Jam menunjukkan pukul 16.30. Di jam segitu Shakira baru saja selesai piket, sendirian. Gadis beriris emerald menyeka peluh sebesar embun tak kasat mata di dahi, mendesah pelan menatap seisi kelas yang bersih sempurna. Subhanallah, sungguh tak sia-sia usaha Shakira. Tak lupa dirinya di kelas ini sudah menginjak satu bulan, waktu begitu cepat rasanya.
"Oke, siap-siap pulang." Baru tiga langkah pun pintu langsung didobrak dengan keras. Mestilah Shakira berbalik mengelus dada. Terlihat sosok gadis berkulit sawo matang berjalan angkuh bersama gadis-gadis lain di belakang.
"Heh! Bisa gak lu datang pake salam?!" ketus Shakira berjalan satu petak, menatap gadis paling depan yang berjalan cepat ke arahnya. "Lu tadi nendang pintu, emang lu mau ganti rugi kalau pintunya rusak?! Gak pake salam pula, lu gak punya tatakrama, ya?!"
Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Shakira. Iris emerald menciut tak memiliki gradasi apapun, mematung tanpa berniat membalas sambutan tak menyenangkan itu.
"Mending besok lo jauh-jauh dari Aji." Begitulah katanya dikala mendekatkan wajah tembam di depan mata Shakira. "Bilang saja lo itu mau modus sama Aji. Iya, kan?"
Shakira tetap tak mau bergerak. Hati dan pikirannya tak mau membalas, tangannya tak mau menyakiti siapapun. Ada apakah gerangan sampai ia menjadi kambing hitam untuk teman sekelasnya sendiri? Ah, Shakira ingat. Harusnya ia percaya akan dugaan buruk itu, namun kehadiran dan secercah semangat dari pria itu ... pupus sudah dalam pandangan Shakira.
"Kehadiran lo bikin Aji betah sama lo! Oh, lo gak tau soal Aji yang dulu tukang onar sama Nami waktu masih SMP?" Jari telunjuk segera menjalankan tugasnya, mendorong pipi Shakira hingga melangkah mundur.
"Lu tau apa soal mereka?" tanya Shakira mengerling tajam. Ia sudah bangkit dalam tidur penuh lamunan.
"Gue dengar mereka nyaris dikeluarkan dari—"
"Lu jangan banyak cakap, Tati!" tukas Shakira menunjuk penuh geram. Iris emerald mulai berkilat menciptakan rasa amarah yang tak bisa dikendalikan. "Lu terus merapik soal mereka! Lu jangan sangkut pautkan soal mereka buat gua!"
"Apa? Lo marah, Kir? Pantas lo dapat julukan ustadzah galak," ucap Tati tersenyum sinis.
"Kalau iya, kenapa?" Shakira membalas dengan senyum miring, melipat tangan di dada seolah adalah detektif handal. "Barusan lu udah bikin satu kesalahan yang gak Allah sukai. Sekarang gua tanya sama lu, apa hubungannya masa lalu mereka sama gua?"
Perlahan senyum sinis Tati memudar, bertukar bertatap tajam.
"Biar gua jijik sama Aji terus minta tukar bangku sama yang lain?" Terkaan Shakira tepat sasaran. Tati pun mati kutu. "Afwan, lu baru bisa dapat kesimpulan soal sifat gua kalau lu sudah akrab sama gua. Gua gak percaya lu mau menjatuhkan harga diri gua pake cara bar-bar kayak begini."
Susah sekali Tati menelan saliva. Ia merasa Shakira sudah memojokkan dirinya dengan kata-kata tak enak. Gadis berjulukan ustadzah galak mulai bermuka tanpa ekspresi, tanpa lipatan tangan di dada.
"Ti, gua gak ada salah sama lu. Lu tadi ngumbar aib Aji sama Nami, apa salah mereka sama lu? Gak ada, kan?" kata Shakira langsung ke topik. "Kalau lu mau duduk sama Aji, lu tinggal kasih tau gua, gua tinggal tukar duduk sama lu. Gak mesti pake cara ini, ngerti? Lu gak punya hak buat cari tau tentang orang lain, mau itu fakta ataupun aib, yang ada bikin lu dosa. Apalagi kalau semua kebohongan yang lu buat itu berujung fitnah, lu tau? Fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan."
Tati mulai menunduk, ditemani oleh beberapa teman yang senang hati mengelus pundaknya. Shakira hanya bisa mematung sebelum akhirnya mengambil tas gendongnya dan memasukkan gagang sapu ke kardus.
Di sana, gadis pemilik pipi sedikit tembam mendesah pasrah. Kenapa ia harus mengalami semua ini? Amimah, Shakira sangat tak suka. Tak ada cara lain, kah? Bila dipikir-pikir lagi....
Lebih baik Shakira putuskan perihal Aji besok.
Shakira berjalan di barisan sebelah kanan setelah barisan tempat ia berdebab dengan Tati. Ia sejajarkan dengan keberadaan Tati yang tersedan mengusap cairan asin di pelupuk mata.
"Jangan lupa minta maaf soal ini." Shakira berucap lalu menunduk, melanjutkan perjalanan menuju rumah tercinta.
Mungkin Shakira mengira kalau semua orang sudah berada di rumah masing-masing. Tetapi, jangan lupakan gadis bertahi lalat di sudut mata kanan ini, yang berjongkok menahan tangisnya dengan punggung tangan berbalut seragam. Nami merasa bersyukur, akhirnya ada orang yang mau menerima kehadirannya.
Ia membatin penuh syukur, Alhamdulillah, terima kasih atas hadiah terbaik yang Allah kasih ke hamba. []
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments