Niya tampak terduduk lemas di sudut ruangan, ia berharap ini semua hanya mimpi. Kejadia hari ini rasanya menjadi bagian dari sebuah adegan drama. Kakak sepupunya, Wening yang harusnya hari ini akan menjadi istri dari Pangeran Jawi tiba-tiba menghilang dihari pernikahannya sendiri.
Keluarga Hirawan menjadi kacau, mencari Wening disetiap sudut dan mencoba menghubungi semua kenalannya, tapi hasilnya tetap nihil. Mereka sama sekali tidak menyangka jika Putri kebanggaan mereka bisa mengambil tindakan seekstrim ini.
Ini pertama kalinya Niya Melihat, Dimas Aji begitu gusar. Pamannya yang biasa terlihat pendiam dan berwibawa, saat ini terlihat sangat panik dan bingung, belum lagi ketika melihat Diajeng Asih dan Diajeng Sariti, Tante dan Nenek Niya itu tidak berhenti menangisi kehilangan Wening. Bahkan, Dimas Hari yang biasanya terlihat banyak bicara dan ceria, ikut panik tapi berusaha menenangkan Keluarganya. Sementara Niya dan Ibunya hanya bisa termangu memandangi kejadian ini.
Dan yang ditakutkan, kemudian datang. Rombongan Keluarga Jawi datang. Benar-benar keluarga inti dengan bebrapa pengawal, bukan dalam rombongan besar. Mereka adalah Raja Agung Ranajaya, Ratu Agung Mirah dan Pangeran Aditama. Niya masih semoat-sempatnya menghindari Aditama, ketika pandangan mereka bertemu.
"Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana keadaan terakhir keadaan Diajeng Wening? Yakin ini bukan tindakan kriminal? Lalu bagaimana acara hari ini?" tanya Ratu Agung Mirah panjang lebar ketika baru saja sampai di Pendopo Timur, bagian dari Istana Jawi, tempat keluarga Hirawan bersiap untuk pernikahan hari ini. Ia terlihat panik dan terburu-buru, terlihat dari tampilannya yang masih mengenakan pakaian kebaya Agung lengkap khas Kerajaan Jawi.
Dimas Aji dan Diajeng Sariti hanya bisa terdiam saat mendengar pertanyaan dari Ratu Agung Mirah.
Raja Agung Ranajaya mengambil duduk seraya menghela nafas panjang. "Apa sudah di cek CCTV? Keamanan bagaimana? Apa iya tidak ada yang melihat diajeng Wening satupun?" tanya Raja Agung secara rinci. Meskipun dalam kebingungan, ia masih tampak tenang.
"Izin Gusti Raja, kami sudah mengecek segala penjuru CCTV tapi memang tidak ada yang menangkap kemana Diajeng Wening. Untuk pencarian diluar istaa juga sudah dikerahkan, tapi memang dalam jumlah petugas yang terbatas agar tidak terlalu mencolok. Khawatir akan menjadi pemberitaan," ucap salah satu Pengawal Raja.
"Iya itu benar, kita aharus menjaga agar berita ini jangan sampai keluar," ucap Ibu Suri Sedah, yang tiba-tiba datang memasuki pendopo Timur. Dengan langkah tertatih ia berusaha berjalan cepat mendatangi mereka, kemudian Pangeran Aditama dengan sigap menggandeng neneknya itu.
"Kita memang harus fokus mencari keberadaan Diajeng Wening. Tetapi juga harus tetap menjaga agar tidak timbul pemberitaan yang aneh-aneh agar tidak merusak citra Kerajaan," lanjut Ibu Suri yang spontan membuat semuanya terdiam.
"Tapi Ibu, bagaimana jika kehilangan Diajeng Wening ini berhubungan dengan politik yang mengancam Keluarga Kerajaan Jawi?" tanya Raja Agung khawatir.
Niya nampak meremas tangannya dengan sedikit ragu. Ditelapak tangannya itu tampak mengenggam sebuah kkertas. Ia merasa ragu untuk menyampaikan isi surat itu atau tidak.
"Iya, kita akan selidiki itu bersama keluarga Hirawan. Tapi kita jga tidak bisa mengesampingkan kumpulan media yang sudah menanti kita di gerbang istana ini kan? Kita harus segera menyampaikan berita penundaan pernikahan hari ini," jelas Ibu Suri mengingatkan.
