Salting!

Niya masih memegang dadanya yang terus berdegup kencang. Jemarinya tampak sesekali menyentuh bibirnya.

Ini ciuman pertamanya selama 17 tahun hidupnya! Sebagai gadis muda dan penggemar drama korea ia memiliki fantasi sendiri tentang hal ini. Bagaimana ia akan merasakannya bersama orang yang paling ia cintai dan juga mencintainya.

Tapi nyatanya ia justru melewatinya bersama Aditama yang bukan hanya tidak mencintainya tapi juga partner bertengkarnya setiap hari.

Apalagi jika mengingat jika pasti hal ini bukan yang pertama untuk Aditama! Ia pasti sudah merasakan sebelumnya dengan Malika Savita kekasihnya. Ada perasaan kesal dan tidak adil saat Niya mengingatnya.

...****************...

Pagi hari terasa datang terlalu cepat untuk Niya. Setelah semalaman ia sulit tidur dengan perasaan tidak menentu “pasca ciuman” tidak sengajanya dengan Aditama.

Rasanya satu hari ini ia ingin menukar wajahnya dengan orang lain lain, karena ada rasa canggung ketika bertemu dengan Aditama.

Entah sudah berapa kali ia berusaha menjaga jarak dengan Aditama. Setiap ada kesempatan ia akan memilih jalan lain, meski harus memutar ketika keduanya diharuskan menuju tempat yang sama di istana ini. Atau jika mereka terpaksa harus berdampingan, Niya akan selalu berusaha melemparkan pandangannya ke arah lain dan seminimal mungkin berusaha untuk tidak berbicara kepada Aditama.

Aditama sekali melihatnya juga sudah tahu, jika Niya tengah canggung bersamanya. Ada perasaan gemas melihat tingkah Niya yang tengah serba salah terhadapnya.

Padahal tanpa disadari, Aditama juga merasakan hal yang sama. Bohong jika ia menganggap “insiden ciuman” semalam adalah hal yang biasa saja. Meskipun terjadi karena tidak sengaja, tetap saja membuat hatinya tidak karuan, rasanya seperti kembali menjadi pria remaja ada perasaan terkejut dan senang disana.

Aditama yang menyadari usianya lebih dewasa dibanding Niya, berusaha bersikap biasa saja untuk menutupi rasa canggungnya. Tapi, lama kelamaan ia lebih tidak tahan jika di acuhkan oleh Niya seperti ini.

Seperti sore ini, usai keduanya mengunjungi sebuah pameran seni di alun-alun kota. Niya tampak lebih dulu melangkah dengan cepat memasuki mobil kerajaan. Ia dengan cepat menyadarkan kepalanya dengan wajah menghadap sisi jendela. Aditama tahu, sikap Niya ini adalah usahanya untuk menghidari dirinya.

...****************...

“Kamu mau sampai kapan cuekin aku kayak gini? diem-dieman sepanjang hari, huh?!” ucap Aditama dengan suara setengah berbisik kepada Niya, saat keduanya tengah makan siang di sebuah acara peresmian Gedung Kesenian baru di Kota Jawi.

“Apa gara-gara ciuman semalam? Kejadian itu beneran kamu anggap sebagai ciuman? padahal nggak di sengaja juga? cuma perkara bibir kamu nempel ke bibir aku loh?!” tanya Adit yang sontak membuat Niya panik.

Niya tampak dengan cepat menoleh ke kanan dan kirinya, khawatir dan malu jika ada orang lain yang mendengar ucapan Aditama. Syukurnya meja makan keduanya terpisah dari tamu undangan lainnya. Sehingga kecil kemungkinan percakapan keduanya terdengar.

Aditama yang melihat tingkah panik Ana merasa itu sangat lucu dan menggemaskan, tanpa sadar senyumnya terkembang.

“Ngomong apa sih kamu Mas!” protes Niya seraya menempelkan jari telunjuk di depan bibirnya, tanda untuk meminta Aditama berhenti berbicara.

Aditama yang melihatnya justru ingin semakin menggodanya. “Jadi kamu beneran nganggep hal kayak gitu ciuman? Jangan bilang itu ciuman pertama kamu?!” ucap Aditama dengan sedikit tertawa kearah Niya.

Niya hanya terdiam dan mukanya mendadak berwarna merah jambu menahan malu. Aditama yang melihat ekspresi Niya mendadak kaget. “Beneran? Ini beneran kamu belum pernah ciuman sebelumnya?!”

“Emang kenapa kalo aku belum pernah ciuman?! salah, Huh?!” tanya balik Niya dengan ketus. Ia mendadak berdiri tegak dan menghentakan kecil kakinya, menunjukan sikap protes kepada Aditama yang terus menggodanya.

Beberapa Dayang tampak sigap mendekati Niya. Kebingungan dengan perubahan sikap Tuan Putrinya.

“Ada apa Raden Putri Agung Daniya?” tanya Welas, salah satu Dayang pribadi Niya seraya memperhatikan lekat-lekat kondisinya. Khawatir Niya tengah sakit atau cedera.

Niya yang tersadar akan menarik perhatian banyak orang. Tiba-tiba tampak canggung. Bukan Niya namanya jika tidak pandai mencari alasan. Ia tiba-tiba tampak memegang perutnya. “Ah.. aku sepertinya mau ke toilet!” ucap Niya seraya berpura-pura sedikit sakit akibat menahan malunya.

Aditama tampak menahan tawanya melihat sikap canggung Niya dihadapannya. Entah mengapa ia menjadi sedikit senang mendapati fakta bahwa ia menjadi orang pertama yang menjadi first kiss Niya, meskipun secara tidak sengaja.

...****************...

Niya kembali mendiamkan Aditama. Bahkan ini melebihi rekor dari saat Niya mendiamkannya tempo hari. Hampir satu minggu lamanya.

Aditama benar-benar takjub dengan rasa keras kepala Niya, yang tidak bisa dipungkiri membuatnya cukup senewen juga. Jika boleh memilih ia lebih menyukai jika keduanya berdebat panjang dari pada harus ‘perang dingin’ seperti ini.

Aditama tampak menghela nafas panjang menahan kesalnya. Saat ini ia tengah di mobil bersama Niya, tapi hampir tidak ada sepatah katapun yang keluar dari gadis itu. Padahal keduanya sudah berpergian bersama hampir setengah harian ini.

Sampai kemudian sebuah senyuman tipis mengembang diwajah Aditama. Seolah ia baru saja mendapatkan sebuah ide cemerlang terlintas dipikirannya.

“Pak, nanti berhenti sebentar di butik Sriwerdari ya untuk ukur pakaian Raden Putri Agung Niya,” ucap Aditama kepada Pak Pram, sopir kerajaan mereka.

Niya dengan spontan menoleh dan menatap Aditama. “Pakaian? Aku? Buat apa Kang Mas?” tanya Niya cepat. Ia tanpa sadar mengajak Aditama berbicara lebih dulu dan menyingkirkan ponsel yang tengah ia mainkan sejak tadi.

Aditama tampak berusaha menahan senyumnya. Usahanya untuk membuat Niya kembali berbicara dengannya tampak berhasil.

“Iya, buat pakaian seragam sekolah kamu,” jawab Aditama pelan seraya membuka layar ponselnya, mengacak sembarang chatnya. Berusaha terlihat sibuk.

Meskipun pandangannya ke ponsel, Aditama menyadari perubahan ekspresi wajah dari Niya. Matanya yang bulat semakin terlihat membulat, ekspresi khas dari Niya ketika senang, yang belakangan ini Aditama kenali.

Niya dengan mata berbinarnya memegang lengan Aditama dengan semangat. “Seragam sekolah buat aku? ini beneran kan?!” serunya senang.

Aditama sangat senang. Respon yang diberikan Niya sesuai dengan harapannya. Ia berusaha menahan senyumnya untuk tidak terlalu tampak jelas dihadapan Niya. Ternyata semudah itu membuat Niya mau berbicara dengannya. Tahu begitu ia bisa melakukan jauh lebih awal bahkan sejak kemarin.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!