Tentang Wening

Niya menatap lekat-lekat Wening. Kakak sepupunya itu nampak cantik meski hanya berpakaian kebaya hijau muda dan sanggul sederhana dengan untaian bunga. Sore ini Wening akan menjalani prosesi siraman. Acara adat yang biasa dilakukan di H-1 menjelang pernikahan, yang itu artinya sebentar lagi Wening akan menikahi pangeran Aditama. Rasanya waktu berjalan begitu cepat.

Wening, bagi Niya adalah definisi wanita sempurna. Postur tubuh tinggi semampai, dengan rambut hitam pekat dengan panjang sepinggang, parasnya terlihat selalu sejuk, manis khas wanita Jawi. Belum lagi segudang prestasi akademik dan non akademiknya. Ia saat ini masih berstatus sebagai Mahasiswi hukum tingkat akhir yang berprestasi sekaligus menyandang gelar sebagai Juara pertama Puteri Jawi dan juara runner up Puteri Nasional di tahun kemarin. Cantik yang Wening miliki bukan hanya paras, tetapi juga sikap dan otak encernya.

Wening, yang menurut Niya tanpa menjadi menantu keluarga Kerajaan Jawi pun akan bersinar dengan sendirinya. ia bisa berprestasi lebih banyak bahkan lebih baik dari sekarang. Semakin mengenal Wening, semakin berat rasanya Niya harus melepas Kakak sepupunya itu menikah dengan pria yang jelas-jelas ia tahu malah melamar gadis lain. Meskipun lamaran Pangeran Aditama akhirnya di tolak oleh Malika Savita. Namun, hal itu tidak mengubah pandangan Niya terhadap Pangeran Aditama. Rasa-rasanya setiap nama Pangeran Aditama disebut, hatinya spontan ikut berteriak Playboy!

“Byur!”

Niya yang tampak setengah melamun secara tidak sengaja justru ia menyiramkan air bunga yang seharusnya ia siramkan kepada Wening, tapi ia justru menyiram dirinya sendiri. Meski hanya satu gayung kecil, ternyata cukup membuat basah pakaian kebayanya. Dan yang lebih penting adalah rasa malu yang harus ditanggungnya. Syukurnya acara sirama berlangsung private, sehingga hanya ada keluarga Hirawan dengan beberapa orang panitia acara dari kerajaan Jawi.

Ketika orang lain tampak sekuat tenaga menahan tawanya demi ketenangan, berbeda dengan Dimas Hari. Sepupunya itu terlihat tertawa lepas seraya menunjuk lucu kearah Niya.

Niya yang malu, akhirnya berjalan mundur dibantu dengan beberapa orang panitia untyk berganti pakaian.

“Niya… Niya.. sekalian numpang mandi kamu ya di acara sirama Mbak Wening?!” ledek Dimas Hari ketika melihat Niya yang datang menghampiri setelah berganti pakaian.

Niya hanya menunduk kikuk dan malu.

Wening mencubit pelan pinggang Dimas Hari. “Hus! Udah toh dek!” ujar Wening mengingatkan adiknya itu untuk tidak menggoda Niya terus.

“Antara ngantuk sama kebanyakan ngelamun emang ini anak! Bisa-bisanya harusnya nyiram Mbak Wening kok malah nyiram dirinya sendiri!” kekeh Dimas Hari, seolah tidak mendengarkan teguran dari Wening.

“Eh.. orang yang kena air sirama itu ada mitosnya lho, kamu tahu nggak Niya?” tiba-tiba Dimas Hari berbisik misterius kepada Niya.

“Apa Mas?” tanya Niya ragu-ragu kepada Dimas Hari.

“Orang yang kena air siraman pengantin itu artinya dia bakalan cepet nyusul! Nyusul jadi pengantin!” ujar Dimas Hari seraya tertawa lucu.

...****************...

Niya tampak berjalan mondar-mandir di depan kamar Wening. Ia ragu-ragu hendak masuk. Ia berniat menceritakan tentang Pangeran Aditama dengan Malika Savita. Ia merasa Wening berhak tahu sebelum pernikahannya besok. Namun, Niya juga tampak ragu untuk menyampaikannya.

“Lho, Niya? Ada apa?”

Tiba-tiba suara lembut Wening terdengar dari arah belakang Niya.

Niya berjengit kaget. Ia tidak menyangka Webing justru tengah berada diluar kamar.

“Ehh.. Mba Wening.. belum tidur?” tanya Niya bingung seraya menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak berasa gatal itu.

Wening menggelengkan kepalanya seraya tersenyum tipis. “Baru selesai dengar wejangan pernikahan dari Eyang,” jelas Wening kepada Niya.

“Ooh…” ucap Niya pelan. Diam-diam ia mengasihani Wening yang sejak berminggu-minggu ini menjalani serangkaian acara sebelum oernikahan yang begitu padat. Bahkan di malam menjelang pernikahannya saja ia masih harus terlambat untuk tidur karena rangkaian acara yang belum selesai.

“Ada yang mau di omongin sama aku? Yuk Masuk, Ni!” ajak Wening seraya membuka pintu kamarnya.

Aroma bunga-bungaan langsung menguar begitu pintu kamar terbuka. Kamar Wening telah dihias dengan bunga-bunga di sana-sini. Niya tampak termangu menatapnya.

“Jadi mau ngomong apa?” ucap Wening seraya menepuk disamping, ia mengajak Wening duduk di ranjang tempat tidurnya yang telah dipasangi bedcover lembut dan mengkilat mewah yang didominasi warna putih.

Niya tampak bingung darimana ia mau memulaj pembicaraannya. Sampai matanya tertuju dengan sebuah foto disamping tempat tidur Wening. Tampak Wening mengenakan baju seragam SMA bersama Pangeran Aditama, seorang pria laun yang tidak Niya kenal dan Malika Savita!

“Mba Wening satu sekolah sama Pangeran Aditama?” tanya Niya terkejut.

Wening mengangguk cepat. “Aku dan Mas Aditama satu sekolah sejak SD malah… kami teman sejak kecil,” jawab Wening kepada Niya.

“Dengan Malika Savita juga?” tanya Niya seraya menunjuk foto.

“Kamu kenal Malika? Ya… kami satu SMA. Malika satu kelas denganku jadi akrab juga dengan Mas Aditama,” jelas Wening dengan nada sedikit heran.

Deg!

Jantung Niya terasa berdebar lebih cepat begitu mengetahui jika Malika juga bersahabat dengan Wening. Bukankah itu artinya Pangeran Aditama berselingkuh dengan sahabat dari tunangannya sendiri?

“Niya? Kamu kenapa?” tanya Wening melihat Niya yang mendadak terdiam.

“Mba Wening yakin mau nikah sama Pangeran Aditama?” tanya Niya ragu-ragu, dengan sekuat hati ia akhirnya memberanikan diri untuk bertanya kepada Wening.

Wening nampak tersenyum kaku. “Kamu ngomong apa toh? Perjodohan aku dan Mas Aditama bahkan sudah berlangsung sejak kami kecil. Ya tentu saja aku mau menikahinya …” ucapan Niya terpotong.

Niya dengan cepat meraih tangan Wening. “Anggap sana jika Mba Wening dan Pangeran Aditama tidak dijodohkan. Apa masih mau menikah? Mba Wening sudah mengenal baik Pangeran Aditama? Mba Wening beneran cinta sama dia?” tanya Niya memberondong Wening.

Wening terdiam. Niya menangkap pandangan bingung disana.

“Perjodohan itu kan nggak ada urusannya sama hati dan perasaan, Mba. Bisa saja Pangeran Aditama sukanya sama orang lain … “ ucap Niya berusaha memberi kode kepada Wening.

“Atau Mba Wening yang sukanya sama orang lain,” sambung Niya berusaha menjelaskan secara tersirat.

Wening menghela nafas panjang. “Untuk seorang Diaheng seperti kita, nggak ada alasan perasaan untuk menolak perjodohan keluarga. Perintah dan permintaan keluarga adalah yang paling penting untuk kita,” ucap Wening pelan.

Niya terhenyak sesaat. Inikah konsekuensi yang harus dihadapi dari glamornya hidup sebagai keluarga Ningrat, dibalik semua kemewahan dan kecukupan ada ikatan adat istiadat dan peraturan tidak tertulis dari para tetua keluarga.

Niya yang awalnya ingin membeberkan semua rahasia Pangeran Aditama dan Malika Savita, berharap Wening batal menikahi playboy cap Pangeran Jawi itu dan menemukan oria yang hauh lebih baik. Kini menjadi ragu karena jika itu terjadi, sama saja mempertaruhkan nama baik dari Keluarga Hirawan dan Keluarga Jawi.

Niya akhirnya mengurungkan niatnya. “Aku harap ini yang terbaik buat Mba Wening, karena yang akhirnya menjalani pernikahan adalah Mba … aku mengharapkan dan mendoakan pernikahan Mba Wening bahagia, tidak hanya untuk keluarga tetapi juga buat Mba Wening sendiri,” ucap Niya tulus kepada Wening.

...***...

Hari pernikahan akhirnya tiba, Keluarga Hirawan sudah sibuk bahkan sejak pagi belum terlihat. Mereka sudah datang bertempat tinggal di Pendopo Timur, bagian dari Istana Jawi untuk mempersiapkan pernikahan. Tempat untuk mempelai wanita dana keluarga untuk mempersiapkan pakaian dan riasan. Dimana nantinya acara utama pernikahan dari akad sampai resepsi akan dilaksanakan di Pendopo tengah, yang berfungsi seperti ballroom utama dari Istana Jawi.

Begitu juga dengan Niya yang ikut mondar-mandir mengikuti semua instruksi tetua untuk membantu menyiapkan berbagai persiapan.

“Niya, tolong jemput dan dampingi Niya ya, kami tunggu di ruang tengah. Jika dandannya belum selesai minta tolong dipercepat ya, karena team iring-iringan pengantin akan segera datang,” ucap Diajeng Sariti, neneknya.

“Baik eyang,”

Saat sampai di kamar Wening, Niya melihat beberapa orang team make up nampak dengan panik berusaha mengetuk dan membuka kamar Wening.

“Kenapa ini?” tanya Niya bingung.

“Diajeng Wening tidak mau membuka pintu kamarnya,” ucap salah satu perempuan dari team make up.

Niya tampak mengernyitkan dahinya bingung. “Maksudnya?”

“Selesai make up dan berpakaian lengkap, Diajeng Wening meminta kami keluar sebentar karena merasa ada yang tidak nyaman dengan pakaian dalamnya. Diajeng menolak bantuan dari kami dan meminta kami keluar. Tapi sudah hampir satu jam, Diajeng kami panggil tidak juga membuka pintu kamarnya,” jelas perempuan lain dari team make up dengan panik.

Niya mencoba mengetuk pintu dengan keras. “Mba Wening! Mba Wening! Ini Niya, Mba!” pekik Niya memanggil kaka sepupunya itu.

Merasa ada yang tidak beres, Niya meminta bantuan dari beberapa petugas Pria untuk mendobram pintu kamar Wening.

Brak!!!

Setelah pintu terbuka dengan paksa, Niya melihat kamar Wening kosong. Tidak ada sosok Wening disana. Hanya tertinggal pakaian pengantin dan beberapa aksesoris yang terserak disana-sini, dengan jendela kamar yang terbuka lebar.

Wening kabur di hari pernikahannya sendiri!

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!