Saat Sekar menyambangi kediaman nyonya Monic untuk bekerja, beliau mengatakan untuk biar Aya saja yang menggantikan tugasnya.
"Aku senang anakmu itu, rajin dan cekatan. Jadi kamu tidak perlu datang lagi kemari," kata nyonya Monic padanya.
Sekar menyambut baik niat nyonya Monic, walaupun sedih anaknya sudah bekerja keras diusia yang masih belia tapi beliau bisa apa selain berusaha menerima keputusan itu sambil berharap keadaan segera membaik dan mereka bisa kembali ke Magelang.
"Kenapa sudah balik lagi, Mi? Kamu mengkhawatirkanku? Kan ada Aya yang menjaga aku dan Alderts," sambut Adolf begitu Sekar pulang.
"Nyonya Monic minta aku berhenti, pi."
"Lho, apa kamu ada melakukan kesalahan atau ada masalah lain?"
"Tidak. Nyonya Monic maunya Aya saja yang bekerja."
"Oh begitu. Aya, apa kamu mau bekerja di rumah nyonya Monic?" tanya Adolf pada putrinya. Meskipun Adolf dan Sekar bukan type orang tua yang memanjakan anak, tapi mereka menyadari betul kalau seusia ini memang belum saatnya anaknya itu bekerja, makanya mereka lebih mendengarkan keinginan Aya terlebih dahulu.
"Aya bersedia pi, mi, kalau Aya bekerja di rumah nyonya Monic, mami jadi bisa punya banyak waktu mengurus papi dan Alderts sambil menjahit," ungkap Aya.
"Maaf, nak. Kita memang sedang dalam keadaan yang tidak baik, belum waktunya kamu ikut bertanggung jawab untuk keluarga kita," balas Adolf.
"Pi, waktu masih di rumah kita di Magelang dulu walau ada mbok Jum dan lainnya, aku dan Clay juga bersih-bersih kok, malahan rumah kita jauh lebih besar dari milik nyonya Monic. Jadi gak apa-apa, bedanya kalau di rumah sendiri gak diberi imbalan dan sama nyonya Monic diberi upah," sahut Aya lagi.
Adolf memandang Sekar yang juga sedang menatapnya, "Baiklah kalau begitu, jika merasa tidak kuat. Kamu boleh berhenti, ok?"
"Baik, pi."
***
Siang itu Aya menyetrika pakaian sambil bersenandung, kebetulan rumah nyonya Monic sedang kosong jadi Aya sedikit leluasa mengekspresikan suasana hatinya daripada kesepian.
Tiba-tiba ....
"Mamiiiii," pekik Aya saat merasa ada sesuatu yang membebaninya dan dalam gerakan yang cepat memiting tangannya ke belakang.
"Sssttt ... aku tidak akan menyakitimu kalau kamu bisa bekerjasama, cantik," suara laki-laki itu ... ya, laki-laki itu tuan Isao.
"Ap-appa yang tu-tuan lak ...." cicit Aya takut-takut.
"Jangan banyak bicara dan terima saja, sayang," bisikan kata-kata itu membuat Aya semakin ketakutan.
"To-toloooong," jerit Aya sekerasnya.
"Percuma saja berteriak, sayang. Tidak ada seorang pun ada di sini," tuan Isao menyeret Aya lalu menghempaskannya di kasur tipis yang tersedia di kamar tempat menyetrika.
Saat tuan Isao berbalik hendak mengunci pintu, Aya dengan gesitnya meraih tangan lelaki itu, gantian memiting lalu menyerang punggungnya dengan siku sampai terjerungkup, memukul kepala lalu menginjak tulang ekor dan kaki tuan Isao keras-keras.
"Kya! Kya!" pekik Aya menyalurkan emosinya.
"Aaargghhh, kuso (sialan)! Dasar noni tidak tahu budi ..." umpat tuan Isao diikuti sejumlah kata-kata umpatan lainnya dalam bahasa Jepang yang tidak Aya tahu artinya. Ia tidak peduli, yang Aya pikirkan hanyalah segera meninggalkan rumah nyonya Monic.
Isao tahu hari itu Aya akan sendirian di rumah karena 2 pembantu lainnya ikut Monic shoping atas saran Isao juga. Namanya perempuan dimodalin belanja, mana bisa sebentar? Maka Isao pun sengaja pulang tanpa pengawal berharap bisa mencicipi sari manis noni Belanda yang telah memikatnya itu. Namun apa daya, salahnya sendiri telah meremehkan kemampuan gadis belia itu menjaga diri, jangankan icip-icip ... yang ada malah badannya dibikin remuk seperti ayam geprek.
"Baiklah, karena kamu sudah berani main keras maka aku akan mempermainkanmu lebih keras lagi!" tekad Isao sambit ngesot perlahan keluar dari kamar itu.
Diluar dugaan Isao, Monic yang kesal karena kecopetan tiba di rumah tidak lama berselang setelah Aya pulang.
"Lho, sayang ... kamu kok pulang cepat? Kenapa, sakit atau ...?"
"Tadinya aku pulang karena lupa memberimu uang buat belanja, aku mencarimu sampai kamar belakang-"
Monic langsung menyela, "Kan uangnya sudah kamu kasih, gimana sih kok bisa lupa? Sebentar, kenapa kamu tampak menyedihkan eperti ini, sayang?"
"Noni Belanda itu telah menghajarku," sahut Isao dengan tampang memelas.
"Apa? Kok bisa?"
"Aku pulang tadi mencari kamu, memanggil-manggil kamu sampai ke belakang, lalu aku tidak sengaja menubruk noni itu lalu ia salah paham. Mungkin dia kira aku pencuri atau ingin berbuat jahat padanya, sehingga tanpa sempat aku mempersiapkan diri, langsung diserangnya."
"Benar seperti itu?" Monic mempertegas jawaban Isao.
"Kamu meragukanku? Tidakkah kamu lihat aku sungguh kesakitan seperti ini. Uuh, bahkan rasanya aku tidak akan sanggup memuaskanmu nanti malam."
Monic mencebik lalu mengendus sesuatu, "Hm ... aroma apa ini?" ia gegas berlari ke belakang.
"Astagaaa, gaun kesayanganku gosong. Arrabellaaaa ... uh, aku akan membuat perhitungan denganmu. Kamu harus menggantikan semua kerugianku lahir batin," ujarnya emosi.
"Sayang, kerugian lahir batin gimana maksudmu?"
"Ganti rugi gaunku yang gosong ini, ganti rugi karena telah menyakitimu dan ganti rugi paling mendalam adalah perbuatannya yang akan membuatmu gak bisa meniduriku."
"Hah, aku gak bisa menidurimu? Jadi apa boleh aku meniduri noni itu?" Isao cepat-cepat menutup mulutnya setelah melontarkan pertanyaan polos itu.
Bruk. Bruk. Bruk.
Secara membabi buta Monic memukul Isao menggunakan tas. "Dasar mesum, jangan-jangan kamu yang seperti ini gara-gara ingin melecehkannya!"
"Ampun sayang, aku mana berani seperti itu. Lagi pula siapa yang tertarik sama anak-anak seperti dia?"
"Tapi aku sering lihat kamu suka genit sama Arrabella," rutuk Monic kesal
"Sayang, dengarkan aku. Anak itu susunya aja tidak sebesar milikmu, tentu ... tentu goyangannya pun tidak se-hot milikmu, sayang," rayu Isao sambil menciumi tekuk Monic.
"Awas kalau sampai aku tahu kamu berniat merusak anak gadis orang ... uh, aku potong 'pedang' kecilmu itu, baru kamu tahu rasa!"
"Ja-jangan begitu sayang," Isao refleks menangkup 'pedang' dengan kedua tangannya. "Nanti kamu sendiri yang rugi, tidak bisa tidur karena belum dikasih enak."
"Cih ... sudah cuma hanya sebesar lidi, gak tahan lama kalau gak pakai obat kuat, dikasih enaknya di mana?"
Monic memang sering mengejek kondisi pribadi Isao yang kerap mengecewakan itu. Isao juga tidak mengerti, padahal jika bermain dengan wanita lain, ia bisa tahan lama tanpa ramuan apapun dan para wanita itupun sampai menjerit-jerit bahkan tidak jarang memohon bonus saat Isao ingin pulang.
"Sayang, sudahlah ... yang penting aku selalu berusaha memuaskanmu," mohon Isao lagi.
Monic menarik napas demi menstabilkan emosinya, "Aku sudah fikirkan ganti rugi yang tepat," ucapnya.
"Berapa duit?"
"Bukan duit, tapi aku akan memaksanya menjadi penghuni ianjo lebih cepat dari rencanaku semula," jawab Monic tanpa ragu.
'Bagus!' batin Isao, kali ini ia terpaksa menggigit lidahnya sendiri agar tidak sembarangan berbicara yang hanya mengakibatkan Monic memarahinya seperti tadi padahal dalam hati Isao senaaang bukan kepalang. Jika Monic berhasil menghempaskan noni Belanda yang ranum itu ke ianjo, maka Isao berharap menjadi pria pertama yang menggagahi gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
El Nino
wkwkwk
2022-06-26
1
Author yang kece dong
aku hadir kakak
2022-05-15
5
Gadis23
masih memantau
2022-05-10
6