#6

*****

Sandara kembali membalas tatapan tajam dari Berlin. Ia begitu berani menatap mata Berlin yang sudah terlihat seperti ingin menerkam nya saat itu juga.

" Aku bukanlah robot seperti mu, aku haus...aku ingin minum. "

Sandara berbicara tanpa rasa takut sedikit pun, kemudian mata nya pun melihat sekeliling nya. Dan ia mendapati kulkas yang terletak tepat di dekat pintu kamar Berlin tersebut.

Sandara dengan segera melangkahkan kaki nya menuju kulkas tersebut. Ia membuka kulkas itu, dan tiba-tiba saja pergelangan tangannya di raih oleh Berlin.

" Apa yang sedang kau lakukan? "

Sandara bertanya dengan tatapan kesal kepada Berlin yang saat ini mencengkram tangannya dengan sangat erat.

" Apa aku sudah mengizinkan mu menyentuh barang-barang milikku.? "

Berlin bertanya dengan tatapan dinginnya.

" Ha? Kau ini lucu sekali...aku haus, dan apa kau tidak akan membiarkanku untuk minum? Kalau aku sampai mati kehausan bagaiman? "

" Aku tidak perduli, ini rumah ku, dan yang perlu kau lakukan hanyalah mematuhi seluruh peraturan di rumah ini. "

Berlin melepaskan tangan Sandara lalu kemudian menutup pintu kulkas nya kembali.

" Aaa...jadi begitu, kalau begitu biarkan aku pulang. Aku juga tidak ingin tinggal di rumah ini, dan kau lah yang memaksa ku tinggal di sini. "

" Pulanglah, dan kau tidak akan bisa bertemu dengan ayah mu. "

Berlin yang masih bersikap dingin itupun kembali mengancam Sandara. Sandara yang kesal itu hanya bisa memberikan tatapan tajam nya kepada Berlin.

Kemudian, karena ini sudah sangat larut malam, akhirnya Sandara memilih mengalah, dan tidak ingin melanjutkan perdebatannya dengan Berlin.

Sandara kembali masuk ke dalam kamar Berlin, ia meraih tas nya dan mencari obat tidur yang selama ini di konsumsi nya. Sandara pun meminum obat tidur tersebut dan kembali memejamkan mata nya.

Keesokan hari nya, ini adalah hari dimana Remon dan Atikah akan menikah. Sandara dan juga Berlin sudah berdandan dan mempersiapkan pertunjukan yang akan terjadi di pernikahan Remon dan juga Atikah.

Semua tamu undangan sudah hadir, Remon dan Atikah jiga sudah mempersiapkan segala nya. Dan di saat-saat yang begitu sakral, Dion yang sudah mempersiapkan segalanya dengan matang bersama dengan Berlin itu pun tiba.

" Pernikahan ini tidak bisa di lanjutkan..!! "

Dion meninggikan suaranya sehingga terdengar begitu tegas dan juga lantang.

Seketika itu juga Remon dan Atikah berbalik ke arah Dion. Atikah terlihat sangat terkejut melihat Dion yang masih hidup dan terlihat sehat itu.

" Remon...!! Apa kau bersungguh-sungguh akan menikahi wanita ja lang itu? "

Dion dengan sangat tegas bertanya kepada Remon yang terlihat juga terkejut melihat Dion dihadapannya.

" Apa maksudmu? "

Atikah terlihat sangat panik sehingga ia berteriak ke arah Dion.

" Wanita itu tidak benar-benar ingin berbisnis dengan mu, dia hanya menginginkan seluruh aset dan seluruh harta mu. Dia akan berusaha membuat mu lumpuh, dan meninggal secara perlahan. "

Dion berbicara sambil berjalan ke arah Remon dan juga Atikah. Remon yang mendengar perkataan Dion barusan itu langsung melihat ke arah Atikah dengan tatapan yang penuh dengan kecurigaan.

" Apa kau percaya dengan kata-kata laki-laki lemah itu? Aku tidak mungkin berkhianat, aku sungguh ingin berbisnis dengan mu. "

Atikah yang mulai panik itu pun berusaha untuk meyakinkan Remon, sehingga Remon bisa mempercayai nya.

