilatan petir di langit saling bertautan menimbulkan suara yang memekakkan telinga seolah-olah ada ratusan ular yang mulai berkelok-kelok. Ratusan kilat itu melesat secepat mungkin dan menyilaukan mata siapapun yang melihatnya, sebelum mengelegar seperti guntur biru dengan suara keras dan meledak.
Namun dalam sekejap kemudian, cahaya itu padam menjadi langit dalam kegelapan, seperti nyala hangat kekuningan dari lilin yang tertiup.
Hujan dengan badai kencang menghujam wilayah terkecil di desa kumuh kekaisaran Yin Benua Timur.
Di langit yang mengerikan, mulai terlihat dua sosok sangat rupawan rambut mereka seputih sutra yang berkibar dan bersurai di antara gemuruh kilatan dan hujan badai yang terlihat sangat mengagumkan, tetapi sosok keduanya tidak ada seorangpun yang mampu melihatnya, kehadiran mereka kasat mata dan tidak bisa di lihat hanya dengan mata telanjang.
Dua sosok putih itu hanya menyaksikan kilatan petir menyambar rumah tua di desa kecil dengan mata dingin mereka. Petir yang mampu meruntuhkan rumah dalam beberapa detik yang juga di ikuti kebakaran hebat, badai meniup api semakin lebat yang tidak akan mampu di padamkan oleh hujan yang baru menguyur.
Di antara gelegar petir yang ditabuh, terdengar suara tangisan bayi di antara reruntuhan bangunan seakan bayi kecil tanpa dosa mendapat murka dari dewa di surga.
Mata kecilnya menyapu bersih langit gelap yang pekat itu, bergemuruh dengan kilat petir menderu-deru dan seakan mencaci maki lagi bayi itu karena suara tangisannya seperti bulu yang menggelitik telinga. Bayi kecil itu mulai berhenti menangis saat matanya melihat dua sosok orang yang melayang di atasnya.
Salah seorang pria rupawan itu dengan dengan lembut mulai mengusap dua mata sang bayi, tidak lama kemudian mata bayi mungil itu berangsur tertutup lembut dan sang bayi mulai tertidur pulas.
*
- Empat tahun kemudian.
Gerbang yang sangat besar mulai terbuka, gerbang yang menjadi penanda sekaligus gerbang yang menjadi pembatas antara desa kecil yang primitif dengan Kekaisaran Yin yang megah.
Tidak lama setelah pintu besar terbuka, mulai terlihat penjaga istana keluar dengan gerobak segunung penuh sampah yang membusuk, begitu gerbang pembatas kekaisaran dan desa kecil itu terbuka, bau busuk menguar dan mulai menyengat penciuman penjaga istana yang baru saja datang, dan mereka tidak tahan dari keinginan untuk muntah seolah membuat perut mereka terlilit dan hidung mereka terpelintir.
Semua bau itu berasal dari daging busuk atau makan busuk dan juga telur yang sudah membusuk karena kopyor, bergabung dan berbaur di bawah terik matahari yang menyengat, membuat udara berbau bangkai dan lebih tidak layak di makan daripada memakan racun.
Penjaga istana membuang sepenuh sampah itu dari gerobak sambil menutup dua lobang hidung mereka, sebelum mereka cepat-cepat kembali ke dalam wilayah kekaisaran Yin karna sudah tidak kuat dengan bau busuk desa kumuh yang hampir membuat mereka mual dan mati rasa.
Setelah mereka selesai membuangnya, mereka kemudian langsung menutup rapat-rapat gerbang pembatas antara desa dengan wilayah kekaisaran dan untuk mencegah mau mengerikan lebih dari bangkai mayat itu menyebar ke dalam kekaisaran.
Di balik pegunungan sampah, dia sana ada tiga anak kecil. Mereka bernama Lau Luo, Shu Zi Jiu dan juga Yuan Yi, mereka saling memandang dan tersenyum merkah satu sama lain seolah sedang memperebutkan harta karun.
"Makan makanan yang busuk untuk pencernaan mu siapa yang peduli?!" Yuan Yi menatap kedua temanya dan dia berkata lantang. "Ayo kita mencari makanan! Siapa yang lebih dulu akan mendapat yang belum basi! Ini sangat menakjubkan karena stok yang datang lebih banyak dari yang kemarin!"
Di sisi lain Lau Luo juga tidak kalah keras. "Siapa yang lebih duluan akan mendapatkannya!"
Mereka berdua kemudian melesat cepat dan berlari lebih dulu saling mengejar dan saling berlomba mendapatkan makanan. "Ah Jiu-ge! Kalian tertinggal! Akulah yang akan makan enak malam ini dan Yi-ge dapatkan makanan makanan busuk untuk mukamu!"
Shu Zijiu dan Yuan Yi saling menatap kesal, berteriak marah hampir bersamaan. "Lou-didi curang! Kita belum berhitung!"
Mereka bertiga langsung mengais gunung sampah bagaikan permata yang akan membebaskan mereka dari rasa lapar, mereka berlari sangat cepat dan ketiganya bergerak seperti roket. Lau Luo membuka kantong hitam yang langsung di sambut semburan bau telur busuk yang menusuk hidungnya, wajahnya langsung berubah hijau dan putih.
Huek, dia melemparkannya.
Yuan Yi merasakan kepala bagian belakangnya terasa lengket dengan bau yang sangat menyengat di kepalanya. Dia mengulurkan tangannya dan merabanya, sangat lengket dan menjijikan pasti itu adalah telur yang pecah.
Berbalik ke belakang dengan geram dia langsung melihat sumber pelaku itu adalah seorang bocah laki-laki berusia empat tahun yang memamerkan rentetan gigi putih rapinya, tertawa dan tersenyum polos.
Dia memuncak dan menatap Lau Luo marah. " Luo didi!"
/ Didi: adik laki-laki
Dalam kedipan mata Yuan Yi membalas Lau Lou dengan melempar makanan basi yang tepat mengenai muka Lau Luo dan tidak lama kemudian perang mencari makanan langsung berubah menjadi medan perang sungguhan. Keduanya langsung menguar dan melemparkan pegunungan sampah di sekitarnya dengan cara membabi buta.
Makanan basi itu menempel di kulit dan pakaian mereka satu sama lain.
Shu Zi Jiu yang melihatnya, "...."
Meski berumur sepuluh tahun Shu Zi Jiu adalah yang paling dewasa diantara ketiganya, dia melihat Yuan Yi dan Lau Luo kemudian hanya bisa mengela nafas enggan.
Mereka mengais tumpukan sampah sudah lumayan lama hampir selama satu jam namun Lau Luo belum menemukan apapun yang bisa dia dapatkan untuk di makan.
Yuan Yi mengambil bungkusan di tumpukan sampah lalu membukanya. Ada dua apel kecil dengan bekas gigitan di sisinya meskipun begitu apel masih segar dan masih bisa di makan, bahkan di sisi lain ada gigi ompong yang menancap di sana yang sepertinya gigi depan orang tua, dia mencabutnya dari apel dan langsung membuang gigi jelek itu sebelum mengusap apelnya dengan pakaiannya kemudian menyimpannya ke dalam saku.
Dia sangat senang dan berkata senang pada Lau Luo dan Shu Zi Jiu. "Aku menemukan buah segar! Aku menemukan buah segar! Ini apel dengan kualitas terbaik yang masih bersih dan higienis!"
Higienis dari mana, jika itu orang normal, mereka pasti muntah darah begitu melihat gigi kekuningan menancap di sana. Atau membanting rahangnya ke tanah dan berteriak terkejut karena terlalu dan sangat menjijikkan untuk di makan.
Lau Luo hanya menatapnya cemburu sebelum matanya kembali lagi ke tumpukan sampah, dan wajahnya berubah sedikit lebih layu karena dia belum menemukan apapun. Wajahnya layu dan kusut seperti kucing yang belum makan selama dua bulan, dan lemas seperti busung lapar.
Shu Zijiu juga sudah lebih dulu menemukan roti keras, meskipun begitu keras seperti balok besi tapi roti itu belum basi. Dia mendongak ke timur, siluet merah matahari sore sudah menunjukkan waktu hampir petang.
Dia kemudian berkata dengan suara lembut, "Ayo kita segera pulang sekarang dan waktunya sudah hampir malam tiba."
Lau Luo menatap Shu Zi Jiu dan berkata suram. "Tapi Ah Jiu-ge aku belum menemukan apapun."
Shu Zijiu berkata padanya. "Aku akan membagi dua roti milikku, ini sudah cukup untuk kita berbagi."
"Kau paling kecil, tentu kami akan membantu mu mencari makanan bersama." Yuan Yi yang mendengarnya segera mendatangi mereka, dia menaruh telapak tangannya di dagu untuk mengusap kotoran hitam di wajahnya, berbalik dan berkata pada Shu Zi Jiu. "Jiu-ge simpan makanan mu sendiri, tidak perlu berbagai dengannya."
