Mendadak Menjadi Mempelai Wanita

Kepala Niya rasanya berputar. Ia tiba-tiba diminta menggantikan posisi Wening. Itu artinya ia menjadi mempelai wanita dari Kerajaan Jawi, menikahi Pangeran Aditama. Pria playboy yang sangat ia benci ketika menjadi calon kakak iparnya, kini justru menjadi calon suaminya!

Awal penyataan ini muncul dari Keluarga Kerajaan Jawi. Ibu Suri berpendapat jika pernikahan antara Keluarga Jawi dan Keluarga Hirawan hanya bisa tertunda dan tidak bisa dibatalkan, mengingat pemberitaan pernikahan ini sudah menyebar ke seluruh negeri. Untungnya wajah dari mempelai wanita belum terekspose media, karena kepercayaan adat. Ibu Suri juga bersyukur, karena keluarga Hirawan memiliki anak gadis lainnya yaitu Niya yang bisa menggantikan Wening.

Niya semakin pusing, karena ternyata keluarga Hirawan tenyata menyetujui pendapat Ibu Suri. Bahkan sampai Ibunya sendiri.

"Ibu juga meminta aku menerima ide gila ini?" tanya Niya dengan nada frustasi. Kegilaan macam apa yang menghampirinya kali ini.

Ibu Niya menghela nafas panjangnya, seraya menepuk tempat disampingnya. Membujuk Niya agar mau duduk disampingnya. "Kamu tahu, kenapa Ibu tidak pernah membawamu ke keluarga Hirawan semenjak kepergian Ayahmu?" ucap Ibu tiba-tiba yang akhirnya menarik perhatian Niya.

"Perbedaan status selalu membuat Ibu merasa bukan bagian dari Keluarga Hirawan. Sampai akhirnya kita datang ke Keluarga ini lagi untuk pernikahan Wening," ucap Ibu berhati-hati.

"Entah karena kedewasaan atau kesepian, atau memang hanya karena sering bersama. Belakangan ini Ibu merasa akhirnya menjadi bagian dari keluarga Hirawan," jelas Ibu dengan suara sedikit bergetar.

Niya yang mengetahui jika Ibunya yang memang seorang yatim piatu, selama ini berusaha membesarkan dirinya seorang diri dengan sebaik mungkin. Baru kali ini ia mendengar jika Ibunya kini senang mendapat sebuah keluarga, meskipun hanya kelurga dari mendiang suaminya.

"Apalagi mendengar Eyangmu menangis dan meminta Ibu membujukmu agar mau menerima perjodohan ini. Bagaimanapun juga menjaga nama baik keluarga itu adalah hal yang baik, " ucap Ibunya seraya mengusap lembut kepala Niya.

"Aku masih 17 tahun, Bu! Aku masih mau sekolah ... bukan tiba-tiba nikah begini ... apalagi menikah dengan Pangeran Aditama yang... " Niya menggantungkan kalimatnya, ia baru saja akan menyebut playboy. "Pangeran Aditama yang calonnya Mba Wening," lanjut Niya frustasi.

"Ibu sudah menayakan semuanya dengan baik, Nak. Kamu tetap bisa bersekolah dan berkuliah meski kelak kalian menikah. Ibu suri sendiri yang menjanjikan itu. Percayalah, Nak!" jelas Ibu berusaha menenangkan Niya. "Ibu tidak menjanjikan pernikahan kalian akan mudah, tapi Ibu bisa melihat ada kebahagiaan disana apalagi jika dasarnya adalah untuk berbakti kepada keluarga," Ibu Niya kembali mengusap lembut kepala Niya seraya menitikan airmata. Hal yang paling meluluhkan Niya, ketika Ibunya sudah menangis dihadapannya.

...***...

Semuanya kemudian berjalan seperti de javu. Semua hal yang dilakukan Wening, kini dilakukan oleh Niya dengan versi lebih singkat dan cepat. Namun, semuanya terasa lebih berat, mengingat Niya tidak dibesarkan dengan adat-istiadat Jawi, ia hanyalah anak kota pada umumnya. Karena itu juga ia secara khusus datang ke Istana Jawi, untuk mendapat kursus singkat mengenai tata krama Kerajaan Jawi, hal yang tidak dilakukan Wening, mengingat ia sudah mengetahui dan mepelajarinya bahkan sejak kecil.

Entah sudah berapa jam yang berlalu, yang Niya Ingat dia datang dipagi hari ke tempat ini dan bahkan kini ia sudah tidak melihat sinar matahari lagi sekarang. Niya mempelajari semuanya, dari silsilah keluarga, cara penyebutan, istilah kerajaan, cara makan sampai cara berjalan. Rasanya kepalanya saat ini bisa mengeluarkan asap karena dipaksa untuk terus berpikir dan mengingat semua pelajarannya hari ini.

Niya akhirnya bisa sedikit bernafas lega ketika akhirnya seorang dayang mengantarkan makan malammnya, yang menandakan ia akan segera pulang usai menyatap makanan ini. Saat tengah memakan sup kacang merahnya, ia melihat sesosok tinggi tegap tengah melongok kearah jendela ruangannya. Membuat Niya hampir saja berteriak, jika saja sosok pria itu tidak dengan cepat membekap mulutnya.

"Ssst!! Jangan berisik!" ucap sosok itu dengan suara maskulin yang Niya kenal. Sosok itu adalah Pangeran Aditama.

Niya dengan kesal memukul telapak tangan Pangeran Aditama memintannya melepas bekapan mulutnya. "Apa-apaan sih, Kamu!" cebik Niya kesal seraya menatap tajam Aditama.

Aditama tampak berbeda, ia tengah mengenakan training set berwarna hitam dengan sebuah handuk kecil melingkar dilehernya. Sepertinya ia baru saja selesai berolahraga.

"Kamu! Kamu! Heh! Mentang-mentang kamu yang selanjutnya jadi mempelai pengantinku, bukan berarti bisa sembarangan memanggil seperti itu ya! Yang sopan sama calon suami!" ingat Aditama dengan nada mengejek disana yang membuat Niya bergidik ngeri.

Niya terlihat tidak takut, ia justru terlihat melipat kedua tangannya di dada. "Makanya kalau nggak mau punya calon istri yang kurang sopan, tolak dong pernikahan ini! Kalau kamu yang nolak pasti bakal di dengerin!" ujar Niya kemudian. Ia berharap Aditama bisa menyetujui perkataannya.

Aditama hanya tertawa kecil mendengarnya. "Dasar Bocil! Memang kamu pikir permasalahan kerajaan bisa selesai dengan semudah itu?!" ucap Aditama meremehkan ucapan Niya.

"Kalau kamu sudah menerima keputusan ini ya jalani sebaik mungkin dong! Belajar mati-matian kalo perlu sampai kepala kecilmu ini mengebul ya! Dan ingat jangan coba-coba kabur juga seperti Wening!" ejek Aditama seraya mengacak rambut Niya asal.

Niya dengan kesal mencoba merapikan rambutnya kembali. "Kenapa sih kamu nggak nikah sama Malika Savita pacarmu itu aja sih? Ajak balikan sana, lamar lagi ..." ucapan Niya terpotong karena Aditama dengan cepat membekap mulutnya kembali, tatapan wajahnya menjadi sangat serius cenderung menakutkan kali ini.

"Jangan pernah sebut nama Malika di Kerajaan ini! Sampai ada yang tahu masalah itu, awas kamu!" ancam Aditama dengan nada pelan, tapi terdengar begitu mengintimidasi Niya.

Seperti terhipnotis, Niya kemudian mengaggukan kepalanya dengan cepat. Sesaat ia bisa melihat sosok Aditama yang cukup menyeramkan saat ini dan mengancamnya.

Aditama secara perlahan melepaskan bekapan tangannya, kemudian kembali menatap Niya yang kali ini terlihat lucu dengan wajah ketakutannya. "Lagipula menikah denganmu rasanya terdengar begitu menarik!" ucap Aditama seraya ternsenyum menyeringai jahil kepada Niya.

Sadar menjadi bahan candaan Aditama, Niya menghentakan kakinya dengan kesal, “Menarik … menarik! Memangnya aku mainan! Kamu itu sadar nggak sih, kamu itu bakal dinikahin sama orang yang belum kamu kenal! Kita itu jauuuh berbeda! Aku itu nggak ada mirip-mirip ya sama Mbak Wening! Mau-maunya sih kamu dipaksa menikah dengan wanita sembarangan!” ucap Niya frustasi kepada Aditama.

Aditama tampak tertawa kecil, perlahan ia maju dan memegang kepala Niya dengan satu tangannya. Membuat Niya mau tidak mau menatap kearahnya.

“Apanya yang wanita sembarangan, gadis kecil! Kamu pikir latar belakang calon istri dari pangeran Jawi nggak di cek dulu? bagaimapun juga kamu itu seorang Diajeng! Wanita keturunan bangsawan!” ucap Aditama gemas.

Niya mengela nafas panjangnya. Rasanya rencana meminta Aditama untuk membatalkan pernikahan mereka berakhir dengan gagal total.

Cih! Aku benar-benar harus menikahi pria menyebalkan ini!

...*** ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!