Disaat semuanya terdiam hening. Akhirnya Niya memberanikan diri menyampaikan kertas yang ia genggam sejak tadi. "Maaf semuanya, Aku, eh Saya mau menyampaikan kertas ini. Kertas yang ditinggalkan Mba Wening di kamarnya tadi ..." ucapan Niya terpotong, karena kertas ditangannya segwra diraih oleh Ratu Agung.
Surat peninggalan yang berisi pernyataan dari Wening yang menyatakan pergi atas keinginannya sendiri, ia tidak menginginkan pernikahan ini dan berusaha meraih cita-citanya sendiri.
Ratu Agung dengan gemas Pangeran Aidtama. "Kalian ini kemarin-kemarin sedang bertengkar atau bagaimana?" tanya Ratu Agung seraya menatap curiga Puteranya itu.
"Mana ada Ibu Ratu, aku dan wening kan sudah mengenal lama bahkan dari kecil. Bagaimana juga kami bisa bertengkar jika dalam satu minggu penuh kemarin saja kami menjalani pingitan yang mebuat kami tidak bisa bertemu sama sekali, " jelas Pangeran Aditama dengan cepat.
"Maaf, Raja Agung dan Ratu Agung. Para wartawan sudah menanti untuk wawancara, mereka terus mempertanyakan acara hari ini yang terus tertunda," ucap salah satu Pengurus Kerajaan yang datang dengan sedikit panik.
...***...
Tiga hari sudah berlalu semenjak kejadian kaburnya Wening di hari pernikahan. Kerajaan Jawi memberikan pernyataan jika pernikahan memang akan tertunda, mereka membuat alibi keadaan calon mempelai wanita yang sedang tidak sehat.
Keadaan kediaman Hirawan menjadi sangata mencekam, semua orang seperti kehilangan selera untuk makan dan berbicara.
"Ibu, kita begini terus apa kepulangan kita ke Jakarta juga akan tertunda?" tanya Niya dengan setengah berbisik kepada Ibunya, Danisa ketika keduanya tengah berada dikamar.
Ibu Niya, hanya mengangkat kedua bahunya. "Ibu juga tidak tahu, tapi jika kita pulang saja dalam keadaan begini bukannya tidak sopan?!" ujar Ibu Niya bingung.
"Bagaimanapun juga, kita adalah bagian dari Keluarga Hirawan kan ... " ucapan Ibu Niya terpotong.
TOKK! TOKK!!
Pintu kamar Niya diketuk seseorang, yang begitu Niya buka tampak Dimas Hari didepannya.
"Niya sama bulik Danisa dipanggil Eyang kebawah," ucap Dimas Hari pelan kepada keduanya. Ada ekpresi bingung dari wajahnya.
"Ada apa sih Mas? Muka kamu kok bingung gitu?" tanya Niya yang peka dengan perubahan ekspresi kakak sepupunya itu. Mereka berdua berjalan beriringan bersama Ibu Niya menuruni tangga menuju ruang tengah dimana keluarganya tengah berkumpul.
Dimas Hari nampak menghela nafas panjangnya. "Ada keluarga Kerajaan Jawi dibawah," jelas Dimas Hari pelan.
Niya tampak mengernyitkan dahinya heran, ia dengan cepat melirik layar handphone nya yang menunjukan pukul sebelas malam. "Malam-malam gini mereka mau ngapain Mas? Ada berita penting? Mba Wening udah ketemu?" cecar Niya kepada Dimas Hari yang hanya dijawab dengan tepukan ringan dipundaknya, seraya terus menggandengnya turun bertemu kelaurganya.
...***...
Niya tampak memanadang bingung kearah keluarganya. Ia tatap satu-satu, dari Dimas Aji, Diajeng Asih, Diajeng Sariti sampai Dimas Hari. Merasa tidak mendapat jawaban dari keluarganya, ia kini berganian menatap Anggota keluarga Jawi yang di wakili oleh Ibu Suri dan Pangeran Aditama.
Niya masih tidak mempercayai apa yang ia dengar tadi. Ibu Suri menginginkan Niya menggantikan posisi Wening menjadi mempelai wanita dari cucunya, yang itu artinya ia harus menikahi Pangeran Aditama!
...*** ...
... ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments