*****
Devan yang sudah hafal dengan karakter Berlin itu pun akhir nya mengalah, dan membiarkan Berlin. Devan tidak ingin berdebat terlalu lama dengan Berlin.
Sedangkan Sandara, setelah Sandara masuk ke dalam kamar nya. Sandara mengunci pintu kamar nya, dan dengan tangan yang sudah memegangi dada nya, Sandara jatuh terduduk di belakang pintu kamar nya.
" Kenapa aku harus bertemu dengan mu ibu? Hati ku sakit, aku tidak ingin melihat mu. Aku tidak ingin mengingat hari itu, hari di saat kau tega meninggalkan ku di tempat yang begitu kejam itu. Andai saja kau membawa ku pergi bersama mu, setiap hari, setiap saat aku selalu mengharapkan kehadiran mu ibu. Tapi kau tak pernah mencari ku. "
Sandara berbicara dengan air mata yang sudah terjatuh. Bagi nya yang paling menyakitkan adalah, di saat ibu nya meninggalkannya dan membiarkannya merasakan kehidupan yang begitu kejam.
" Ahh...kenapa aku menangis? Aku tidak ingin menjadi lemah. Aku..."
Sandara berusaha semampunya untuk menghentikan air mata yang terus mengalir di pipi nya.
" Kenap air mata ini terus mengalir? "
Sandara menangis sambil mengusap-usap wajah nya dengan kasar. Penderitaan yang selama ini di alami nya cukup membuat nya terpukul.
Sandara hanya ingin merasakan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tua nya. Dia tidak mengharapkan apapun di dunia ini. Sandara terus saja menangis, dan tidak dapat menghentikan air mata yang telah membasahi seluruh wajah nya itu.
Setiap kali Sandara ingin menghentikan tangis nya, Semakin deras pula air mata nya mengalir. Perasaan hancur berkeping-keping sudah sangat lama bersarang di benak nya. Hingga Sandara yang terus menangis itu tanpa sadar tertidur di belakang pintunya dengan keadaan tubuh yang meringkuk.
Keesokan hari nya...
Tok...tok...tok...
" Nona muda Sandara...sudah saat nya sarapan, tuan sudah menunggu nona. "
Terdengar suara seorang pelayan dari balik pintu kamar Sandara. Dan Sandara pun terbangun, Sandara merapihkan rambut nya yang berantakan lalu ia membasuh wajah nya dan setelah itu Sandara berjalan menuju ruang makan.
Sandara duduk dengan wajah yang masam, sembab di kedua kantung mata nya sangat terlihat dengan jelas.
" Kau menangis semalaman? "
Berlin yang melihat wajah Sandara yang sudah sembab itu pun bertanya kepada Sandara sambil menyantap sarapan pagi nya.
" Bukan urusan mu. "
Jawaban Sandara begitu ketus, awal nya suasana hati Berlin pagi ini cukup bagus. Namun berubah dalam sekejap karena mendengar jawaban ketus dari Sandara.
" Kenapa kau begitu menyedihkan? Sama seperti ibu mu. Kalian memang ibu dan anak, ibu nya perusak rumah tangga orang, sedangkan anak nya adalah wanita yang pernah masuk ke dalam rumah sakit jiwa. "
Kata-kata Berlin cukup menyakiti hati Sandara, Sandara meletakkan alat makannya dengan kasar, lalu ia beranjak dari duduk nya.
" Selera makan ku hilang. "
Sandara pun berlalu pergi meninggalkan Berlin yang masih berada di ruang makan. Sedangkan Berlin sama sekali tidak menghiraukan sikap Sandara, ia masih melanjutkan sarapan pagi nya itu.
Setelah selesai Sarapan, Berlin pun langsung berangkat ke kantor nya. Dan Sandara yang menyadari kalau Berlin sudah pergi meninggalkan rumah singgah itu pun langsung keluar dari kamar nya.
" Akhirnya laki-laki menyebalkan itu pergi juga. "
Kemudian Sandara berjalan keluar dari rumah singgah itu. Dan di saat ia ingin membuka gerbang, tiba-tiba saja satpam yang menjaga rumah singgah itu menghampiri Sandara.
" Nona muda, anda tidak di izinkan oleh tuan muda Berlin keluar dari rumah ini. Tuan muda sudah berpesan, dan saya tidak ingin jika tuan muda kecewa dengan kinerja saya. "
Satpam tersebut menghalangi Sandara yang ingin keluar untuk mencari udara segar itu.
" Hanya sebentar saja, aku hanya ingin mencari udara segar. Sebentar saja, tolonglah...apa kau ingin melihatku stress karena terus terkurung di dalam rumah? "
Sandara berusaha untuk membujuk satpam itu, namun satpam tersebut tetap pada pendiriannya. Dan di saat Sandara masih terus membujuk satpam tersebut, seseorang datang membantunya untuk mendapatkan izin dari satpam tersebut.
" Biarkan nona Sandara keluar, aku yang akan bertanggung jawab. "
Suara yang tidak asing, Sandara pun menoleh ke arah suara tersebut dan melihat Devan sedang berjalan ke arah nya.
" Tuan muda Devan, tapi tuan, jika tuan muda Berlin tau saya bisa di pecat. "
" Kau tidak perlu khawatir, aku yang akan menjaga Sandara, aku juga berniat ingin membawa nya keluar dan mengajaknya jalan-jalan di sekitar sini saja. Kau tidak perlu takut, kau tau kan Berlin sangat mempercayaiku. "
Dengan beberapa kalimat yang keluar dari bibir Devan itu, satpam tersebut akhirnya mengizinkan Sandara untuk mencari udara segar.
" Terimakasih, berkat bantuan dari mu aku dapat menghirup udara segar. "
" Kalau tidak keberatan, boleh kah aku menemani nona muda Sandara berkeliling? "
Sandara tersenyum ke arah Devan dan kemudian mengangguk. Ini pertama kali nya Sandara bisa tersenyum lepas kepada seseorang. Semenjak perpisahan orang tua nya, Sandara sama sekali tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk bisa tersenyum di dalam hidup nya.
" Ah, di sana ada sebuah bangku, apa kau ingin duduk di sana? "
Devan dengan lembut dan juga sopan bertanya kepada Sandara. Sandara pun merasa nyaman dan juga aman berada di dekat Devan.
" Kenapa di jam segini kau masih berkeliaran di sekitar rumah mu? Apa kau tidak bekerja? "
Sandara pun cukup penasaran dengan kehidupan Devan, dan ia pun menanyakan apa yang ingin ia ketahui.
" Aku seorang model, dan akhir-akhir ini schedule ku tidak terlalu padat. "
" Ah, jadi kau seorang model? Pantas saja gaya berpakaian mu cukup modis dan stylish, berbeda jauh dengan gaya berpakaian Berlin yang kaku dan juga kuno. "
Devan yang mendengar perkataan Sandara itu pun tertawa, karena baru kali ini Devan mendengar ada seorang wanita yang menilai Berlin dan menyebut Berlin kaku dan juga kuno.
Di saat mereka sedang asik berbincang, Sarah yang baru saja pulang dari pusat perbelanjaan itu meminta sopir untuk menghentikan mobil nya. Sarah turun dari mobil nya dan menghampiri Sandara dan juga Devan yang saat ini tengah asik berbincang.
" Dara..."
Panggil Sarah kemudian Sarah duduk di samping Sandara. Dan ketika Sandara ingin beranjak dari duduk nya, tangan Sarah menghentikan Sandara sehingga Sandara kembali duduk di bangku tersebut.
Devan yang tidak ingin mengganggu percakapan yang ingin di mulai ibu nya itu pun berniat untuk pergi meninggalkan mereka berdua saja. Namun...
" Tetaplah di sini, jangan biarkan kami hanya berdua saja. Aku tidak ingin hal yang buruk mungkin saja terjadi jika kau membiarkan kami berbicara berdua saja. "
Kata-kata Sandara itu menghentikan Devan, dan Devan mengurungkan niat nya. Devan pun dengan canggung kembali duduk.
Beri
Like
Comment
Vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments