*****
" Berbuat nekat? Apa yang akan kau lakukan? Berani sekali kau mengancam ku."
Berlin terlihat semakin marah dan kesal, lalu ia mendekatkan wajah nya tepat di depan wajah Sandara.
" Jangan berbuat macam-macam, atau nanti kau akan menyesalinya. "
Ujar Berlin dengan tatapan dingin nya, yang saat itu juga berhasil membuat bulu kuduk Sandara bergidik. Setelah itu Berlin berjalan keluar dari kamar Sandara.
Sandara hanya mendengus kesal lalu ia menarik selimut dan berbaring sambil menutupi wajah nya dengan selimutnya itu.
Di saat Berlin ingin masuk ke dalam kamar nya, nenek Maria yang masih merasa penasaran dengan Sandara itu pun menghampiri Berlin dan meminta Berlin untuk menceritakan segalanya kepada nya.
" Berlin...nenek ingin bicara dengan mu. "
Kemudian Berlin membawa nenek Maria masuk ke dalam kamar nya. Mereka berdua duduk di sebuah sofa, lalu nenek Maria mulai menanyakan apa yang ingin di tanyakan nya.
" Bagaimana kau bisa mengenal Dara? Nenek baru sadar, selama ini nenek belum tau banyak tentang Dara. Terlebih lagi pernikahan kalian terjadi begitu saja. "
Tanpa basa-basi nenek Maria pun langsung bertanya bagaimana Berlin bisa mengenal Sandara. Dan Berlin terlihat sedikit canggung dengan pertanyaan nenek Maria tersebut. Ia bahkan belum menyiapkan jawaban untuk pertanyaan dari nenek nya itu.
" Berlin!!! Kenapa kau hanya diam saja? Bagaimana kau bisa mengenal Dara? Dan nenek juga ingin tau bagaiman kalian bisa saling jatuh cinta dan akhirnya menikah? "
" Aku...aku bertemu dengannya begitu saja nek, hanya kebetulan...lalu aku jatuh cinta dengan nya. "
" Alasan macam apa itu? Lalu bagaimana Dara bisa tidak mengerti mengenai ponsel? Bagaimana kalian berhubungan saat itu? Apa Dara di kurung di suatu tempat sehingga dia tidak tau dunia luar? "
Berlin terkejut mendengar tebakan nenek Maria yang memang benar bahwa Sandara selama ini terkurung di dalam rumah sakit jiwa.
" Dia tidak pernah keluar dari rumah nya nek, Sandara sibuk merawat ayah nya yang sedang sakit saat itu. Jadi dia tidak memikirkan hal lain selain kesembuhan ayah nya. "
Berlin memikirkan berbagai macam alasan, dan ia teringat akan Dion Wang yang saat itu sedang sakit keras. Dan Berlin lah yang mengurus segala keperluan serta kebutuhan Dion Wang selagi Dion sakit keras.
" Tetapi kenapa sampai seperti itu Berlin? Ini tidak masuk akal, setidaknya...sebelum ayah nya sakit, pasti dia sudah mengerti teknologi kan? "
Nenek Maria semakin bingung setelah mendengarkan alasan yang di berikan Berlin kepada nya.
" Nek...Sandara memang seperti itu, dia tidak pernah perduli dengan dunia luar ataupun perubahan mode yang tengah terjadi di kalangan masyarakat normal lainnya. "
" Tapi itu semakin terdengar aneh Berlin, kau yakin Dara tidak punya semacam kelainan ataupun penyakit? "
" Bagaimana menurut nenek? Apa selama nenek mengenalnya ada hal yang aneh dari nya? "
Nenek Maria pun menggelengkan kepala nya, selama ini Sandara selalu bersikap ramah dan juga baik kepada nenek Maria.
" Kalau begitu, tidak perlu ada yang di cemaskan lagi kan nek? Sandara baik-baik saja. Dan dia hanya tidak terlalu tertarik dengan barang-barang seperti ponsel dan lain-lain. "
" Baiklah, nenek berharap kau tidak membohongi nenek dan kau berkata dengan jujur Berlin. Nenek hanya ingin yang terbaik untuk mu, nenek tidak ingin kejadian yang kemarin-kemarin terulang kembali. Nenek masih menyayangkan tragedi Issabel, kalian sangat saling mencintai, tetapi dia tega memfitnah mu di dalam surat wasiat nya. "
Nenek Maria tiba-tiba saja mengungkit tentang kematian Issabel. Dan Berlin saat mendengarnya pun menjadi sangat sedih, Berlin sangat sedih karena Berlin tidak bisa mengungkapkan kebenaran yang ia ketahui saat ini tentang kematian Issabel.
Berlin tidak ingin jika nenek nya mengetahui ulah Remon. Berlin takut jika nenek nya akan syok dan itu bisa mempengaruhi kesehatan nenek Maria.
" Nek...tolong nenek jangan bahas lagi tentang apa yang terjadi beberapa tahun lalu. Aku sudah berusaha melupakannya. Jadi aku mohon, jangan membahasnya lagi. "
Ujar Berlin lalu menggenggam kedua tangan nenek nya itu. Berlin menatap nenek Maria dengan tatapan sedih nya. Kemudian nenek Maria yang menyadari tatapan sedih Berlin itupun langsung memeluk Berlin.
" Maafkan nenek Berlin, nenek tidak bermaksud membuka luka lama mu, nenek hanya tidak ingin kau mengalami hal yang sama untuk yang kedua kali nya. Nenek tidak rela jika Dara tidak bisa mencintaimu kelak dengan sepenuh hati nya. "
" Nenek tidak perlu khawatir, Sandara tidak akan mengkhianati ku. "
Berlin terus berusaha membuat nenek Maria berhenti berpikir yang negatif soal Sandara. Dan setelah itu nenek Maria pun meninggalkan kamar Berlin dan kembali ke kamar nya.
*****
Keesokan hari nya...
Pagi ini tidak terlalu cerah, matahari tertutupi oleh awan hitam. Angin berhembus dengan kencang. Kemudian terdengar suara bel yang begitu nyaring. Seorang pelayan membukakan pintu dan ternyata ada seorang pria yang sudah berdiri dengan sebuah kotak kecil di tangan nya.
" Apa tuan Berlin sudah bangun? "
Tanya pria tampan itu kepada salah satu pelayan yang membukakan pintu untuk nya itu.
" Maaf tuan, ada keperluan apa? Dan kalau boleh tau dengan tuan siapa? Nanti biar saya sampaikan. "
" Saya Fransisco Lim, pengganti asisten pribadi nya tuan Berlin. "
" Ah, baiklah tuan...silahkan masuk..."
Dan pelayan itu pun segera menemui Berlin dan memberitahukan kepada Berlin bahwa asisten pribadinya sudah menunggunya di ruang tamu.
Berlin pun langsung menemui asisten baru nya itu. Kebetulan asisten lama nya adalah paman dari Fransisco Lim, dan saat ini asistennya itu sudah tidak bisa bekerja lagi dengan Berlin karena keluarga nya memutuskan untuk segera pindah ke Prancis untuk mengobati istrinya yang sedang sakit parah.
" Apa kau sudah membawakan pesanan ku? "
Tanya Berlin sambil berjalan menuju Frans, Frans yang mendengar suara Berlin itupun, langsung berdiri dan membungkuk kan badan nya memberi salam hormat kepada Berlin.
" Sudah tuan..."
Kemudian Frans memberikan sebuah kotak kecil yang sedari tadi sudah di genggamnya itu kepada Berlin.
" Baiklah, apa Rayan sudah memberitahu mu tentang tugas-tugas yang harus kau kerjakan selagi melayani ku sebagai asisten pribadi? "
" Sudah tuan, saya juga sudah membawa beberapa barang-barang saya kemari. "
" Baiklah, nanti biar pelayan yang mengantarkan mu ke kamar mu. "
Kemudian Berlin berlalu pergi berjalan menaiki anak tangga dan melangkahkan kaki nya menuju kamar Sandara. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Berlin langsung membuka pintu kamar Sandara.
Sandara terlihat terkejut mengetahui ada seseorang yang masuk ke dalam kamar nya begitu saja.
" Apa kau tidak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu? Kalau aku sedang tidak berbusana bagaimana? "
" Maaf...tapi mungkin itu bukan hal yang buruk. "
Berlin hanya membalas pertanyaan Sandara dengan santainya, kemudian memberikan Sandara sebuah kotak kecil yang barusan diterima nya dari asisten pribadi nya itu.
" Apa ini? "
Sandara bertanya sambil membolak-balik kan kotak tersebut. Dan kemudian ia membuka kotak tersebut.
" Itu ponsel untuk mu. "
Sandara memegang ponselnya terbalik, sambil terus menatap layar ponsel nya yang terlihat begitu gelap karena masih dalam mode off. Berlin sedikit tersenyum melihat tingkah konyol Sandara, namun kemudian ia segera menghentikan senyum nya itu.
Fransisco Lim...
29 tahun, asisten pribadi Berlin yang baru.
Sangat tegas namun mudah tersentuh dengan hal-hal yang lembut dan tulus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments