Memulai Menjadi Putri

Niya tampak sesekali merapikan pakaiannya, kali ini ia mengenakan kemeja dengan motif batik dengan berwarna biru safir dipadu dengan rok sepan berwarna hitam. Karena terus menunduk saat merapikan pakaiannya, tidak sengaja ia menabrak sosok Pangeran Aditama yang juga baru keluar dari kamarnya.

Setelah menikah keduanya memang terpisah kamar, mengingat usia Niya yang masih 17 tahun. Keluarga kerajaan berpendapat setidaknya Niya bisa hamil setelah lulus SMA.

Niya tampak mengusap pelan dahinya usai menabrak Pangeran Aditama, tinggi badan minimalisnya memang hanya sebatas dada Pangeran Aditama.

Niya tampak mengernyitkan dahinya saat meilhat Aditama berpakaian batik berwarna cokelat muda dipadu celana hitam.

“Mas kok bajunya itu sih! Warna kita nggak samaan! Nanti aku dimarahin lagi sama Ibu Ratu!” keluh Niya kepada Aditama.

Niya masih mengingat betul dua hari yang lalu ia dimarahi oleh Ratu Agung Mirah, karena menghadiri acara Kerajaan Jawi dengan berpakaian tidak serasi dengan Pangeran Aditama.

Ibu mertuanya itu memang sangat memperhatikan penampilan anggota Kerajaan Jawi. Baginya dengan memiliki tampilan pakaian senada, bisa menunjukan image pasangan yang harmonis juga di depan publik.

Padahal dibelakangnya, Niya dan Aditama sudah bertengkar puluhan kali bahkan lebih. Pribadi keduanya memang sangat bertolak belakang.

Seperti pagi ini, Aditama justru tampak cuek ketika mendapat keluhan dari Niya. “Kalo memang mau samaan! Sana kamu aja yang ganti baju!” sahut Aditama cuek.

Niya mengehentakan kakinya kesal. “Aku terus yang ngalah! Sekali-kali kamu kek sana!” protes Niya seraya mengerucutkan mulutnya kesal.

Pernikahan yang sudah berjalan hampir dua minggu, membuat keduanya menjadi sedikit lebih dekat. Niya kini tidak segan-segan lagi memgajukan protes tehadap Aditama.

“Heh! Bocil! Kita itu mau dateng ke Sekolah dalam rangka hari pendidikan! Pakaian yang kamu pakai itu mirip seragam korpri nya para guru. Kamu mau cosplay jadi salah satu guru juga?!” sahut Aditama gemas.

Niya menghela nafas panjangnya dan terpaksa berbalik ke kamarnya. “Ngomong dari tadi kek Mas! Biar aku nggak capek gonta-ganti baju” keluh Niya panjang lebar.

Niya selalu berusaha mengikuti semua peraturan Kerajaan Jawi sebaik mungkin. Meskipun terasa berat dan masih melakukan kesalahan disana sini. Mengingat Niya memang tidak terbiasa hidup dengan peraturan adat istiadat Jawi.

Terutama Niya merasa Ratu Agung Mirah masih belum menerima dan menyukai dirinya. Ia merasa Ibu Ratu terkadang bersikap tegas dan cukup keras terhadap dirinya. Niya merasa mungkin Ibu Ratu masih merasa kecewa yang sebelumnya berkespektasi mendapatkan menantu sesempurna Wening tapi ternyata justru “terpaksa” mendapatkan Niya.

Untungnya Ibu Suri sangat menyayangi Niya, ia terasa sama baiknya seperti Eyangnya sendiri. Meski Niya terlihat ceroboh dan banyak kurangnya dalam belajar menjadi seorang putri.

Sementara Aditama, menurut Niya tidak banyak membantunya. Jadwal kegiatannya sendiri juga begitu padat, membuatnl Niya segan jika harus sekedar bercerita atau berkeluh kesah kepada dirinya.

...****************...

Niya tampak kelelahan, hari ini ia memiliki 3 sampai 4 kegiatan kunjungan dari berbagai acara. Ia menatap Pangeran Aditama yang tampak biasa saja, entah karena ia sudah terbiasa dengan jadwal kegiatan seperti ini atau memang dia yang memeng terlalu cuek untuk berbagai hal.

Niya akhirnya hanya termangu menatap jalanan dari arah jendela mobilnya. Ia terlihat familiar dengan jalanan ini.

“Mas ini bukannya Karang Sari? daerah rumahnya Mas Hari kan ya?” tanya Niya memastikan kepada Aditama.

Aditama yang tengah menonton pertandingan sepak bola dari ponselnya, terpaksa mengikuti pandangan yang di tunjukan oleh Niya.

“Iya,” sahut Aditama cepat setelah mengamati jalanan secara seksama.

“Mampir sebentar yuk, Mas! Aku mau ketemu Eyang, Pakde, Bude sama Mas Hari sebentar!” ujar Niya senang, mengingat ia hampir sudah satu bulan tidak bertemu dengan keluarga Hirawan.

Meskipun sebenarnya sosok yang paling ia rindukan saat ini adalah Ibunya. Tetapi mengingat ibunya sudah kembali ke Jakarta untuk segera bekerja, tapi setidaknya ia masih bisa bertemu dengan Keluarga Hirawan yang akan sedikit mengobati rindunya dan melepaskan kepenatan dari peraturan Kerajaan Jawi.

“Tidak bisa!” sahut Aditama cepat bahkan tanpa menatap Niya.

Hati Niya tampak mencelos. “Kenapa? Kan mumpung kita disini Mas? Sebentar ajaa, aku janji sebentar ajaa! Ya.. ya?” rengek Niya seraya meraih lengan Aditama.

“Sekarang sudah jam 7 malam. Kita nggak mungkin bertamu malam-malam,” ucap Aditama tegas.

“Kita kan nggak bertamu! Ini ke rumah keluarga aku sendiri! Mereka juga pasti nggak keberatan kalo kita mampir kok!” cicit Niya lagi seraya bergelayut di lengan Aditama.

“Nggak bisa! Walaupun cuma ke Keluarga Hirawan itu termasuk kunjungan keluarga Kerajaan, nggak bisa di lakukan sembarangan. Belum lagi media yang nanti bisa salah paham dan membuat pemberitaan yang aneh-aneh!” jelas Aditama lagi.

Niya tampak lemas dan perlahan melepaskan pegangan tangannya dari lengan Aditama. Hatinya terasa sedih mendengar penolakan dari Aditama. Tidak terasa matanya tampak berkaca-kaca saat mobil kerajaan akhirnya hanya melintasi rumah keluarga Hirawan begitu saja.

...****************...

“Aku aja yang ganti baju! Aku aja!” seru Aditama dengan cepat seraya menahan tangan Niya yang akan bergegas masuk kembali ke kamarnya.

Niya hanya menatap Aditama sekilas dan tidak mengucapkan sepatah katapun.

Pagi ini kembali keduanya tidak mengenakan pakaian yang tidak serasi lagi. Tetapi kali ini, Aditama dengan cepat berinisiatif menawarkan agar dia saja yang berganti pakaian lagi untuk menyesuaikan pakaian Niya.

Aditama tampak menghela nafas panjangnya seraya mengganti pakaiannya. Ia sadar jika Niya masih marah kepadanya karena menolak permintaannya untuk mampir ke Keluarga Hirawan.

Awalnya Aditama akan merasa biasa saja saat menghadapi Niya yang marah. Tetapi ketika merasakan Niya mendiamkannya hampir selama dua hari ini membuat perasannya tidak menentu. Jika bisa memilih, ia lebih suka jika Niya memarahinya dengan suara ceriwisnya di bandingkan mendiamkannya seperti ini.

...****************...

“Ibu!!! Lagi ngapain?”

Langkah Aditama terhenti, niatan awalnya untuk segera masuk ke kamarnya menjadi tertunda saat ia mendengar suara ceria dari Niya.

Tanpa sadar Aditama melangkah mendekat ke arah kamar Niya, beruntungnya pintu kamarnya sedikit terbuka. Ia melihat Niya yang sudah mengenakan piyama lengan panjang dengan berwarna merah muda dengan motif buah cerry disana-sini. Terlihat lucu dan menggemaskan.

Belakangan ini Niya terlihat sering mengenakan blazer, dress dan kebaya saat mendampingi Aditama di berbagai acara, membuat tampilannya sedikit lebih dewasa. Tetapi, setelah melihat tampilannya dalam piyama bergelung dalam selimut dan sibuk bertelfon manja dengan Ibunya, seolah menyadarkan Aditama jika Niya memang masih remaja.

“Eumm… kabar aku? baik kok bu…” ucap Niya dengan nada berusaha ceria, tetapi tidak dengan ekspresi wajahnya.

Aditama sekali melihatnya tahu, jika Niya tengah berbohong kepada Ibunya. Ia menyatakan dirinya baik-baik saja dalam hidup di Kerajaan Jawi ini, padahal ia tengah beradaptasi setengah mati dengan semua aturan dan adat istiadatnya. Belum setumpuk nasihat yang terdengar lebih ke arah omelan dari para tetua di Istana ini.

“Mas Aditama juga baik kok bu… iya dia cukup perhatian kok bu… “ lagi-lagi Niya bersandiwara di depan ibunya.

“Iya kan kami sering bareng-bareng terus. Mas Aditama juga suka ngajakin aku ngobrol, dengerin curhatan aku sama nemenin makan juga. Iya pokoknya Mas Aditama banyak bantu aku untuk hidup di Istana ini…” ucap Niya lagi memperpanjang skenarionya.

Aditama tampak mengehela nafas panjang. Ia tahu betul Niya lagi-lagi berbohong. Keduanya jarang sekali mengobrol, curhat apalagi maka bersama. Bahkan mereka bertemu hanya setiap ada kegiatan kunjungan bersama saja, selebihnya tidak sama sekali.

Jadwal Niya dan Aditama memang berbeda. Sebagai calon penerus Raja, banyak sekali kegiatan yang harus Aditama ikuti begitu juga Niya yang harus mengikuti banyak pelatihan dalam persiapannya menjadi seorang putri.

Sebenarnya di sela-sela waktu kesibukan mereka bisa saja menyempatkan bertemu, tapi entah mereka enggan melakukannya. Apalagi setelah Aditama membuat Niya kecewa dengan menolak permintaannya mampir ke rumah keluarga Hirawan.

Namun, mendengar Niya yang terus berbohong di depan ibunya sedikit membuat Aditama merasa bersalah pada dirinya.

...****************...

“Kanjeng Putri, di panggil Kanjeng Pangeran Aditama ke Pendopo,” ucap Ratih, salah satu dayang istana.

Niya tampak menghela nafas panjangnya, rasanya baru lima menit ia masuk kedalam kamarnya untuk sejenak berisitirahat, Aditama sudah kembali memanggilnya. Padahal keduanya baru saja pulang dari kunjungan museum di tengah kota Jawi.

Niya akhirnya melangkah dengan malas menuju Pendopo utama.

“Kejutan!”

Tiba-tiba sebuah suara besar mengejutkan Niya begitu dirinya membuka pintu ruangan Pendopo. Suara itu berasal dari Hari.

Niya tampak spontan tersenyum sumringah. Apalagi saat menemui tidak hanya ada Hari disana, tetapi juga ada Pakde, Bude dan Eyangnya juga. Bahkan ada Ibunya juga!

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!