Setelah selesai mandi, Dara bergegas kerumah seorang anak yang bernama Nicko itu.
“Hai Kak Dara.” Sapa Nicko dengan ramah.
“Hai Nicko, bagaimana hasil ulangan kamu tadi?”
“Taraaaa…. Aku mendapat nilai sempurna.” Ucap Nicko sambil menunjukkan kertas hasil ujiannya.
“Yeay, selamat Nicko! Kakak senang sekali. Tuh kan, kamu sebenarnya bisa tapi kamu mungkin yang kurang rajin.”
“Terima kasih ya Dara, sejak Nicko les privat denganmu, semua nilai Nicko bagus.” Sahut Nona Milka seraya membawa nampan bersama minuman dan camilan untuk Dara.
“Sama-sama Nona Milka. Tapi ini semua juga berkat Nicko yang semangat belajarnya.”
“Dara, jangan panggil aku Nona. Panggil saja Kakak, supaya kita lebih akrab.”
“Tapi kan Nona…..”
“Tapi kenapa? Sudahlah jangan sungkan. Hanya kamu yang cocok dengan Nicko. Dan cuma kamu yang bisa menjinakkan Nicko yang super bandel ini. Semua guru privatnya menyerah begitu saja.”
“Pada dasarnya tidak ada anak nakal, Kak Milka. Hanya saja mereka tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaannya atau bisa saja dia sedang mencari perhatian.”
“Apa yang kamu katakan benar juga, Dara. Baiklah kalau begitu silahkan lanjutkan ya, aku kebelakang dulu.”
“Iya Kak, terima kasih untuk camilan dan minumannya.”
“Sama-sama Dara.”
“Nicko, Kakak boleh tanya sesuatu?”
“Tanyakan saja, Kak,”
“Kamu tidak takut melihat wajah, Kakak?”
“Tidak! Aku sama sekali tidak takut. Kakak sebenarnya sangat cantik tapi wajah Kakak terluka kan? Itu seperti luka bakar.”
“Iya, ini bekas luka bakar beberapa tahun lalu. Baru kamu lho yang bilang Kakak cantik. Lebih tepatnya kamu dan Ayah Kakak. Baiklah kalau begitu kita mulai belajarnya ya.”
“Iya Kak.”
Hanya keluarga Nona Milka yang percaya dengan jasa privat Dara. Nona Milka bisa memperlakukan Dara layaknya manusia. Mereka bisa melihat sisi lain dari Dara, begitu juga dengan Nicko yang begitu menyayangi Dara. Dara sangat senang mendengar jawaban dari Nicko, disaat semua anak takut kepadanya tetapi Nicko bisa mengatakan cantik padanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Akhirnya hari yang dinanti oleh Dara tiba. Hari kebebasan Ayahnya. Saat melihat Ayahnya keluar dari pintu besi dan tembok yang tinggi itu, Dara berlari memeluk Ayahnya. Air mata pun lolos dari pelupuk mata Dara dan Pak Lukman saat keduanya saling berpelukan.
“Ayah, Dara sangat merindukan Ayah.”
“Ayah juga merindukan kamu, Nak. Dara lega sekali setidaknya Ayah mendapat remisi dua tahun dari waktu enam tahun. Tapi tetap saja Ayah tidak bersalah.”
“Sudah nak, jangan dipikirkan lagi. Ayah sudah ikhlas menjalani waktu Ayah disana. Nanti kebenaran juga akan terungkap. Siapa yang menabur, dia yang akan menuai.”
“Ayah terlalu baik.” Ucap Dara sesenggukan.
“Ayah lapar, kamu sudah masak untuk menyambut Ayah?”
“Dara sudah masak yang enak untuk Ayah. Ayo Ayah, Dara bonceng dengan unicorn Dara.” Kata Dara sambil menunjuk motor jadulnya.
“Kamu ini ada-ada saja.”
Begitulah Dara yang selalu berusaha ceria dan tersenyum dihadapan Ayahnya. Dara menyembunyikan semua luka batin akibat semua perundungan dan hinaan yang selama ini Dara alami. Dara tidak ingin menambah luka batin Ayahnya.
Sesampainya dirumah, Dara segera mengajak Ayahnya menuju ruang makan. Masakan kesukaan Ayahnya, sambal terasi, ikan asin dan sayur bayam sudah tersaji di meja.
“Ayo makan, Dara. Ayah sudah tidak sabar ingin makan.”
“Baiklah Ayah.” Dara lalu menuangkan nasi beserta lauk dan sayur kedalam piring Ayahnya. Keduanya makan dengan sangat lahap.
“Dara, bagaimana kuliahmu, Nak? Apa teman-temanmu menjauhimu karena Ayah seorang napi?”
“Tidak Ayah! Mereka semua baik pada Dara. Apalagi itu hanya fitnah belaka.” Jawab Dara dengan senyumnya. Padahal dibalik senyum Dara, ia menyimpan luka yang sangat dalam. Semua itu Dara lakukan supaya Ayahnya tidak mengkhawatirkannya.
“Syukurlah kalau mereka semua baik denganmu. Maafkan Ayah yang sudah empat tahun tidak bertanggung jawab pada kamu, Nak. Ayah terkurung dibalik jeruji besi dan meninggalkan kamu. Selama empat tahun terakhir, kamu baik-baik saja kan?”
“Ayah jangan khawatir. Dara baik-baik saja, Ayah. Buktinya Dara ini sehat saja sampai detik ini.”
“Kalau begitu besok Ayah mulai bekerja ya.”
“Bekerja apa Ayah? Sudah, biarkan saja Dara yang bekerja. Ayah istirahat dirumah saja ya.”
“Ayah akan tetap bekerja sebagai kuli, Dara.”
“Dara tidak akan mengijinkan Ayah bekerja. Dara tidak mau hal dulu terulang lagi. Bagaimana mungkin tumpukan semen, besi, beberapa kaleng cat, tiba-tiba ada dihalaman belakang rumah kita? Mustahil sekali Ayah.”
“Namanya kerja proyek, apalagi itu proyek elit, Dara. Setiap pulang kerja, semua bahan material dicek dengan sedetail mungkin. Mereka sangat disiplin sekali, supaya jelas perhari berapa banyak material yang digunakan.”
“Tapi kenapa Ayah yang di tuduh? Pasti ada orang yang iri dengan Ayah. Apalagi sebelumnya Ayah cerita kalau mandor proyek itu sangat menyukai kinerja Ayah dan Ayah dekat dengan dia kan? Bahkan mandor itu ingin mengajak Ayah untuk menangani proyek lain. Eh tapi keesokan harinya, rumah kita digrebek.”
“Mungkin saja ada yang begitu, Nak.”
“Tapi Ayah, masa Ayah tidak merasa ada teman Ayah yang mencurigakan?”
“Sama sekali tidak. Ayah tidak mudah berpikiran buruk dengan orang lain.”
“Ayah, kenapa Ayah jadi orang baik banget sih. Hati Ayah terbuat dari apa?”
“Sudah ya, kita jangan bicarakan itu lagi. Lebih baik kita nikmati saja makanan ini.” Kata Pak Lukman yang masih bisa menyunggingkan senyumnya.
“Ayah, terkadang kebaikan kita tidak terlihat oleh orang yang membenci kita. Apalagi yang beruang lah yang paling berkuasa. Kita tidak punya daya apapun untuk melawan mereka yang jahat. Kita hanya bisa mengandalkan doa dan Tuhan saja. Berharap suatu saat nanti kebenaran itu akan tertangkap. Dan berharap suatu saat Dara bisa membahagiakan dan membanggakan Ayah.” Ucap Dara dalam hati.
Keesokan harinya, Dara pergi ke kampus seperti biasa. Kali ini ia begitu semangat karena Ayahnya akhirnya bebas. Setidaknya ada yang menunggunya saat ia pulang dari kampus.
“Ayah, Dara berangkat dulu ya.” Pamit Dara sambil memeluk Ayahnya.
“Kamu hati-hati ya, nak. Kamu tidak memakai masker untuk menutupi lukamu?”
“Sudah lama sekali Dara melepaskan masker itu, Ayah. Dara ingin berdamai dengan keadaan. Nanti kalau Dara sudah bekerja dan miliki banyak uang, Dara akan menghapus luka bakar ini. Dan wajah Dara bisa kembali seperti dulu.”
“Bagi Ayah, kamu itu sangat cantik, Nak. Tuhan sepertinya sengaja menyembunyikan kecantikan kamu dengan luka bakar itu. Tuhan ingin melindungi kamu dari kejaran buaya darat. Bayangkan saja jika tidak ada luka bakar itu pasti kamu akan menjadi primadona dan semua pria akan mengejarmu.” Kata Pak Lukman dengan tawa kecilnya.
“Sudahlah, Ayah jangan menghiburku. Aku sudah terbiasa dengan wajah seperti ini, Ayah. Ayah tidak perlu menghibur Dara. Dara bahagia kok, Yah.”
“Kamu memang anak yang baik. Ayah berharap suatu saat kamu akan menemukan kebahagiaan. Maafkan Ayah yang tidak bisa membahagiakan kamu.”
“Kenapa Ayah minta maaf? Dara sudah sangat bahagia. Apalagi sekarang Ayah sudah di rumah. Baiklah Dara berangkat dulu. Kalau kita terlalu banyak mengobrol, Dara bisa telat.”
“Iya nak, kamu hati-hati ya.”
“Iya Ayah. Ayah baik-baik ya dirumah.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Sean, kamu harus keluar kandang! Kamu mau jadi bujang lapuk apa? Papa menyekolahkan kamu di sekolah elit, supaya kamu menjadi penerus Papa tapi kamu malah seperti itu.” Sepertinya amarah Tuan Gunawan, sama sekali tidak bisa membuat Sean keluar dari pesembunyiannya.
“Hari ini, kamu harus pergi ke kampus yayasan milik kita. Kamu akan berdiri disana menggantikan Papa. Kamu ini pewaris Papa tapi sikap kamu seperti seorang pengecut. Masa iya selalu Reza yang menajdi juru bicara kamu." Mendengar kemarahan Papanya, Sean hanya bisa menunduk. Bahkan toyoran berkali-kali di kepala Sean tidak membuat Sean bergeming.
“Pah, cukup! Sean ini sudah dewasa. Papa tidak seharusnya memperlakukan Sean seperti itu. Selama ini Sean sudah melakukan apa yang Papa inginkan.” Nyonya Sonia berusaha menenangkan amarah suaminya yang meledak-ledak.
“Tapi bukan ini yang Papa inginkan, Mah. Dia menjadi seperti pengecut seperti ini. Dan Papa tekankan juga, kalau Papa akan mencarikan jodoh untuk kamu. Sudah saatnya kamu hidup berumah tangga.”
“Sean tidak mau, Pah!” jawab Sean dengan gugup.
“Mau tidak mau harus mau! Kamu sendiri tidak pernah berhasil mendapatkan seorang wanita kan? Mereka semua menjauh karena manganggap kamu aneh. Kalau kamu memang punya calon sendiri, bawa kehadapan Papa. Kalau tidak, Papa yang akan mencarikan jodoh untuk kamu.” Tuan Gunawan kemudian berlalu meninggalkan rumah Sean bersama istrinya.
Sean menghela nafas lega setelah Papanya pergi. Dan kemudian, masuklah Reza dengan membawa setelan jas lengkap dan masker hitam. Ya, itulah cara Sean menghadapi dunia luar. Setidaknya membantu Sean untuk mengurangi rasa takut, khawatir, gugup dan sedikit membuatnya merasa percaya diri.
“Bos, sampai kapan mau sembunyi? Bos ini sangat tampan, jadi tunjukkan pesonamu, Bos.” Kata Reza, sekretaris dan orang kepercayaan Sean.
“Berikan pakaiannya, tunggu aku diluar.” Kata Sean dengan sikap dinginnya itu.
“Baik, bos.” Jawab Reza.
"Bawa wanita itu kehadapanku, Reza. Aku akan bernegosiasi dengannya." Ucap Sean, saat Reza hendak keluar dari kamarnya.
Reza terkejut. Langkahnya terhenti. "Bos serius?"
"Iya lah. Wanita seperti itu mudah untuk dimanfaatkan. Yang penting kan aku menikah dan dia mendapat keuntungan."
Reza menghela. "Seleramu memang aneh, Bos."
"Sudah, keluar sana dan siapkan mobil."
"Baiklah Bos." Ucap Reza seraya berlalu meninggalkan kamar tuannya.
"Mata bos katarak apa ya? Apa tidak ada wanita cantik? Masa iya mengincar itik buruk rupa?" gumam Reza dalam hati.
Bersambung.... Maaf ya aku revisi ulang 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
syantie
semangat Thor🥰🥰💪💪💪💪
2022-11-20
0
muthia
semangat selalu thor 💪💪
2022-04-01
1
Rahayu Win
cerita bagus, kenapa gak ada komentar 🤔, semangat kakak author 😊
2022-03-17
2