*****
" Dimana Dara? "
Tanya nenek Maria kepada Berlin yang baru saja menuruni anak tangga.
" Ah, Dara sedang istirahat nek. "
Berlin menjawab dengan asal, karena ia sendiri bahkan tidak tau apa yang sedang di lakukan Sandara saat ini.
Saat Berlin sudah sampai di ruang makan, Sarah yang masih mengkhawatirkan keadaan Sandara itu pun menanyakan keadaan Sandara kepada Berlin.
" Berlin, apa kaki Sandara terkilir parah? "
" Terkilir?? "
Nenek Maria terlihat terkejut, kemudian menatap Berlin curiga. Berlin terlihat kesal karena tatapan nenek Maria kepada nya sangat lah tajam. Kemudian Berlin melirik Sarah dengan tatapan dingin nya.
" Berlin? Apa benar Sandara terkilir? Nenek akan melihatnya dahulu, antar nenek ke kamar kalian. "
Nenek Maria pun meminta Berlin untuk mengantarkannya melihat keadaan Sandara. Namun, Berlin hanya diam, ia masih berpikir keras, karena kamar nya dan kamar Sandara saat ini terpisah. Dan nenek Maria mengira kalau Berlin dan juga Sandara berada di kamar yang sama.
" Ah, tidak perlu nek, Sandara sedang beristirahat. Lebih baik kita makan malam dulu, nanti setelah makan malam baru kita temui Sandara. "
" Tidak..!! Nenek ingin menemuinya sekarang, kalau kamu tidak ingin mengantar nenek, biar nenek saja yang mencari kamar kalian. "
" Tunggu nek...baiklah aku akan mengantar nenek. "
Dengan sangat berat hati Berlin akhirnya mengantar nenek Maria ke kamar Sandara. Jantung Berlin berdetak dengan cepat, Berlin juga terus berusaha memikirkan alasan apa yang akan di berikan nya nanti kepada nenek Maria, kalau saja nanti nenek Maria bertanya mengapa mereka tidak tidur satu kamar.
Berlin membuka pintu kamar Sandara dengan perlahan, dan ketika masuk ke dalam kamar Sandara, terlihat Sandara yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya.
Nenek Maria masuk dan duduk di samping Sandara yang kini tengah berbaring itu. Ia membelai lembut rambut Sandara, hingga Sandara yang menyadari belaian lembut nenek Maria itupun terbangun.
" Nenek? "
Sandara sangat terkejut, ketika ia membuka mata nya, ternyata sudah ada nenek Maria di samping nya.
" Iya ini nenek, bagaimana kaki mu? Nenek dengar dari Sarah, kau terkilir. "
Nenek Maria bertanya dengan raut wajah yang sudah sangat mengkhawatirkan Sandara. Kemudian Sandara memposisikan tubuh nya dan ia bangun dengan posisi masih duduk dia atas tempat tidur nya.
" Tidak apa-apa nek, hanya terkilir. "
" Berlin...coba kau buka selimut yang menutupi kaki Dara, nenek ingin lihat. "
Nenek Maria yang tidak percaya kalau Sandara baik-baik saja itu pun meminta Berlin untuk membukakan selimut yang menutupi pergelangan kaki Sandara.
Berlin membuka selimut itu, dan...
" Astaga..!! "
Berlin tercengang melihat kaki Sandara yang sudah bengkak dan ada sedikit memar atau lebam biru. Dan Berlin menutup kembali selimut yang menutupi kaki Sandara itu.
" Ada apa? Coba nenek lihat. "
Nenek Maria menarik selimut itu dan membuka nya kembali.
" Astaga Dara...kaki mu bengkak, kenapa kau masih bilang ini baik-baik saja. "
Nenek Maria sama terkejut nya dengan Berlin, Berlin sendiri tidak menyangka kalau kaki Sandara benar-benar terkilir sampai separah itu.
" Tidak apa-apa nenek, tidak perlu khawatir...besok pasti juga sudah mengempis. Nanti biar aku kompres. "
Sandara terlihat begitu santai, ia bahkan tidak menunjukkan wajah yang kesakitan atau semacam nya.
" Kenapa kau bisa begitu tenang Dara? Jika tidak segera ditangani, nenek takut nanti akan terjadi apa-apa. "
Nenek Maria begitu heran dengan Sandara, ia yang tidak merasakan sakit nya saja terasa ngilu melihat kaki Sandara, tapi Sandara? Sandara terlihat tampak baik-baik saja.
" Hal seperti ini sudah sering terjadi nek, nenek tidak perlu khawatir. Sudah puluhan bahkan ribuan kali aku sering merasakan sakit seperti ini, ini bukan kali pertama aku terkilir, masa-masa kecil ku dulu. Aku selalu terkilir dan memar di sekujur tubuh ku. Ini tidak ada apa-apa nya, nenek tidak usah khawatir ya. "
Sandara tanpa sadar mengungkit masa lalu nya, dan Berlin pun cukup syok mendengar Sandara berbicara seperti itu di hadapan nenek Maria.
" Apa? Jadi masa kecil mu? Apa kau di siksa? Siapa yang berani berbuat seperti itu? "
Nenek Maria terlihat marah mendengar cerita Sandara. Lalu kemudian nenek Maria teringat bahwa ayah dari Sandara adalah Dion Wang, mantan suami Atikah.
" Apakah itu ulah Atikah? Bukankah saat itu ayah mu menikahi Atikah? "
Sandara hanya mengangguk...
" Sejak awal nenek memang sudah tidak menyukai wanita itu, tapi untung saja Remon tidak jadi menikahinya. Itu semua berkat kau dan Berlin, tapi sekarang...nenek sebenarnya sedih karena Berlin sedang bertengkar dengan Remon. Dan mereka sama-sama keras kepala, diantara mereka tidak ada yang memberikan penjelasan kepada nenek. Jadi nenek terpaksa harus ikut kalian tinggal di sini, nenek yakin jika amarah Berlin dan Remon sudah mereda mereka akan kembali seperti semula. "
Jantung Sandara seperti tertusuk belati saat nenek Maria membahas Remon. Tapi apa daya, ia juga tidak bisa memberitahukan kebenarannya kepada nenek Maria.
" Nenek, sudah ya...aku ingin istirahat, nenek tidak perlu mengkhawatirkan ku...aku tidak apa-apa. "
Sandara berkata dengan sedikit lesu, setelah mendengar nama Remon, ia seperti merasa jijik dengan hal-hal yang berkaitan dengan Remon. Tapi Sandara tidak bisa memungkiri kebaikan hati nenek Maria yang membuatnya terasa seperti keluarga nya sendiri. Sandara masih tidak mengerti, mengapa nenek Maria yang berhati lembut ini bisa memiliki seorang anak yang seperti iblis. Bahkan cucu nya pun sangat dingin dan tidak berperasaan.
" Tapi Dara..."
" Nek...aku baik-baik saja. "
Sandara berkata sambil menggenggam kedua tangan nenek Maria. Lalu nenek Maria pun akhirnya menuruti permintaan Sandara untuk meninggalkannya sendiri.
Saat nenek Maria beranjak dari duduk nya, tiba-tiba saja ia tersadar akan suatu hal. Dan kemudian ia menghampiri Berlin.
" Kenapa di kamar ini hanya ada barang-barang perempuan? Apa kalian tidak satu kamar? Dan dimana foto pernikahan kalian? Kenapa nenek merasa ini seperti bukan kamar pengantin baru. "
Deg...!!
Jantung Sandara dan juga Berlin seperti berhenti berdetak secara bersamaan. Sandara tidak tau harus menjawab apa, pikirannya sedang tidak bisa bekerja saat ini.
Lalu..
" Sementara ini aku tidur di sebelah nek, karena ada banyak pekerjaan jadi aku menggunakan kamar sebelah sebagai tempat kerja ku. Dan aku juga sering tertidur di sana, jadi barang-barang ku di letakkan di kamar sebelah. "
Nenek Maria menatap Berlin dan mengamati setiap kalimat yang terlontar dari mulut Berlin. Ia sedikit curiga, namun nenek Maria tetap ingin mempercayai kata-kata cucu nya itu.
" Kau sungguh-sungguh? Kalau seperti ini, lebih baik kita kembali ke rumah utama saja Berlin, di sana ruang kerja dan kamar mu sudah menjadi satu. Jadi walau banyak pekerjaan, kau masih bisa bersama-sama dengan Dara. "
Berlin dan Sandara pun saling melirik satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments