Baru kali ini Mangata marathon ingin menyelesaikan bacaan, bukan oleh cerita itu terlalu bagus tapi lebih karena rasa penasarannya yang tinggi. Sering Mangata berharap tokoh Aya dan apa yang dialaminya tidak nyata, tapi Geetruida bilang itu ....
Mangata membuka bab 16
Isao kesal dengan sahabatnya Ryujo, semula mereka berencana mengunjungi ianjo Irene dan menghabiskan malam di situ. Tapi Ryujo datang justru membatalkan rencana itu dengan alasan lelah dan ingin bermalam di rumahnya saja.
Ah, padahal Isao sedang butuh pelepasan tapi keinginannya begitu saja menguap begitu melihat Monic. Kalau sudah begini, hanya tubuh Sumi atau Yati-lah yang dapat membuatnya puas lelas. Sialnya Monic belum menunjukkan tanda-tanda mengantuk, malah asyik membaca novel.
Isao keluar kamar bermaksud ingin mengobrol dengan Ryujo, tapi saat Isao memanggil sahabatnya itu tidak ada sahutan. Tampaknya anak itu benar-benar kelelahan atau mungkin hanya pura-pura tidur agar tidak dicurigai sedang kuda-kudaan dengan pembantunya. Siapa tahu, kan?
Ryujo baru kali ini menginap dirumah Isao. Biasanya kalau sedang ada tugas di Batavia, Ryujo menginap di hotel ataupun di ianjo, tapi dari para teman atau tamu Isao yang sering menginap di rumah, Ryujo tentu sudah dapat info kalau pembantu di rumah Isao tidak hanya gesit mengurus rumah, tapi juga mahir memuaskan tamu sampai tidak berdaya. 'Cukup beri ketukan pelan 2 kali di pintu kamar belakang, maka mereka akan menggoyangmu sampai pagi,' ujar Isao setengah berpromosi pada teman-temannya.
Setelah mendengar tidak ada suara mencurigakan dari kamar yang ditempati Ryujo, Isao pun keluar rumah untuk merokok, tapi telinganya sayup-sayup mendengar sesuatu yang membuat juniornya menegang. Jelas karena suara itu ... Isao hapal betul jeritaan manja yang seperti itu adalah ciri khas dan hanya keluar dari bibir Sumi, pembantunya yang denok itu.
Pria yang sedang bercinta dengan Sumi pasti sedang berada di posisi seperti Isao biasanya agar bisa menghujam relung indahnya Sumi dengan hentakan yang dalam dan dahsyat. Pasti ... pasti lelaki itu mempraktekan jurus andalan yang sama, tebak Isao dalam hati sambil mengkhayal sedang enak-enakan dengan Sumi.
"Sayaaaang, kamu di mana?" Monic setengah berteriak.
"Aku di sini," sahut Isao pelan takut mengganggu konsentrasi dua insan yang sedang berpacu menuju gelombang klimaksnya.
"Oh, ngapain di situ?" selidik Monic yang kini sedang melangkah ke arahnya.
"Cari angin sambil merokok, nih baru setengah batang," jawab Isao.
"Kirain kamu kemana tadi, sayang."
"Kamu terlalu asyik membaca jadi gak dengar waktu aku bilang mau keluar sebentar."
"Begitu, ya." Jawab Monic tepat di hadapannya.
"Ada apa mencariku, kamu perlu sesuatu, hm?" Isao mematikan rokoknya.
"Iya, sayang. Aku kangen pedang-mu," suara Monic begitu manja menggoda Isao, lebih-lebih karena jemari wanita itu sudah menyusup, mengurut pelan objek yang dia rindukan.
"Wow, langsung keras," reaksi Monic gembira.
'Iyalah keras, barusan terbayang saat aku menusuk Sumi dari belakang. Semakin keras tusukanku, semakin nyaring jeritan Sumi dan itu membuatku semakin kuat memacu hentakanku,' jawab Isao tanpa suara.
"Hm ... sabar sayang, kita ini masih di teras. Gak enak kalau kelihatan pengawal, nanti mereka malah kepengen juga," kata Isao.
"Haha, kalau kepengen ya tinggal dikasih aja," jawab Monic ambigu.
"Maksudmu apa?"
"Gak, gak ada maksud apa-apa, sayang. Sudah, kamu ke kamar duluan, ya. Aku mau bikin ramuan yang bisa bikin pedangmu tegak sampai pagi," bisik Monic lagi, sambil meyenggol tubuh bagian depan Isao dengan panntatnya.
Pas Monic masuk rumah, Isao baru sadar kalau wanita itu hanya menggunakan daster berbahan super tipis persis saringan tahu tanpa dalaman, bahkan ia bisa melihat dengan jelas lekuk tubuh Monic juga sepasang gundukan padat menyerupai melon yang bergetar tiap kali perempuan itu melangkah. Sungguh menggoda.
Tidak lama, Monic masuk ke kamar membawa ramuan dalam cangkir kecil.
"Cepat diminum, biar cepat bereaksi," kata Monic.
Isao pun meminumnya dalam sekali teguk.
"Sayang mengapa tadi kau keluar dengan baju yang seperti ini?"
"Seperti ini gimana?" Monic pura-pura tidak tahu.
"Bahannya transparan membuat lekuk tubuhmu tercetak jelas, bahkan bias coklat bundar dari kedua asetmu yang padat ini dan bayang hitam berbentuk segi tiga terbalik dari sudut favoritku ini keliatan sekali, bikin juniorku bangun seketika. Aduh jika tadi pengawalku melihat juga, kasihan ... mereka harus menyalurkan hasratnya kemana, coba?"
Monic tergelak, "Jangan berlebihan, gairaahku memang lagi tinggi karena sudah beberapa hari tidak kau sentuh, makanya sengaja pakai baju begini untuk memancing hasratmu tapi kamunya cuek gitu makanya aku baca novel aja. Eh, malah ditinggal keluar."
"Kalau hanya di kamar gak masalah, tapi kalau keluar rumah seperri tadi ... para lelaki tentu akan melihatmu seperti serigala lapar lalu kalau mereka tergoda, kamu mau diperkosaa?"
"Haha, ya gak gitu juga. Tadi kan aku gak sengaja, sayang. Lagian kalau memang ada yang sama-sama suka dan sama-sama pengen kenapa harus diperkosaa, ya kan?"
"Hm, aku cuma mengingatkan. Para pengawalku itu laki-laki normal, jadi kamu sebaiknya berpakaian yang sopan agar tidak memancing hasraat mereka."
"Ok, makasih sudah mengingatkan. Kamu juga, jangan macam-macam di luaran sana. Awas kalau sampai aku tahu kamu bermain di luar, maka akupun melakukan hal yang sama."
'Oh, tidak Monic sayang. Aku pasti bisa menahan godaan di luar rumah, karena di dalam rumah ada Sumi dan Yati yang selalu siap melayani keinginanku,' batin Isao.
"Maksudmu? Kamu tahu itu hal yang tidak bisa dihindari, sayang. Jauh sebelum denganmu, aku sudah biasa berkunjung ke ianjo bahkan teman-temanku tidak hanya gemar mentraktir minuman tapi juga wanita."
"Ah, Isao ... jujur, aku sebenarnya gak rela berbagi tubuhmu dengan wanita lain, seolah aku ini masih kurang dalam memuaskanmu," rajuk Monic.
"Eh ... lebih gak rela lagi aku, kamu lupa kalau aku telah membayar mahal kegadisanmu dan menebusmu dari ianjo?"
"Ck, kok jadi membahas itu, sih? Membuka cerita lama, saja."
"Hehe, baiklah. Kita ganti topik."
"Sebentar, apa ramuannya belum bereaksi?" tanya Monic.
"Tadi waktu kita diteras, kamu remaas-remaas, juniorku keras, kan?"
"Iya, sih ... tapi ini kok belum?"
"Ya kamu elus-elus lagi aja, atau pakai mulutmu dulu ...."
"Hm, pakai tanganku aja ya, sambil berbincang dan menunggu ramuannya bereaksi. Oh iya, tadi kamu membahas apa sayang?" Monic mengulangi lagi aksinya diteras tadi, mengelus pedang Isao.
"Apa ya? Oh itu ... tadi aku mau nanya kapan kamu membawa anak itu ke tempat Irene?" tanya Isao sambil membelai mesra rambut Monic.
"Kenapa, kamu gerah ya melihatnya di sini? Aku lihat kamu seperti menghindari kontak dengan Arrabella."
"Tidak. Hanya saja, aku takut terjadi kesalahpahaman seperti kemarin yang berakibat penganiayaan padaku," ungkap Isao.
"Haha ... yang benar saja, kamu malah takut sama dia? Aku malah sempat terpikir kamu tertarik, karena waktu baru-baru dia bekerja di sini, kamu suka meliriknya."
"Ah, itu kan hanya karena aku penasaran melihat orang baru di rumah kita, sayang. Tidak ada maksud lain."
"Oh, syukurlah kalau begitu."
"Jadi, kapan kamu membawanya keluar dari rumah ini?" desak Isao lagi.
"Sampai ada kesepakatan dengan mami Irene."
"Hm, kalau anak itu kelamaan di sini, apa kita tidak rugi memberi makannya?"
"Astaga, apa kita semiskin itu, sayang? Bahkan jika harus memberi makan 50 orang sehari tiga kali selama setahun pun tidak akan membuat kita melarat," jawab Monic angkuh.
"Kamu kenapa sih, kaya keberatan sekali anak itu di sini?"
"Tidak, bukan keberatan. Aku hanya ... takut dan tidak mau rugi saja."
"Hei dengar dulu, tidak apa-apa Arrabella agak lamaan di sini karena ... aku sedang merawatnya agar bisa jadi primadona ianjo Irene. Anak itu dasarnya memang sudah cantik jadi aku hanya tinggal memolesnya sedikit maka mami Irene pasti setuju dengan harga yang kutawarkan."
"Memangnya kamu pasang berapa?"
"Haha, lebih mahal dari gadis-gadis yang kutawarkan sebelumnya bahkan melampaui harga saat kau pertama kali meniduriku dulu."
"Iya. Aku tanya, kamu pasang berapa nilainya?
"1.000 gulden dan 100.000 gulden untuk kepemilikan selamanya!"
"Uhuk-uhuk," Isao terbatuk.
"Fantastis, bukan?"
"Bukan fantastis lagi tapi gila, sayang,"
"Tapi nilai segitu masih nilai kotor, karena dipotong persenan untuk mami Irene 20%, kesehatan dan pengamanan 10%. Sisa 700 gulden, deh. Eh, kamu mau kerja sama tidak, sayang? Kamu kan banyak kenalan pejabat yang kelebihan duit, nah ... bilang saja mami Irene punya barang bagus. Kalau ada, nanti aku kasih kamu 200 gulden, gimana?"
"Hm ... nanti aku pikirkan, ya. Kalau tidak salah, Ryujo pernah bilang atasannya minta dicarikan perempuan, tapi nanti aku pastikan lagi. Wah, aku beruntung punya wanita seperti kamu, pintar cari uang dan jeli melihat peluang," sanjung Isao.
"Kalau gak gitu, mana bisa kita sekaya ini. Kamu selalu saja menghamburkan uang," gerutu Monic.
"Sayang ..."
"Hm?"
"Kenapa masih belum keras lagi?"
"Gak tahu, mungkin ramuannya salah," jawab Isao pelan lalu menguap.
"Sayang ..."
"Hm?"
"Lho, kok malah tidur?"
"Aku ngantuk sekali, sayang."
"Gimana dong, aku lagi pengen banget ini."
Percuma saja, Isao yang sudah lelap, tidak akan bisa menyahuti pertanyaan Monic.
"Sayang, sayang ...." Monic kembali mengguncang tubuh Isao, tapi lelaki itu bergeming tidak bereaksi malah mendengkur pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
El Nino
aq kalau penasaran juga marathon baca
2022-06-26
1
Author yang kece dong
Aku mampir kakak
2022-05-17
5
Gadis23
mampir lagi Thor
2022-05-15
6