*****
" Hari pernikahan? Apa maksud ayah? "
Sandara masih tampak bingung, ia menatap Dion dan juga Berlin secara bergantian.
" Ayah dan tuan muda Berlin sudah merencanakan semua nya, dan untuk menggantikan pernikahan yang tidak terjadi, maka ayah dan tuan muda Berlin memutuskan untuk mengganti nya dengan pernikahan kalian. "
Sandara semakin tersentak dengan jawaban dari ayah nya. Ia sama sekali belum siap untuk menikah. Terlebih lagi ia belum mempersiapkan segala nya, Sandara berpikir kalau pernikahannya mungkin akan di laksanakan beberapa bulan ke depan.
" Tapi ayah? Kenapa ayah yang memutuskannya? Ini pernikahan ku, dan aku belum siap untuk menikah secara tiba-tiba tanpa persiapan apapun. "
Sandara berusaha menjelaskan apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. Tapi Berlin yang sangat teguh pada pendiriannya itu tetap menginginkan pernikahan tersebut agar segera di laksanakan.
" Sudahlah, tidak perlu ada persiapan, pernikahan ini hanya formalitas, dan apa yang ingin kau siapkan? Apa kau sudah ingin menjadi seorang istri yang memenuhi tanggung jawab mu kepada suami mu? "
Perkataan Berlin itu cukup membuat Sandara merasa kesal.
" Bukan itu yang aku maksud..."
" Sudahlah, jangan terlalu lama berdiskusi, aku tidak menyukai nya. Jika kau tidak ingin menikah, baiklah...tuan Dion, seperti perjanjian, jika putri mu tidak mau menikah dengan ku, maka kau akan terus berada di dalam ruang bawah tanah. Dan aku tidak akan membiarkan putrimu untuk mengunjungi mu. "
Sandara kembali membelalakkan kedua mata nya. Ia menatap Berlin dengan sangat tajam hingga kelopak mata nya memerah.
" Baik, akan aku lakukan apa yang kau inginkan. "
Dan setelah mendapatkan persetujuan dari Remon Saw, akhirnya Berlin dan juga Sandara resmi menikah dan menjadi suami istri yang sah.
Malam pengantin pun tiba, Sandara dengan canggung masuk ke dalam kamar Berlin. Walau ia semalam sudah masuk dan tidur di kamar Berlin. Namun malam ini terasa berbeda, malam ini Berlin pun ikut masuk ke dalam kamar nya.
" Ada apa dengan raut wajah mu? Apa yang kau pikirkan? Apa kau memikirkan sesuatu yang ero tis bersama ku? "
Berlin mengajukan pertanyaan yang tidak terduga, Sandara dengan segera memalingkan wajah nya, Sandara tampak begitu gugup dan itu semakin membuat Berlin ingin terus menggoda nya.
" Apa kau benar-benar memikirkan hal semacam itu? Apa itu yang kau inginkan? Aku akan menuruti mu jika kau memang benar menginginkannya. Dengan senang hati akan ku buat malam ini menjadi malam yang panas. "
Sandara menarik nafas panjang, lalu kemudian menatap Berlin dengan tajam.
" Apa kau sudah gila? Berani sekali kau menginginkan hal semacam itu dari ku? Dan untuk membayangkannya saja aku sudah merasa jijik. "
Berlin yang mendengar perkataan Sandara itu pun menjadi kesal karena baginya sikap Sandara sudah melewati batas.
" Jaga ucapan mu, kau bukanlah apa-apa tanpa ku, yang perlu kau lakukan hanya lah menuruti perintah ku. Dan tutup mulut kotor mu itu, kau tidak pantas mendapatkan apapun dari ku, bahkan tubuh ku terlalu berharga untuk ku berikan kepada mu. "
" Cih...baiklah, kalau begitu...jangan sampai ada anggota tubuh mu yang menyentuh ku. "
Setelah itu Sandara segera berjalan menuju kamar mandi dan mengganti pakaiannya. Saat ia keluar dari kamar mandi Sandara sudah melihat Berlin yang sudah berbaring di atas tempat tidur.
" Aku tidur dimana? "
Sandara bertanya dengan nada bicara yang cukup tinggi sehingga membuat Berlin tampak lebih kesal dari sebelum nya.
Berlin melemparkan selimut dan juga bantal ke arah Sandara. Kemudian dengan sangat terkejut Sandara menangkap bantal dan selimut tersebut secara kelabakan.
Setelah itu Sandara pun meringkuk di sofa yang ada di dalam kamar Berlin tersebut. Berlin terlihat tidak memperdulikan Sandara dan ia pun beranjak dari tempat tidur nya, Berlin membuka baju nya dan berniat ingin mengganti pakaiannya.
" Apa yang sedang kau lakukan? "
Sandara yang sedang melihat ke arah Berlin itu pun sontak saja langsung menutupi bagian tubuh ya dengan selimut.
" Menurut mu apa yang akan aku lakukan? Sudah jelas aku ingin mengganti pakaianku. "
Berlin tidak memperdulikan sikap Sandara yang sudah menyelimuti tubuh nya dengan rapat dengan selimut itu. Berlin pun akhirnya berganti pakaian dengan santai nya.
" Apa kau sudah selesai? "
" ..... "
Sandara bertanya kepada Berlin, namun Berlin tidak bersuara sedikitpun, jadi Sandara dengan perlahan membuka selimut yang menutupi wajahnya itu dan mengintip ke arah Berlin.
Dan saat Sandara mengamati, ternyata Berlin sudah berada di tempat tidur nya dan sudah tertidur. Sandara pun langsung membuka selimut nya dan ia langsung duduk lalu menatap ke arah Berlin.
" Dasar laki-laki itu sungguh keterlaluan, ah...kenapa aku begitu si al menikah dengannya. "
Setelah puas menggerutu Sandara beranjak dari sofa, ia berjalan perlahan keluar dari kamar nya dengan membawa obat tidur yang sudah ia ambil dari dalam tas nya.
Sandara membuka pintu kulkas dan meraih botol minuman yang ada di dalam nya, kemudian Sandara pun meminum obat nya.
" Ahhhh...untung saja Berlin sudah tidur, kalau tidak, bisa-bisa aku minum obat tanpa air lagi seperti kemarin malam. "
Setelah itu Sandara kembali ke kamar nya dan ia pun bisa tertidur dengan lelap berkat obat yang di minum nya.
*****
Pagi ini terlihat begitu cerah, Sandara masih terlelap, begitu juga dengan Berlin. Hingga ada suara pelan yang mengetuk pintu kamar Berlin.
Tok tok tok ...
" Tuan muda Berlin...sudah pukul delapan tuan, tuan harus segera pergi ke kantor. "
Sandara yang terbangun karena suara seseorang yang sedang membangunkan Berlin tersebut langsung beranjak dari sofa.
Sandara membuka pintu kamar Berlin dan mendapati seorang pria tua di hadapannya. Sandara menyipitkan kedua mata nya dan kembali melihat dengan jelas siapa yang sedang berdiri di hadapannya itu.
" Nona...tolong bangunkan tuan muda Berlin, kalau tuan muda Berlin tidak segera bangun, nanti bisa terlambat. "
Pria tua itu pun meminta Sandara untuk segera membangunkan Berlin. Sandara tanpa bertanya apapun itu langsung mengangguk dan kembali masuk ke dalam kamar nya.
Sandara berjalan ke arah tempat tidur Berlin, ia mendekati Berlin dan menyentuh bahu Berlin dengan perlahan.
" Berlin Saw...Bangunlah...ada pria tua yang menunggu mu.."
Suara Sandara seperti tidak di dengar oleh Berlin, dan Berlin malah semakin tertidur dengan lelap.
" Berlin Saw...!!! "
Sandara mulai berteriak sehingga Berlin langsung membuka ke dua mata nya. Berlin melihat ke arah Sandara dan memberikan tatapan tajam kepada Sandara.
" Tunggu, sebelum kau mengeluarkan kalimat kejam mu, akan aku jelaskan. Ada pria tua yang sedang menunggu mu, dia memintaku untuk membangunkan mu, saat aku membangunkan mu dengan perlahan, sepertinya kau tidak mendengar ku dan masih tertidur dengan lelap. Jadi aku terpaksa berteriak. "
Berlin hanya menatap Sandara sambil mendengarkan penjelasan dari Sandara. Kemudian ia beranjak dari tempat tidur nya dan berlalu begitu saja tanpa menghiraukan Sandara. Berlin langsung masuk ke dalam kamar mandi nya, dan segera bersiap untuk pergi ke kantornya.
Beri
Like
Comment
Vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments