*****
Wusshhh....
Sraakkk....
Terdengar suara angin dan juga dedaunan yang berterbangan. Sandara menutup jendela kamar nya dan juga tirai jendela nya. Awan hitam sudah mulai menguasai langit, suara petir pun juga mulai terdengar.
" Seperti nya akan turun hujan. "
Gumam Sandara sambil membaringkan tubuh nya di atas tempat tidurnya. Dan saat Sandara ingin memejamkan matanya.
Tok...tok...tok...
" Nona.. sudah waktunya makan siang. "
Terdengar suara lembut seorang pelayan dari balik pintu kamar Sandara. Dan akhirnya Sandara tidak jadi tidur dan beranjak dari tempat tidur nya. Sandara membuka pintu kamar nya dan berjalan ke arah ruang makan.
" Waaahh?? Apa ini?? Kenapa ada begitu banyak makanan? "
Sandara membelalakkan kedua matanya, ia di buat takjub oleh hidangan yang sudah di hidangkan oleh para pelayan nya.
" Kami tidak tau selera nona muda, maka dari itu kami memasak berbagai menu. "
" Kenapa kalian tidak menanyakannya terlebih dahulu pada ku? Ini terlalu banyak, dan bagaimana caranya aku bisa menghabiskan makanan sebanyak ini? "
" Maaf nona, kami tidak sempat memikirkan hal tersebut, karena tadi nona sedang berada di luar rumah. "
Kemudian Sandara teringat kalau memang tadi ia sedang keluar untuk menghirup udara segar sejenak bersama dengan Devan.
" Ah, kalau begitu, kalian bisa kan temani aku makan. Kita makan bersama-sama saja, sayang sekali jika ada sisa. "
Para pelayan pun hanya bisa terdiam, mereka tidak berani untuk menyetujui perkataan Sandara barusan.
" Kenapa kalian diam saja? Kemarilah dan makan bersama dengan ku. "
Sandara yang melihat para pelayan terdiam itu pun kembali menggerakkan tangannya dan meminta para pelayan itu untuk menemani nya makan.
" Maaf nona, tapi seperti nya kami merasa tidak seharusnya kami menemani nona makan. Itu tidak pantas untuk kami nona. "
Kepala pelayan yang sedari tadi mengamati para asisten pelayan yang sedang melayani Sandara itupun, akhirnya membuka suara nya dan mengatakan pendapat nya.
" Kenapa kalian tidak pantas? Sudahlah jangan terlalu berpikiran rumit, aku hanya ingin di temani makan. Cepat kemari, aku tidak ingin mendengar alasan apapun. "
" Tapi nona..."
" Sudah jangan banyak bicara, atau aku akan memberitahu Berlin bahwa kalian tidak becus bekerja. "
Dan akhirnya para pelayan itu menuruti permintaan Sandara. Para pelayan itu mengambil makanan nya lalu membawa nya dan Sandara pun menghentikan pergerakan mereka.
" Berhenti..!! Kenapa kalian tidak duduk bersama ku? Meja makan di sini sangat besar, jadi kalian makanlah di sini. "
" Tapi nona, saya mohon pengertian dari nona. Kami tidak sepantasnya duduk di meja makan yang sama dengan nona. "
" Kenapa? Apa kalian menghina ku? Apa ada sesuatu yang menjijikkan pada diriku sehingga kalian tidak ingin duduk bersama dengan ku di sini? "
" Tidak nona, kami tidak berpikiran seperti itu nona. Hanya saja kedudukan nona lebih tinggi dari kami, dan kami yang hanya seorang pelayan ini tidak seharusnya makan bersama dengan nona. "
Kepala pelayan itu berkata sambil menundukkan kepalanya, ia terlihat sangat panik dan kebingungan karena permintaan Sandara. Lalu tiba-tiba saja...
" Kenapa kau mempersulit para pelayan? Biarkan mereka melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan peraturan yang ada. "
Suara Berlin yang baru saja tiba itu pun membuat para pelayan semakin terlihat ketakutan. Dan Berlin berjalan menghampiri Sandara dengan tatapan dinginnya.
" Aku tidak mempersulit mereka, aku hanya ingin mereka makan bersama dengan ku, apa itu salah? "
Raut wajah Sandara pun berubah menjadi kesal karena melihat Berlin yang tiba-tiba saja datang dan membuat suasana hati nya menjadi buruk.
" Sudahlah Berlin, biar nenek nanti yang menjelaskannya pada Sandara. "
" Nenek? "
Sandara spontan langsung memanggil nenek Maria, ia terlihat sangat terkejut melihat kedatangan nenek Maria. Ternyata Berlin pulang membawa nenek Maria bersama dengannya.
" Iya Dara...bolehkan nenek panggil kamu Dara? "
" Boleh nenek, silahkan duduk nek. "
" Makasih ya Dara, maaf nenek baru bisa datang, kemarin nenek sedang menjalani perawatan di luar kota, jadi nenek tidak sempat menghadiri pernikahan kalian yang sangat tiba-tiba itu. "
" Ah tidak apa-apa nek, aku bisa melihat nenek saja sudah senang. "
Sandara pun tersenyum lebar ke arah nenek Maria, dan kemudian tiba-tiba saja Berlin duduk di samping nya.
" Ayo kita makan, aku sudah lapar. "
Sandara melirik ke arah Berlin lalu memberikan tatapan tajam kepada Berlin. Dan mereka pun akhirnya makan bersama-sama.
Seusai makan, Berlin langsung mengantar nenek Maria ke kamar nya. Sedangkan Sandara, ia berjalan ke arah belakang rumah singgah itu dan duduk di sebuah batu yang ada di pinggir kolam ikan.
Sandara meraih sebuah kotak yang berisikan makanan ikan, lalu ia memberikan makanan itu kepada ikan-ikan yang ada di kolam itu.
" Sedang apa kau di sini? "
Lagi-lagi suara dingin Berlin membuat suasana hati Sandara berubah menjadi buruk.
" Apa kau tidak bisa melihat ku dengan jelas? Jelas-jelas aku sedang memberi makan ikan. "
" Ada yang ingin aku bicarakan. "
Kemudian Berlin pun duduk di samping Sandara.
" Ini soal nenek, tolong bersikaplah seperti seorang istri yang mencintai suami nya di depan nenek, jangan sampai nenek tau kalau kita melakukan pernikahan ini karena sebuah perjanjian. Aku tidak ingin nenek mengetahui yang sebenarnya. Aku khawatir jika nenek mengetahui yang sebenarnya, itu akan mengganggu kesehatan nya. "
Berlin meminta Sandara untuk merahasiakan semua kebenaran nya dari nenek Maria. Berlin sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatan nenek Maria yang akhir-akhir ini memburuk dan tidak stabil.
" Tapi bagaimana jika nenek mengetahuinya? "
" Kalau kau bisa menutup mulut mu dan tidak berbicara sembarangan, nenek tidak akan mengetahui nya. Kau paham kan maksud perkataan ku? "
Sandara melirik Berlin dengan tatapan mata yang sudah amat kesal. Kata-kata tajam yang keluar dari mulut Berlin cukup membuat suasana hati Sandara menjadi terus memburuk.
" Apa kalimat yang keluar dari mulut mu itu tidak bisa lebih halus sedikit? Bagaimana aku bisa bersandiwara kalau kata-kata mu begitu tajam. "
" Kau harus melakukannya. "
Kemudian Berlin beranjak dan berlalu pergi begitu saja meninggalkan Sandara. Karena Sandara geram dengan sikap dingin Berlin, Sandara pun melepas sebelah sandal nya dan melemparkannya ke arah Berlin.
Plakkk
Sandal Sandara pun mendarat tepat sasaran, Berlin langsung memegangi kepala nya yang terkena Sandal Sandara itu. Dan ia berbalik lalu menghampiri Sandar kembali.
" Apa kau ingin bermain-main dengan ku? "
Sandara tidak menjawab pertanyaan Berlin dan hanya merapatkan bibir atas dan bibir bawah nya itu. Lalu, tiba-tiba saja Berlin menarik tangan Sandara dan membuat Sandara jatuh ke pelukannya. Sandara terlihat terkejut namun ia terpaku dengan ketampanan Berlin. Dan....
Byurrrr...
Berlin melepaskan tangannya dari pinggang Sandara sehingga Sandara terjatuh ke dalam kolam ikan. Berlin terlihat begitu puas melihat Sandara yang sudah terjatuh dan juga basah kuyup itu. Kemudian Berlin kembali meninggalkan Sandara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments