Suasana hati Dara sedang bahagia hari itu, ia sangat puas karena hari itu Jessica dan kedua temannya menjadi bahan ledekan di kampus. Dara kemudian mengirim pesan pada Sean.
Dara : Tuan, terima kasih untuk hari ini. Mereka menjadi bahan ledekan di kampus.
Sean : Mereka memang pantas mendapatkan itu.
Dara : Tuan sedang ingin makan apa? Aku akan memasak untuk Tuan sebagai ucapan terima kasih.
Sean : Buatkan aku pay susu dan nanti malam antar ke rumahku.
Dara : Baiklah Tuan, aku akan membuatkan pay susu terenak untuk Tuan.
Sean : Oke, aku tunggu jam 7 dirumah.
Dara : Siap Tuan!
Sepulang kampus, Dara dengan semangat pergi ke toko kue. Ia membeli bahan untuk membuat pay susu permintaan Sean. Setelah mendapatkan semua bahan itu, Dara bergegas untuk pulang. Begitu sampai dirumah, Dara langsung menuju dapur.
“Non, tidak makan siang dulu?” kata Bi Lani.
“Nanti saja Bi, aku masih kenyang. Ayah sudah makan Bi?”
“Sudah Non, beliau sedang dikamar. Non Dara mau buat apa? Mungkin ada yang bisa Bibi bantu?”
“Aku mau buat pay susu untuk Tuan Sean, Bi. Jadi aku semangat sekali untuk membuatnya apalagi dia sangat baik dan sudah banyak membantuku jadi aku akan mengerjakannya sendiri, Bi. Bibi bisa mengerjakan yang lain ya.”
“Baiklah Non, Bibi sangat mengerti kalau orang yang sedang jatuh cinta itu bagaimana. Kalau begitu saya kebelakang ya, non.”
“Iya Bi, maaf ya Bi.”
“Iya tidak apa-apa Non.”
Dara begitu semangat untuk membuatnya sampai siang pun telah berubah menjadi sore.
“Akhirnya jadi juga. Ternyata membuat kue lebih melelahkan daripada memasak. Baiklah semuanya sudah siap. Yang ini untuk Tuan Sean dan yang ini untuk Ayah. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki Pak Lukman yang menuruni anak tangga.
“Dara! Kamu sudah pulang?”
“Sudah daritadi, Yah.”
“Ayah pikir Bi Lani yang sedang sibuk didapur. Ayah mencium aroma wangi.”
“Iya Ayah, Dara sedang membuat pay susu. Ayah cicipi ya, enak apa tidak? Soalnya Dara membuat ini untuk Tuan Sean.”
“Oh rupanya kamu sedang membuat untuk calon suami kamu. Oke baiklah, Ayah akan mencobanya.” Ucap Pak Lukman seraya mencicipi kue buatan Dara.
“Mmmm enak, manisnya juga pas.”
“Serius nih Yah?”
“Iya, serius. Pasti Nak Sean juga menyukainya juga.”
“Baiklah, yang di Loyang ini untuk Ayah. Sedangkan yang sudah aku kemas cantik ini untuk Tuan Sean. Sekarang Dara mau mandi dulu dan bersiap pergi kerumah Tuan Sean.”
“Kamu sepertinya bersemangat sekali, Dara. Jangan-jangan kamu mulai menyukai nak Sean ya?” goda Pak Lukman.
“Ihh Ayah ini ada-ada saja. Sudah ah, Dara mandi dulu.” Ucap Dara seraya berlalu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
TING! TUNG! TING! TUNG! Suara Dara menekan bel pintu rumah Sean. Sean yang kebetulan sedang membaca diruang tengah, segera berjalan kedepan untuk membuka pintu. Apalagi Sean tahu sudah pasti itu Dara.
“Selamat malam, Tuan!” sapa Dara dengan senyum termanisnya pada Sean.
“Malam. Ayo masuk.” Sean mengajak Dara masuk kerumahnya.
“Oh ya Tuan, ini pay susunya.” Kata Dara seraya memberikan paper bag itu pada Dara.
“Terima kasih. Sudah makan malam?” tanya Sean.
“Kebetulan belum.” Jawab Dara. Sean lalu mengajak Dara menuju ruang makan.
“Duduklah, aku akan memasak untuk makan malam.”
“Memangnya tuan bisa masak?” tanya Dara ragu-ragu.
“Bisa.” Singkat Sean. Dara kemudian mengikuti perintah Sean untuk duduk di kursi ruang makan, sementara Sean langsung menuju dapur. Dara terkejut saat Sean membuka beberapa almari yang ada di dapur Sean, disana banyak sekali pisau. Mulai dari yang terkecil sampai yang paling besar. Dan hal itu membuat Dara merasa sedikit takut sampai menelan ludah.
“Sebenarnya apa pekerjaan Tuan Sean? Apa dia memang memperdagangkan manusia? Kenapa bisa banyak begitu jenis dan ukuran pisau? Apa dia menggunakan pisau itu untuk memutilasi manusia?” gumam Dara dalam hati. Dara tidak berani banyak bicara, ia hanya bisa melihat Sean yang sibuk memasak. Karena ruang makan dan dapur hanya tersekat oleh dinding kaca. Memang Sean tampak piawai dan luwes menggunakan pisau, tidak ada kaku sama sekali. Dara hanya bisa melihat dari kejauhan, ia sama sekali tidak berani mendekat. Melihat deretan pisau tadi, membuatnya ngeri sendiri.
Dan dua porsi spageti bolognise dengan cincangan beef diatasnya sudah tersaji diatas meja. Dara terpukau dengan penyajian makanan yang sangat bersih dan rapi seperti di restoran bintang lima.
“Wah Tuan, anda memang hebat. Persis seperti direstoran.” Ucap Dara sambil bertepuk tangan.
“Dan ini minumannya.” Kata Sean.
“Apa ini Tuan? Warnanya bagus sekali. Yang atas biru dan bawahnya orange.” Tanya Dara dengan polosnya.
“Itu mocktail. Baiklah ayo makan. Pastikan makan dengan table manner yang benar.” Ucap Sean.
“I-iya Tuan.”
“Aku pikir table manner hanya berlaku saat makan bersama orang tuanya saja tapi ternyata saat makan bersamanya juga.” Gumam Dara dalam hati.
“Kalau kamu ingin berubah, kamu harus konsisten. Makanlah dengan elegan juga.” Kata Sean.
“Iya Tuan.” Pasrah Dara. Suasana makan malam terasa sangat hening. Dara memperhatikan cara makan Sean yang begitu elegan, bersih dan rapi. Sungguh sempurna.
“Mmmmm masakan Tuan enak sekali. Sumpah enak banget. Ini pertama kalinya aku makan makanan seperti ini. Biasanya lauk ikan asin dan sambal lalapan.” Puji Dara saat ia memasukkan satu suapan ke dalam mulutnya.
“Syukurlah kalau enak.” Singkat Sean.
“Oh ya, Tuan tinggal sendirian saja? Tidak ada pembantu?”
“Yang kamu lihat bagaimana Dara?”
“Ya sendiri, Tuan. Aku pikir tuan bayangan itu tingal disini.”
“Dia juga sudah punya rumah sendiri.”
“Oh ya Tuan, terima kasih ya untuk hari ini. Tuan bahkan membongkar wajah asli Jessica dan teman-temannya, yang sebelumnya aku tidak pernah menyangka mereka benar-benar melakukan operasi plastik.”
“Kamu harus tetap waspada dengannya, Dara. Mungkin saat ini dia sedang menyiapkan rencana lain untukmu.”
“Tuan, kenapa aku tiba-tiba menjadi khawatir ya?”
“Apa yang kamu khawatirkan?”
“Sampai saat ini yang aku khawatirkan adalah kalau Jessica membongkar kasus Ayah di kampus. Aku masih kuat dicaci dan di hina tapi kalau sudah bersangkutan dengan Ayah, aku tidak bisa. Karena Jessica dan aku dulu satu SMA jadi sudah pasti dia tahu semua masalahku.”
“Jangan khawatirkan itu Dara, aku masih menyelidiki kasus itu. Kebenaran pasti akan segera terkuak. Karena tujuan mereka memang ingin menyingkirkanmu. Tetap fokus pada kuliahmu dan rencana pernikahan kita.”
“Baiklah Tuan. Aku percaya pada tuan.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dua hari pun berlalu dengan aman. Dara merasa sangat lega karena kekhawatirannya tidak terbukti. Kini ia berangkat ke kampus pun seperti biasanya. Tapi hari itu, pandangan semua orang terhadapnya berbeda lagi dan seolah menyudutkan.
“Aku tidak menyangka Ayah Dara seorang napi. Bagaimana bisa anak seorang napi kuliah dikampus ini?”
“Kita harus hati-hati, jangan-jangan nanti barang-barang kita ada yang dicuri.” Itulah sebagian kasak-kusuk yang Dara dengar sepanjang jalan menuju kelasnya. Dara hanya bisa menundukkan pandangannya saat semua orang menatapnya dengan sinis. Dara pun menjadi taku untuk masuk ke dalam kelasnya. Namun Dara berusaha untuk tetap tenang dan ingat akan ucapan Sean.
“Pagi semua!” sapa Dara dengan ramah.
“Wah, anak mantan napi nih. Kalian hati-hati ya, pastikan barang-barang kalian semua aman.” Kata salah satu teman Dara.
“Dara, aku tidak menyangka kamu bersembunyi selama ini. Di foto ini Ayahmu terlihat sangat lugu tapi ternyata suhunya rampok.” Sahut yang lain.
“Jangan-jangan wajah polosmu itu juga penuh dengan kepalsuan. Jangan-jangan kamu juga berkomplot dengan ayahmu. Ah, pasti yang kamu dapat sekarang memang hasil curian ya? Semua ceritamu kemarin palsu, iya kan?” sahut yang lainnya lagi. Semua memberondong Dara dengan hujatan.
“Stop kalian! Jangan menghakimi Dara. Siapa tahu itu fitnah.” Nana mencoba membela Dara.
“Hei Nana, sudah jelas-jelas beritanya akurat. Itu ada foto lengkap dan beritanya dulu dimuat di Koran. Bahkan Ayah Dara juga baru bebas beberapa bulan lalu kan?” sanggah yang lain.
“Dasar anak maling! Anak rampok!” Sorak mereka semua dengan penuh kebencian.
“Ayahku tidak bersalah! Dia tidak bersalah! Dia difitnah!” teriak Dara menyangkal semua tuduhan itu. Akhirnya Dara pun menangis dan ia pergi meninggalkan kelasnya. Kejadian hari itu, mengingatkan Dara pada kejadian beberapa tahun lalu. Hari dimana Ayahnya dituduh dan dimasukkan ke sel tahanan. Membuatnya semakin di kucilkan, dihina dan di rundung selama bertahun-tahun.
"Tuhan, aku baru saja merasakan bahagia mempunyai banyak teman, diperhatikan banyak orang tapi kini mereka kembali menatapku dengan penuh kebencian. Kenapa kebahagiaan dan ketenangan ini terasa singkat sekali?" gumam Dara dalam hati sambil terus berlari.
Bersambung... Apakah yang akan Dara lakukan? Apakah Sean berhasil membersihkan nama Ayah Dara?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Irsa Arini
jesica dan teman2 tidak henti2nya menghujat dara
2022-03-17
1
verlyn08
yg sabar ya Dara...😘😘😘
2022-03-16
1
Epo Sarifah
ya Allah cobaan apa lg ini buat dara,yg tabah dan sabar ya dara semuanya akan indah pada waktunya, amin
2022-03-16
1