BAB 12 Bertemu Orang Tua Sean

Dara lega sekali, hari ini ia bisa mengatasi mereka semua yang selalu memandang rendah kearahnya. Jam kuliah pun selesai, tiba-tiba saja teman sekelasnya mendekat kearah Dara.

“Dara, kami semua mau minta maaf atas apa yang kami lakukan selama ini kepadamu.” Ucap Nana, teman sekelas Dara yang tadi sempat berkomentar tentang penampilan Dara.

“Iya Dar, gue juga minta maaf. Mulut gue selalu nyolot sama elo.” Kata Doni, yang waktu itu mengatai Dara jatuh di comberan.

“Pokoknya kita semua minta maaf sama kamu, Dara. Ucapan kamu menyadarkan kami.” Sambung Nana mewakili semuanya.

Dara tersenyum. “Tanpa kalian minta maaf, aku sudah minta maaf pada kalian. Mungkin aku juga salah karena aku tidak memiliki rasa percaya diri jadi aku terlalu mengurung diri jadi kalian selalu memandangku aneh. Aku juga minta maaf soal tadi.”

“Tidak Dara! Ucapan elo bener ko. Dan mulut gue emang gini asal nyeplos aja.” Sahut Doni.

“Aku harap kalian baik padaku bukan melihat ku yang sekarang ini.” Ucap Dara.

“Tentu saja tidak, Dara. Selama empat tahun kami selalu merundungmu padahal kami tahu kamu adalah mahasiswi teladan dan juga baik hati. Ya mungkin kami mudah terprovokasi saja.” Ucap Nana. Mereka kemudian bergantian menjabat tangan Dara untuk meminta maaf. Tentu saja Dara sangat bahagia karena selama empat tahun ia menahan semua perundungan dan tatapan rendah teman sekelasnya. Bahkan selama empat tahun itu Dara sama sekali tidak mempunyai teman di kampus. Tapi kali ini, Dara sudah menemukan banyak teman dan mereka memandangnya dengan ramah.

 

Dara kemudian berjalan kearah tempat parkir. Mereka semua memandang Dara penuh rasa kagum sampai Dara merasa malu sendiri. Bahkan para mahasiswa laki-laki pun meminta nomor pribadi Dara namun Dara menolaknya dengan halus.

“Maaf ya, aku tidak hafal nomor ponselku. Ponselku sendiri sedang rusak dan masih dalam perbaikan.”

“Oh tidak apa-apa. Tapi boleh kan kalau kita makan di kantin bersama.”

“Boleh-boleh saja. Aku duluan ya.”

“Iya Dara, hati-hati ya.” Ucap mahasiswa itu. Padahal Dara memang sengaja tidak mau memberikannya karena mereka baik setelah Dara berubah menjadi seorang Dewi yang sangat cantik. Dalam sehari, Dara menjadi ternding topic di kampus. Bukan hanya pintar tapi Dara juga memiliki kecantikan yang begitu sempurna di tambah Dara memiliki sifat yang sangat baik. Semua orang membicarakan Dara hari itu. Dan tentu saja itu semua sampai di telinga Jessica.

“Jes, elo kalah pamor sama si buruk rupa.” Celetuk Monik.

“Dalam waktu sekejap, dia berubah menjadi seorang Dewi. Bukan hanya masalah cantik tapi juga dia membantu mereka yang kita kerjain.” Sahut Nita.

“Tenang saja, kedudukannya dalam sekejap juga akan berubah.” Ucap Jessica dengan penuh rasa dendam dan iri.

 

Sepulang kampus, Dara mampir ke bengkel tempat Tommy bekerja. Setidaknya Dara ingin menyapa sahabatnya itu. Apalagi jam seperti ini Tommy juga sedang istirahat.

“Tommy!” sapa Dara yang melihat Tommy belepotan oli. Mata Tommy melotot melihat Dara dari atas sampai bawah.

“Siapa ya? Kenapa ada tiba-tiba ada bidadari yang menyapaku? Aku tidak mimpi kan?” gumam Tommy sambil mengucek mata dan menepuk pipinya. Dara lalu mendekat dan menepuk bahu Tommy.

“Tommy, masa kamu tidak ingat aku? Aku Dara.”

“Dara? Serius kamu Dara?” Tommy kembali melihat Dara lebih seksama.

“Ihh apaan sih? Kamu menatapku seperti menatap tersangka saja.” Kesal Dara.

“Dar, sumpah ini kamu? Kamu benar-benar berubah, Dar.” Tommy berdecak kagum melihat perubahan Dara bahkan cara berpakaian Dara yang lebih modis.

“Iya ini aku. Si rambut keriting dan si belang.” Ucap Dara. Tommy langsung memeluk Dara.

“Dara, aku sangat merindukanmu. Dua bulan kamu pergi dan pulang-pulang kamu sudah seperti ini.” Tommy lalu melepaskan pelukannya. Ia kemudian mengajak Dara untuk duduk.

“Iya Tom, ini semua karena Tuan Sean. Dia membuatku seperti ini. Dan kamu tahu, kalau aku berhasil menghadapi mereka yang selalu merundungku."

“Mereka pasti pangling dengan perubahan kamu, Dar. Kamu sangat cantik Dara. Aku pikir bidadari yang turun dari kahyangan.”

“Iya sekarang bilang begitu, dulu? Pernah memujiku seperti bidadari?”

“Dara, kamu itu memang sebenarnya cantik. Foto masa kecilmu saja sangat cantik. Sepertinya Tuhan memang sengaja menutupi kecantikanmu deh, Dar. Sampai akhirnya datanglah seorang pangeran tampan yang tulus mencintaimu. Dan dia membuang kutukan itu, seperti cerita dalam dongeng.”

“Aku juga tidak tahu, kenapa Tuan Sean itu datang tiba-tiba dan ingin menikahiku. Padahal dia bisa mendapatkan seribu gadis cantik yang dia inginkan.”

“Nah, itu Dara. Dia memang seorang pangeran yang dikirim Tuhan untuk membebaskanmu dari kutukan. Lihat sekarang! Kamu sangat cantik, bahkan bekas luka itu hilang sempurna.”

“Maaf ya selama di Korea, aku tidak memberimu kabar dan tidak membalas pesanku. Karena disana aku seperti detraining. Mulai dari kelas kepribadian, kelas bela diri, kelas konseling dengan psikiater dan kelas kecantikan. Jadi Tuan Sean bukan hanya merubahku saja tapi dia juga memberikan aku banyak pelajaran disana. Aku seperti mendapat mendapat kelas privat tambahan.”

“Bagus dong, Dar. Jadi dia bukan hanya mengubah fisikmu tapi dia juga menempa mentalmu.”

“Iya Tom. Dan aku merasa lebih percaya diri dan berani sekarang. Aku sekarang bisa berjalan dengan menatap lurus tanpa harus menunduk setiap bertemu dengan banyak orang. Aku tidak menyangka hidupku akan berubah drastis dengan singkat. Seperti magic!”

“Tapi aku harap, kamu tetap Dara yang dulu. Dara yang pernah aku kenal dulu. Jangan berubah ya, Dar.”

“Tentu saja Tom, aku tidak akan berubah. Aku masih tetap Dara yang dulu. Oh ya, aku ada oleh-oleh untukmu.” Ucap Dara sambil memberikan sebuah paperbag bertuliskan huruf hangul.

“Wah, ini dari Korea ya?”

“Iya, Tom. Itu namanya Hangwa makanan tradisional di Korea dan itu ginseng untukmu supaya kamu selalu sehat. Ini juga dibelikan Tuan Sean jadi aku membaginya untukmu. Aku sama sekali tidak keluar uang, Tom. Aku mana punya uang sebanyak itu.”

“Wah, Tuan Sean sangat baik ya. Tapi ini yang hangwa kayak onde-onde ya,” celetuk Tommy sambil tertawa.

“Hahahaha iya juga ya. Oh ya Tom, aku harap kamu jaga rahasia ini ya.”

“Iya-iya, Dar. Aku justru akan berdoa supaya kamu dan Tuan Sean benar-benar saling jatuh cinta.”

“Apaan sih, Tom.” Dara tersipu.

“Sepertinya memang Tuan Sean yang pantas untuk kamu, Dar.”

“Sudahlah, aku mau pulang dulu ya. Kasihan Ayah nanti pasti kahwatir.”

“Oke. Hati-hati ya, Dar. Kapan-kapan kenalkan aku pada Tuan Sean ya.”

“Iya-iya nanti aku kenalkan padamu kalau dia mau, hehehe.”

 

Sesampainya di rumah, Dara terkejut melihat Sean sudah bersama Ayahnya, duduk bersama di meja makan. Tentu saja Reza juga ikut bersama Tuannya.

“Ayah.” Dara lalu mengecup punggung tangan Ayahnya.

“Kamu dari mana? Kok siangan?” tanya Pak Lukman.

“Oh tadi Dara mampir di bengkel Tommy, Yah. Sejak Dara pulang, belum sempat bertemu Tommy.”

“Iya Dara, dia selalu menanyakan kabar tentang kamu. Oh ya, salim juga sama calon suami mu.” Kata Pak Lukman sambil mengarahkan pandangannya pada Sean.

“Salim? Sama Tu-tuan Sean?” Dara tanpak terkejut dengan permintaan Ayahnya.

“Iya Nak.”

“Betul Nona Dara! Kalian sebentar lagi akan menjadi suami istri, memang sudah seharusnya seperti itu.” Sahut Reza.

“Suami istri palsu. Si Tuan bayangan itu selalu saja menjadi kompor,” gerutu Dara dalam hati. Dara dengan ragu meraih tangan Sean lalu mengecup punggung tangannya. Sebuah pengalaman pertama bagi Sean maupun Dara.

“Ya sudah kamu cuci tangan, kita makan sama-sama, nak.”

“Iya Ayah.” Dara kemudian segera mencuci tangan dan setelah itu bergabung di meja makan.

“Tommy? Siapa Tommy?” gumam Sean dalam hati penuh tanya. Seolah tahu isi hati bosnya. Reza pun berinisiatif menanyakan siapa Tommy.

“Nona Dara, kalau boleh tahu Tommy siapa? Apakah pria yang waktu itu datang kerumah? Maaf, bukannya apa-apa hanya ingin memastikan saja apalagi kan Nona dan Tuan akan menikah. Supaya kedepannya tidak ada salah paham.” Reza begitu pintar mencari tahu dengan caranya yang jenius, alias pintar berbicara.

“Oh, Tommy adalah sahabatku. Kami sudah bersahabat sejak SMP. Hanya dia yang mau berteman denganku, Dara si buruk rupa.” Jelas Dara.

“Dara, apa yang lain tidak mau berteman denganmu?” sahut Pak Lukman.

Mendengar pertanyaan Ayahnya, Dara buru-buru meralatnya. Ia tetap ingin merahasiakan semuanya dari Ayahnya.

“Eee… bukan begitu Yah. Maksudnya yang pertama kali Dara kenal waktu SMP, begitu. Jadi tenang saja Tuan Reza. Iya, dia yang waktu itu kerumah. Dia baru kembali dari kampungnya dan tahu rumahku dari tetangga lamaku.” Jelas Dara. Reza lalu melirik kearah Sean sambil mengangkat alisnya, memberi kode pada bosnya bahwa Tommy hanyalah teman saja. Sean teersenyum tipis melihat ekspresi Reza.

“Oh ya Dara. Nanti jam 7 aku akan menjemputmu. Aku akan membawamu menemui kedua orang tuaku.”

“Harus malam ini?” Dara tergugup.

“Iya Dara. Setelah memperkenalkanmu, aku akan meminta orang tuaku untuk menemui orang tua kamu.”

“Bagaimana Ayah?” Dara meminta pendapat Ayahnya.

“Tidak apa-apa, Nak. Katakan saja yang sejujurnya jika mereka bertanya siapa Ayah. Yang jelas, doa Ayah menyertaimu.”

“Aduh, katanya pernikahan palsu. Kenapa harus ada pertemuan keluarga juga? Bagaimana kalau orang tua Tuan Sean tidak setuju? Biasanya orang kaya akan menikah dengan yang selevel dengannya.” Gumam Dara dalam hati.

“Tidak usah pikir panjang, Dara. Bersiaplah nanti.” Kata Sean. Dara hanya mengangguk dengan memaksa senyumnya.

 

####

Dara dan Sean kini sedang dalam perjalanan menuju rumah orang tua Sean. Dara sangat gugup, Sedari tadi Dara tidak ada hentinya meremas sendiri kedua tangannya, ditambah dress yang diberikan oleh Sean terlalu terbuka karena memperlihatkan bagian pundaknya.

“Dara, ingatlah! Jangan panggil aku, Tuan. Tapi sesuai kesepakatan kita kemarin.”

“Baik Tuan.”

“Sekarang coba panggil aku sayang.”

“Hah? Apa? Mata Dara membulat.

“Iya. Coba sekarang.” Perintah Sean.

“Baik sa-sa-sayang.”

“Oke, sa-sa-sa-sayang.” Balas Sean yang lebih gugup daripada Dara.

 

Akhirnya mereka sampai juga di kediaman Tuan Gunawan. Sean turun terlebih dahulu dari mobilnya, baru ia membukakan pintu mobil untuk Dara.

“Dara! Kita sudah latihan bagaimana cara berakting, kamu jangan sampai lupa.”

“I-iya.” Dara lalu mengalungkan tangannya pada lengan Sean. Dara pun melangkah dengan elegan bersama Sean.

“Tenang Dara! Jangan tegang, bersikaplah natural.” Gumam Dara dalam hati. Dara begitu takjub melihat rumah mewah bak istana itu.

“Selamat malam Pah-Mah.” Sapa Sean pada kedua orang tuanya yang sudah menunggunya diruang tengah. Nyonya Sonia dan Tuan Gunawan terpukau dengan kecantikan Dara malam itu.

“Sean, itu calon istrimu?” Nyonya Sonia beranjak dari duduknya mendekati Sean dan Dara, disusul oleh Tuan Gunawan. Sean hanya mengangguk dengan senyum kecilnya.

“Sa-sayang, ini adalah Mamahku, namanya Sonia. Dan ini adalah Papaku, namanya Gunawan.” Ucap Sean. Dara lalu meraih tangan Nyonya Sonia dan  Tuan Gunawan. Dara mengecup punggung tangan Nyonya Sonia dan Tuan Gunawan secara bergantian. Kedua orang tua  Sean kagum dengan adab Dara dalam menyapa dan memperkenalkan diri. Yang mana jama sekarang sudah terbilang langka. Mereka lebih menyukai cara seperti itu dari pada harus cipika-cipiki alias cium-cium pipi kiri atau kanan.

“Selamat malam Tante Sonia-Om Gunawan. Perkenalkan nama saya Dara. Senang sekali bisa bertemu dengan Tante Sonia dan Om Gunawan.”

 

Bersambung…. Bagaimana reaksi kedua orang Tuan Sean? Akankah mereka memberi restu atau menentang?

Terpopuler

Comments

muthia

muthia

mantap👍👍

2022-04-02

1

Penghayal Senja

Penghayal Senja

keren

2022-03-11

1

Epo Sarifah

Epo Sarifah

semoga ortu sean merestui hubungannya dara sm sean

2022-03-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!