Lau Luo mendengus dan mencibir. "Dasar keledai! Meskipun aku kelaparan aku juga tidak ingin merampok makanan Ah Jiu-ge, dan sudi saja aku juga tidak ingin mencoba apel dengan tancapan gigi milikmu!"
Setelah setengah kolom waktu dupa sekitar Lima belas menit, akhirnya Lau Luo menemukan makanan miliknya sendiri. Dia lalu mengambilnya sebuah roti keras yang berwarna hitam, di sisi permukaannya telah penuh tumbuh jamur hijau. Meskipun itu roti yang sudah basi, dia mengambilnya dengan perasaan senang karena dengan roti itu dia bisa mengganjal perutnya selama sehari.
Shu Zi Jiu menatap keduanya dan berkata dengan hangat. "Ayo kita pulang."
Di sepanjang perjalanan mereka hanya terlihat pepohonan menjulang tinggi, yang memberikan kesan liar dari hutan belantara, angker dan seolah tidak ada pemukiman warga di dalamnya. Meskipun tempat itu adalah hutan yang di huni jutaan binatang tetapi bukan binatang sembarangan yang menetap di sana.
Setiap binatang sangat kuat dengan berbagai daya serang berbeda dan hampir membuat semua orang tidak berani sambarang keluar masuk di dalam hutan, dan apalagi begitu malam semua orang tidak berani untuk keluar dan berjalan-jalan. Karena alasan itu tidak ada yang bisa menangkap binatang-binatang itu untuk di jadikan makanan karena semua binatang yang hidup di pemukiman itu memiliki seni beladiri yang tinggi.
Jangankan menangkap salah satunya, mereka akan terbunuh terlebih dahulu jika bertemu. Jadi lupakan saja memiliki keinginan untuk bisa memakan daging.
Mereka masih berjalan pulang untuk kembali ke gubuk yang reyot, setelah menempuh jalan dengan sangat hati-hati atau sekedar untuk menghindari binatang yang menjadi salah satu ancaman nyawa mereka.
Saat jarak mereka sudah dekat mulai terlihat gubuk yang menjadi tempat tinggal mereka. Satu gubuk tua yang reyot kini di tinggali ketiganya, pakaian mereka banyak berlubang karena compang camping terlihat usang dan menjijikkan. Untuk seseorang dengan penciuman normal, bau tubuh ketiganya mengeluarkan bau badan yang mengerikan karena tidak pernah mandi lebih dari berbulan-bulan, jadi cukup untuk membuat siapapun yang mencium bau dari ketiganya akan jatuh pingsan atau mengeluarkan seteguk berdarah-darah karena terlalu mual.
Saat sampai di dalam, Yuan Yi membuka kantong hitam dengan dua apel yang sudah penuh gigitan miliknya, dia memakannya sedikit demi sedikit untuk menikmati rasa buah segar sambil duduk di meja kayu tempatnya biasa untuk tidur.
Bergumam dengan nikmat. "Memang, buah yang masih segar memang rasanya lebih enak."
Shu Zi Jiu juga menikmati hasil carian nya di gunungan sampah tadi, meskipun roti itu keras. Tapi masih memiliki rasa aslinya. Shu Zi Jiu memilih tidak berbicara saat masih makan dan dia memakannya dengan cara rapi.
Di sisi lain, Lau Luo duduk di tempat tidurnya yang terbuat dari kayu, suara kayu hampir rubuh langsung berderit saat dia mendudukinya. Krett, tanpa mendengarnya dia menatap bahagia roti keras yang berwarna hitam yang dia dapatkan seharian, dia lalu mengigit roti tengik itu.
Dia tidak tahan untuk mengeryitkan keningnya, karena saat dia mengigit rasanya seperti dia sedang mengigit batu, dan di nilai dari rasanya bahkan lebih mengerikan daripada memakan kubangan lumpur di bawah kandang keledai.
Rasanya menjijikkan, mau tidak mau dia memakannya sampai habis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Penguasa macam apa... selalu membuang makanan sedan rakyat miskin makan yg busuk
2023-09-11
0
herry bjb
masih banyak kata yg kurang tepat contohnya anak kecil umur 3 tahun tahu sama buah apel mutu terbaik dan higienis...kata yg cocok untuk orang kesehatan atau untuk org yg berpendidikan tinggi..bukan untuk kata anak gembel yg masih kecil san masih banyak lagi kejanggalan dalam penggunaan kata
2023-07-01
0
Haiden
sip lah, bagus
2022-07-02
1