" Apa yang di katakan tuan Dion adalah kebenaran, dan aku bisa membuktikannya. "

Berlin dengan segera memotong pembicaraan Atikah. Dan di saat bersamaan Berlin memperlihatkan bukti-bukti yang sudah ia kumpulkan selama ini untuk menjatuhkan Atikah.

Ada beberapa rekaman percakapan jiga di dalam nya, serta ada beberapa berkas yang sudah di palsukan oleh Atikah tanpa sepengetahuan Remon.

Dan saat Remon melihat bukti-bukti yang sangat akurat di depan mata nya itu. Dengan tempramen nya yang sulit di kendalikan itu, Remon pun langsung menampar wajah Atikah.

" Berani-berani nya wanita sepertimu membodohi ku? "

Dan di saat itu juga beberapa polisi sudah datang dan menyeret tubuh Atikah. Atikah memberontak namun tidak ada satu pun yang menolong nya. Semua mata tertuju kepada nya dengan tatapan yang penuh rasa jijik.

" Tunggu..."

Suara Sandara yang berteriak itu memenuhi seisi ruangan. Sandara berjalan menghampiri Atikah, dan kemudian saat Sandara sudah berada di hadapan Atikah.

" Selamat bersenang-senang, dan rasakan apa yang aku rasakan, sayangnya kamu hanya di penjara. Yang aku inginkan sebenarnya adalah melenyapkan mu dari muka bumi ini, tapi seperti nya tuhan masih menyayangimu. "

Sandara berbisik di telinga Atikah, dan saat itu juga Atikah melepaskan tangannya dari genggaman para polisi itu dan langsung menjambak rambut Sandara.

Sandara hanya tersenyum sambil menatap mata Atikah. Sandara sudah kebal dengan perlakuan Atikah, dan juga sudah tidak merasakan rasa sakit, karena mimpi buruk nya setiap malam itulah yang membuatnya kebal dengan perlakuan Atikah.

" Dasar wanita gila...kau masih gila, seharusnya kau tidak di keluarkan dari rumah sakit jiwa. "

Atikah semakin kencang menjambak Sandara, dan ia semakin tidak bisa mengendalikan dirinya ketika melihat Sandara yang tersenyum ke arah nya.

Lalu kedua polisi itu pun melepaskan tangan Atikah dari rambut Sandara. Dan kembali membawa Atikah, Sandara hanya tersenyum licik sambil melihat ke arah Atikah yang semakin lama semakin menjauh.

" Apa kau senang? "

Suara Berlin yang cukup tenang dan juga dingin itu membuyarkan pandangan Sandara. Sandara menoleh dan melihat Berlin yang kini sudah berada tepat di belakang nya.

" Menurut mu? "

" Ya... menurut ku kau sudah cukup senang dengan pertunjukan ini. "

" Tapi semua ini tidak bisa mengembalikan semua yang sudah hilang dalam hidup ku. "

Sandara berkata sambil menatap Remon yang saat ini hanya berdiri sambil meratapi tindakan bodoh nya yang begitu saja dengan mudah nya mempercayai Atikah.

" Apa kau masih menyimpan dendam kepada ayah ku? "

Berlin yang menyadari tatapan mata Sandara yang penuh dengan kebencian itu menatap ayah nya itupun langsung mempertanyakan tentang maksud dari tatapan Sandara kepada Remon.

" Dia juga sudah merusak kehidupan ku, perbuatan nya yang keji sudah menodai ku, bukan hanya sekali dia melakukannya, tapi berkali-kali. Dan aku tidak akan pernah melupakan hal itu sampai kapan pun. "

Sandara masih menatap Remon, dan saat itu juga Dion menghampiri Sandara dan menyentuh bahu Sandara.

" Dara...hari ini adalah hari yang membahagiakan, dan ayah sudah mempersiapkan nya sejak lama. Dara, hari ini ayah akan melepaskan mu, dan menyerahkan mu kepada tuan muda Berlin. Sebenarnya hari ini adalah hari pernikahan mu. "

Mendengar perkataan ayah nya, Sandara langsung membelalakkan kedua mata nya. Sandara begitu terkejut mendengar bahwa hari ini akan menjadi hari pernikahannya dengan Berlin.

Beri

Like

Comment

Vote

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!