Istirahat pertama baru saja terbuka lebar untuk pelajar. Untuk gadis semacam Shakira, waktu mengisi energi dengan cara bermimpi indah adalah pilihan terbaik saat istirahat ketimbang jajan di kantin. Wajahnya kian cantik tatkala tertidur pulas, dengan bibir pinkish yang sedikit terbuka dan bulu mata lentik, sesekali hidung peseknya mengembang tak karuan.
Harusnya ritual ini berjalan lancar, tapi semenjak adanya orang dari planet antah berantah....
"Shakira!" Bersuara cempreng, dia datang tiba-tiba memeluk Shakira dari belakang dengan cara ala para pegulat. Tentu Shakira kaget bukan main. Apalagi Aji yang saat itu membaca buku novel dengan khusyuk.
"A-apaan sih, Mi?" Shakira melotot, matanya bergerak ke mana-mana sedang tangannya berusaha melepas pelukannya. "L-lu ngagetin gua ah!"
"Makasih banget sudah ngasih saran ke gue!" ungkap dia kegirangan, bahkan ia rela mengayun-ayunkan tubuh Shakira yang tingginya selisih kecil darinya. Memang agak ringan, apa Shakira sekurus ini?
"Lu boleh bilang makasih tapi bukan pakai cara ini juga, peang!" Wajah Shakira bertukar kesal. Berkali-kali tangannya menepuk lengan bawah Nami dengan keras sampai dia merasakan rasa sakit. Akhirnya, Nami meleraikan pelukannya, membiarkan Shakira kembali duduk dengan mata hitam.
"Heheh, maafin sih." Nami terkekeh malu sembari menggaruk pangkal kepala. "Oh iya, sebagai ucapan makasih dari gue, gue mau ngasih lo ini nih."
Shakira mengernyit dan menyipit tajam. Sungguh, mata panda ini benar-benar menyiksa batin! Gadis di depannya merogoh sesuatu di saku rok depan kelabu, mengeluarkan sebuah kertas yang dilipat untuk Shakira terima. Begitu kertas itu sudah di pihak Shakira, lekas is mengurai seluruh lipatan hingga terpampang jelas apa yang diperlihatkan dari si kertas.
"Olimpiade Kimia?" gumam Shakira lirih, merangsang rasa ingin tahu Aji untuk mendengar lebih jauh. Shakira mendongak menatap Nami serius. "Lu minta gua ikutan kayak beginian?"
"Ih, lihat hadiahnya, elah." Nami mendengus di sela berkacak pinggang.
Shakira kembali menunduk membaca kembali isi kertas tersebut. "Beasiswa kuliah di UGM?" Shakira mendelik di hadapan Nami "Seriusan hadiahnya beasiswa di sana? Kalau gak salah, daftar di UGM susahnya minta ampun, njir. Ini kampus impian gua."
"Makanya gue kasih tuh brosur buat lo, biar lo ikutan," simpul Nami membusungkan dada menonjol walau tidak terlalu menonjol timbul payudara. "Buruan gih, kasih tau guru Kimia soal itu. Gue dapatin tuh brosur dari tetangga sebelah gue."
Dalam benak, Shakira sungguh ingin merasakan kuliah di sana satu tahun lagi. Tetapi, kejadian waktu kiwari....
\= ̄ω ̄\=
*Dua hari sebelum sekarang ....
Setelah Shakira menceritakan semua kejadian buruk yang menimpa dirinya semasa mengajari Aji mapel kimia, Nami keluar ikut komplotan gadis yang Nami kenal untuk sekadar jajan di kantin favorit. Aji hanya mengangguk paham dengan cerita Shakira.
"Nanti sore, aku bakal tegur dia. Gak usah khawatir." Aji melempar senyum terhangat yang ia miliki.
"Benaran?" Shakira menyipit dingin. "G-gua gak ngerepotin lu, kan?"
"Gak lah, Kir," kata dia tertawa keras. "Dampak kayak begitu emang sudah resiko buat kita."
"Hm, gitu, ya?" Shakira berpaling ke arah jendela, menyibak gorden yang sedari tadi menutupi pemandangan. Terlihat suasana masih biru akan suhu dingin dan banyak sekali para pelajar yang datang menggendong tas.
"Kir, kamu mau tau gak, kenapa aku sering minta diajarin mapel kimia sama kamu?" Pertanyaan itu terlontar penuh keberatan dari lidah Aji, menarik perhatian Shakira yang menikmati pemandangan pagi hari sebelum masuk jam pelajaran pertama.
Shakira mengerling polos. "Itu pertanyaan gua saat ngajarin lu."
"Itu karena," Aji menunduk **** senyum tipis yang menyejukkan seperti tatapan di manik mata hitam, "aku pengen ikutan olimpiade Kimia."
Seketika Shakira mendelik, sedikit menganga mulutnya.
"Saat Ibuku sakit waktu aku kecil, ada satu orang remaja yang datang menjenguk," sambung Aji memulai cerita. "Dia datang membawa buah tangan, sekeresek buah apel dan dua lembar obat yang waktu itu aku tidak tahu namanya. Tetanggaku bilang, orang itu suka sekali bereksperimen. Bahkan dia bisa membuat lampu lapangan futsal menyala karena larutan buatannya. Aku juga tidak tahu nama larutan yang orang itu bua, spai aku menamai larutan itu larutan ajaib. Aku payah banget, kan?
"Karena orang itulah, aku ingin tahu lebih banyak tentang mapel yang orang itu suka. Mereka mendengar ... dia suka mapel kimia, bahkan pernah mengikuti olimpiade Kimia*."
\= ̄ω ̄\=
... impian Aji jauh lebih penting.
Shakira tersenyum lembut, mendongak menatap Aji dan menepuk bahunya, mengagetkan pria yang asyik mendengar pembicaraan mereka. Buktinya, Aji gelagapan ketika menoleh ke arah Shakira.
"Lu ikut gua, sekarang juga," ajak Shakira menatap penuh semangat.
"Eh?" Aji mendelik panik. "Buat a—"
Tanpa ba-bi-bu Shakira mendorong Aji sampai beranjak dari kursi, lalu menarik tangannya dan berlari menuju kantor guru. Shakira begitu semangat hingga brosur pemberian Nami rusak dalam sekali genggaman.
Wajah Shakira makin cerah tatkala sosok wanita paruh baya tengah berjalan menuju kantornya.
"Bu!" Berkali-kali Shakira menyeru demikian, mempercepat tempo lari tanpa mengenal lelah. Kali pertama wanita itu tidak menoleh, namun semakin dekat jarak antara Shakira dengannya barulah beliau menoleh.
"Oh, Shakira. Ada Aji juga," sapanya melempar senyum ramah. "Ada apa, sayang-sayangnya Ibu?"
\= ̄ω ̄\=
"Hm, jadi siapa yang mau ikut olimpiade Kimia?" Wanita berjilbab batik Mega mendung mengangguk sekali, memahami isi brosur di genggamannya dan mendongak menatap kedua insan di depan meja. "Shakira atau Aji?"
"Aji, Bu!" seru Shakira, menunjuk sang pemilik nama yang terperanjat kaget. "Dia pintar kimia lho, Bu!"
"Apa? Kamu serius nunjuk aku buat ikutan?" tanya Aji menatap tak percaya. "K-kan kamu yang paling pintar di kelas kita."
"Ini impian yang lu tunggu dari dulu, kan?" Iris emerald Shakira yang meneduhkan dan juga senyum hangatnya mampu menenangkan syaraf tegang Aji. Aji merasa ... kini dirinya rileks oleh kehadiran Shakira. "Mending lu ikut, jangan bikin amanah gua jadi sia-sia."
"T-tapi," manik mata hitam Aji bergerak ke bawah, mewakili ekspresi sedih, "kamu tau segala, bahkan materi yang tak aku ketahui pun kau tau juga. Kalau aku ikut—"
"Plis lu ikut olimpiade Kimia demi gua!" Shakira menyentaknya! Tangannya kini terkepal erat, keras seperti rahang kecilnya dikala menunduk menahan emosi tinggi. Nadanya mulai memelan. "Plis, ini kesempatan lu buat ngewujudin impian yang lu incar."
Sang guru Kimia bertopang dagu, ini akan menjadi drama paling mendebarkan sepanjang hidupnya setelah dilamar suami. Beliau tersenyum manis, sungguh menikmati drama yang baru saja tayang secara langsung di depan meja.
"Bagaimana kalau aku kalah?"
"Itu urusan belakang, Ji!" sergah Shakira meninggi. Ia mendongak memperlihatkan wajah kesal. "Lu gak tau materi selama olimpiade? Gua bisa ajarin lu! Kegiatan buat ngajarin lu itu, sudah jadi amanah buat gua! Gua. Gak mau. Usaha gua. Jadi. Sia-sia. Karena lu gak mau ngewujudin impian lu, Ji!" Berkata demikian Shakira berjinjit dan menunjuk-nunjuk dada Aji sampai terdorong sedikit.
Aji tak bergeming. Ia sibuk dengan dua pilihan yang harus ia putuskan. Tak jadi ikut karena tak tahu materi, atau ikut tapi berujung kalah? Wajah Aji yang semula memucat pun bertukar serius, mencoba meluruskan jalan pikirannya. Memang tak ada salahnya ia ikut olimpiade Kimia, tapi Shakira tahu semua materi. Kenapa bukan dia? Toh, hadiahnya adalah ....
Tunggu, Aji menarik pertanyaan terakhir yang ia rangkai barusan.
"Benaran kamu bakal ngajarin aku kalau aku ikut olimpiade Kimia?" tanya Aji menyakinkan, menatap tajam.
"Pastilah! Insya Allah, gua bakal ngajarin lu setiap saat lu gak ngerti sama materi yang lu pahami." Shakira berkacak pinggang, menghembus enteng. "Bagaimana? Lu mau ikut?"
"Oke," Aji tersenyum tekad, "aku ikut olimpiade Kimia."
"Asik! Akhirnya!" Sudah seperti Dora, Shakira meloncat-loncat penuh gembira. "Aji mau, Bu!"
"Hm, padahal lagi tegang-tegangnya." Wanita berbadan gitar Spanyol itu berhembus kecewa. Dalam benak kedua pelajar kelas sebelas ini, apa yang beliau tonton dari mereka? Memberikan tiga tanda tanya besar di atas kepala. "Hari ini juga Ibu bakal ngurusi pendaftaran kamu sama mencari soal di olimpiade tahun sebelumnya. Nanti kalau Ibu sudah susun semua soalnya, Ibu kabari lewat WA Shakira, ya."
"Oke, Bu. Siap!" Shakira mengerling ke arah Aji dan menyikutnya dua kali. Authornya niatan ngitung. "Cieee, yang ikutan olimpiade. Gua semangati lu lewat ngajarin lu Kimia aja deh!"
\= ̄ω ̄\=
Batas waktu pendaftaran memang masih panjang—sekitaran dua minggu lagi, bahkan guru Kimia yang Shakira andalkan belum juga mengabari. Tetapi, tak ada salahnya Shakira mengajari Aji materi Kimia dari sekarang. Menurut informasi dari Nami, materi yang biasa dimasukkan ke olimpiade Kimia adalah semua materi kelas 10 dan tiga bab materi awal kelas 11.
Shakira akan memulai masa mengajarnya dari awal lagi.
Ia sangat beruntung, rupanya Aji orangnya bisa diajak kompromi bila ada halangan. Sepanjang masa pendaftaran, di waktu jam kosong mereka habiskan untuk belajar bersama mempelajari kimia lebih jauh, sejauh jarak planet pluto dengan sang pusat tata surya. Lokasinya pun antah berantah, kadang di perpustakaan, kantin tempat Nami dan teman-temannya jajan, bahkan di kelas dalam keadaan bising.
Untuk hari Sabtu dan Minggu, mereka belajar di rumah sang pengajar. Aji pun disambut baik oleh kedua kakak Shakira. Shakira sudah menjelaskan tentang Aji yang ia lihat setiap hari pada mereka berdua dan dendam Aniya mereda. Butuh waktu lama, tapi masalah mereka sudah kelar.
Di Minggu kedua—bertepatan dengan masa berakhirnya pendaftaran olimpiade Kimia—, Shakira sudah mengemasi buku-buku yang berhubungan dengan Kimia. Hm, biar ia absen buku-buku tadi.
Bank soal Kimia.
Soal olimpiade Kimia dari tahun ke tahun.
Buku paket Kimia hasil pinjaman dari perpustakaan.
Buku catatan padat Kimia miliknya.
Semuanya tercetak dalam ukuran cukup tebal.
Sejak kapan ia berniat membeli semua buku ini? Shakira berkacak pinggang menatap tumpukan buku di meja belajar. Ia menggeleng, tak paham dengan dirinya sendiri yang memiliki buku sebanyak dan setebal ini.
Lalu, buat apa ia membeli buku sebanyak itu kalau Shakira tak ikut olimpiade?
Senyumnya memudar, ia berpikir, mungkin seharusnya ia ikut olimpiade juga bersama Aji.
Tapi rasanya tak mungkin karena alasan tertentu. []
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments