*****
" Hei...kenapa kau sangat bodoh?? "
Ujar Berlin lalu kemudian Berlin meraih ponsel yang sedang di genggam Sandara. Dan Berlin menyalakan ponsel itu, kemudian memberikan arahan kepada Sandara bagaimana caranya menggunakan ponsel tersebut.
" Apa kau sudah mengerti? "
Sandara hanya mengangguk dan kembali meraih ponsel milik nya itu. Setelah itu Berlin berlalu pergi meninggalkan Sandara di kamar nya.
Berlin kembali masuk ke dalam kamar nya yang sudah di rombak habis-habisan oleh Berlin dan saat ini kamar tersebut terlihat lebih seperti ruangan kerja Berlin.
Lalu Frans yang sudah selesai meletakkan barang-barang bawaannya di kamar nya itu pun langsung bergegas ke ruangan Berlin.
Tok...tok...tok...
" Permisi tuan..."
" Masuklah Frans..."
Frans membuka pintu kamar Berlin, dan masuk ke dalam kamar Berlin dengan perlahan. Dan kemudian Frans berjalan menghampiri Berlin yang saat ini sedang berdiri di tepi jendela kamar nya itu.
" Frans, karena hari ini tidak ada jadwal rapat, jadi aku tidak akan ke kantor. Aku akan menyelesaikan beberapa pekerjaanku di sini. Dan kau, tolong kau carikan aku beberapa tempat investasi yang bagus. "
" Baik tuan, kalau begitu saya permisi.."
Frans pun dengan segera meninggalkan kamar Berlin, lebih tepat nya saat ini adalah ruang kerja Berlin.
Saat Frans menutup pintu, dan berbalik...
Brugghhh...
" Awwww... "
Frans pun menabrak Sandara, yang saat itu Sandara sedang berjalan sambil terus menatap layar ponsel nya, sehingga ia tidak menyadari jika Frans ada di hadapannya.
" Kau...ahh...kaki ku..."
Sandara merintih sambil memegangi kaki nya yang masih terasa nyeri.
" Maaf nona...apa nona baik-baik saja? "
" Menurutmu? "
" Maaf nona, sebaiknya nona lebih hati-hati ketika berjalan. Jangan terlalu terfokus pada hal lain. "
Suara berat Frans membuat Sandara terus menatap wajah Frans.
" Kau siapa? "
Tanya Sandara yang tiba-tiba saja tersadar, kalau wajah Frans sangat lah asing bagi nya. Bahkan ia belum pernah bertemu dengan Frans selama di rumah singgah ini.
" Saya Fransisco Lim, asisten pribadi tuan muda Berlin. Dan kalau boleh saya tau, nona ini siapa? Apakah nona pelayan baru di sini? "
Penampilan Sandara yang amat sangat sederhana itu membuat Frans salah paham dan mengira jika Sandara adalah salah satu dari pelayannya Berlin.
" Pffttt..."
Sandara menahan tawa nya, lalu kemudian ia mengulurkan tangannya.
" Bantu aku berdiri tuan Frans..."
Dan Frans pun meraih tangan Sandara dan membantu Sandara berdiri. Sandara masih tersenyum jahil, dan Sandara pun memang sengaja ingin menjahili Frans.
" Terimakasih tuan Frans, maaf jika saya menabrak tuan...saya memang pelayan baru di sini, jadi saya masih kebingungan dengan jalan yang saya lalui di rumah ini. Rumah ini sangat besar, bahkan terlalu besar untuk ukuran rumah singgah. "
Sandara terlihat senang melihat raut wajah Frans yang begitu polos dan sangat mudah tertipu oleh ucapan Sandara barusan.
" Baiklah, aku maklumi... besok-besok tolong lebih hati-hati lagi. Saya permisi dulu..."
Kemudian Frans pun berlalu pergi meninggalkan Sandara yang masih menahan tawa nya itu.
Dan setelah Frans sudah tidak terlihat, Sandara pun membuka pintu ruangan kerja Berlin dengan perlahan.
" Berlin...apa kau sibuk? "
Tanya Sandara dengan sangat hati-hati, Sandara tidak ingin jika Berlin akan amat sangat Emosi, apabila diri nya salah berbicara dengan Berlin.
" Tidak, ada apa? "
" Wahhhh...luar biasa, kamar mu sama sekali tidak terlihat seperti kamar. Apa kau sudah memutuskan untuk mengubahnya menjadi ruang kerja mu? "
Kedua mata Sandara terbelalak melihat sekeliling ruangan Berlin.
" Ya, dan mulai malam nanti, aku akan tidur di kamar mu. Aku tidak ingin nenek terus menerus curiga dan bertanya-tanya. "
" Ha?? Kau serius? Ah, tapi di kamar ku tidak ada sofa, bagaimana kau akan tidur nanti? "
" Aku akan tidur di ranjang, dan kau...kau bisa tidur di bawah. Akan ku carikan selimut tebal untuk mu. "
Mendengar ucapan Berlin barusan, Sandara langsung menatap tajam Berlin.
" Dasar kejam, tidak berperasaan, kenapa juga aku harus bertanya. Dara...kenapa kau sangat bodoh.!! " Batin Sandara.
" Ada apa? Kenapa kau menatap ku seperti itu? Dan ada perlu apa kau kemari, cepat katakan, aku tidak ingin membuang-buang waktu ku dengan hal-hal yang tidak berguna seperti diri mu. "
Sandara menghela nafas panjang, ia mulai mengontrol emosinya yang sudah ingin meluap-luap itu. Kemudian ia berjalan mendekat ke arah Berlin dan memberikan ponsel yang sedang di genggamnya itu.
" Ponsel nya terkunci, bagaimana cara membukanya? "
" Letakkan telunjuk mu di sini, dan...lihat lah, sudah kan? "
Berlin meraih jari telunjuk Sandara dan meletakkannya di fingerprint yang ada di ponsel Sandara.
" Aaahhh...jadi begitu, baiklah...terimakasih...dan maaf sudah mengganggu waktu mu yang sangat berharga bagi mu ini. "
Sandara melemparkan senyum masam ke arah Berlin dan kemudian berjalan meninggalkan ruang kerja Berlin. Kemudian Sandara berjalan menuruni anak tangga dan menghampiri nenek Maria yang saat itu sedang berada di ruang televisi.
" Nek..."
Nenek Maria menoleh, dan kemudian melemparkan senyuman ke arah Sandara. Dan nenek Maria pun meminta Sandara untuk duduk di samping nya.
" Bagaimana kaki mu? "
" Sudah lebih baik nek..."
" Syukurlah kalau begitu. "
" Nek, ada yang ingin aku tunjukkan pada nenek. "
" Apa? "
" Tara...!!! "
Sandara pun memperlihatkan ponsel yang di genggam nya kepada nenek Maria. Sandara mengira jika nenek nya akan senang apabila Sandara memberitahukannya bahwa ia sudah memiliki ponsel baru.
Tapi, reaksi nenek Maria malah sebaliknya, nenek Maria terlihat sedikit bingung dan menatap Sandara dengan tatapan aneh.
" Apa kau begitu senang memiliki ponsel? "
Nenek Maria pun bertanya dengan menyelidik kepada Sandara. Dan Sandara hanya mengangguk, ia jadi merasa canggung karena ekspresi nenek Maria dan juga pertanyaan yang di berikan nenek Maria kepada nya.
" Ada apa nek? Kenapa nenek menatap ku seperti itu? "
Sandara pun memberanikan diri nya untuk bertanya kepada nenek Maria, mengenai ekspresi yang di berikan nya kepada Sandara.
" Nenek hanya heran dan merasa ada yang aneh dengan kalian. Semalam, Berlin memberitahu nenek bahwa kau tidak terlalu perduli dengan hal-hal semacam ini. Dan sekarang, kau terlihat begitu senang dengan ponsel yang kau dapatkan. Sebenarnya ada apa? Apa ada yang nenek tidak tau? Kenapa kau dan Berlin sama sekali tidak sinkron? "
Sandara terkejut mendengar penjelasan dari nenek Maria. Ia bahkan tidak tau harus menjelaskannya bagaimana.
" Maaf nek..."
" Kenapa kau meminta maaf Dara, ada apa sebenarnya? "
" Aku...aku hanya...aku pikir nenek akan senang jika aku memberitahu nenek kalau Berlin memberi ku ponsel. Tapi...ternyata aku salah, apa nenek sekarang sudah mulai meragukan ku? "
Sandara pun kembali bertanya, Sandara mencoba membalikkan keadaan dan berharap jika nenek Maria bisa kembali percaya kepada nya dan akan merasa bersalah karena sudah meragukan Sandara.
Bantu like dan comment juga ya...
Jangan lupa klik tombol favorit juga...
Terimakasih untuk dukungannya 🙏☺️🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments