Hingga lewat tengah hari, Laras dan Ibrahim merasa cukup dan berpamitan pada Geetruida juga Mangata. Mangata berinisiatif mengantar pasangan itu kembali ke hotel, lalu ia kembali ke rumah untuk berpamitan pada Geetruida sebelum pulang ke Semarang.
"Tunggu sebentar, Nak." Geetruida berlari kecil menuju meja kerjanya dan mengambil sesuatu.
"Apa ini, Mi?"
"Em ... terserah kamu mau menerima kenyataan kalau aku adalah ibu kandungmu atau tidak, tapi ketikan ini ... ini adalah naskah novel mengenai kisah hidupku, disitu detailnya yang kuceritakan tadi malam. Belum sempurna memang, tapi aku ingin kamu membacanya sebelum aku serahkan ke editor."
Mangata menerima bundelan kertas yang disimpan rapi dalam sebuah map anti air, "Ok. Terima kasih, mi," jawabnya singkat sambil mengecup pelan dahi wanita paruh baya itu lalu ia meraih punggung tangan kanan Geetruida dan mengecupnya pula. "Aku balik dulu, ya. Mami jaga diri baik-baik." ujarnya lagi.
"Ok. Hati-hati, ya. Ehm itu, bacalah di waktu senggangmu. Clay dan Yusuf adalah Helena dan Amar di kehidupan nyata dan ... Arrabella atau Aya adalah aku," ujar Geetruida sambil melambaikan tangannya.
Mangata menstater mobilnya dan mulai bergerak meninggalkan kota Magelang. Hampir 2 jam perjalanan yang ditempuh hingga ia tiba di Semarang menjelang maghrib. Usai melaksanakan kewajibannya dan makan malam, Mangata memilih bersantai di teras rumahnya. Menikmati angin malam dengan secangkir kopi dan ... sebuah novel setengah jadi karya ibunya sendiri.
Mangata sudah merencanakan untuk menambah liburnya 1 hari lagi demi meluangkan waktu membaca naskah cerita yang ditulis oleh Geetruida. Percuma saja ia memaksakan dirinya bekerja sementara hati dan pikirannya kemana-mana, tidak fokus.
"Arrabella : Kabut Cinta Noni Belanda" lafal Mangata pada halaman awal kisah itu.
"Membaca judulnya aja kayak udah nyesek gini. Ah, semoga nanti editornya punya ide judul lain," ujar Mangata kemudian dan lanjut membaca isi cerita.
Bab 1
Tidak semua orang beruntung memiliki kesempatan bertemu dan bersama belahan jiwanya hingga menua dan maut memisahkan.
Orang yang beruntung bisa bersama pasangan tercintanya untuk waktu yang lama, sebagian lagi cukup bahagia saat melihat orang yang lekat di hatinya bahagia, dari jarak jauh ... dan Aya adalah salah satu orang yang tidak beruntung itu. Sudahlah ia tidak bisa bersama belahan jiwanya, tahu kabar mantan calon belahan jiwanya pun tidak. Alih-alih menemukan cinta sejati yang berlaku 1 untuk selamanya, Aya justru mengalami cinta 1 malam dengan berbagai pria yang berbeda.
Aga adalah lelaki yang ia damba menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mereka beberapa kali bertemu, walau sejenak lalu jatuh cinta dan bercinta namun kemudian terpisah, hal itu membuatnya tidak percaya dengan istilah 'jodoh tidak akan kemana'. Terlebih pada pertemuan terakhir, Aga memberinya kenang-kenangan yang membuatnya susah makan, susah tidur, susah lupa dan susah untuk bertahan hidup.
Aya lelah menanti lelaki yang tidak kunjung membawanya keluar dari lembah itu. Kemurnian cintanya masih mampu ia jaga hanya untuk lelaki itu namun tidak dengan kesucian raganya. Ya, bahkan Aya lupa sudah berapa banyak dan bagaimana tampang kaum adam yang telah menjamah tubuhnya, menggunakan jasanya demi melegakan hasrat hakiki lelaki. Yang Aya tahu, ia bertanggung jawab memuaskan mereka demi beberapa nyawa yang bergantung dari hasil keringatnya. Semacam simbiosis mutualisme, begitulah.
Takdir sebagai noni Belanda, membuatnya menelan pil pahit yang getirnya tidak kunjung usai. Ditahun sebelum dan sesudah Indonesia merdeka, muncul pertentangan yang memperbesar sentimen anti Belanda, sehingga Adolf Vooren, ayah Aya yang merupakan seorang perwira di kemiliteran Belanda dan menjabat sebagai kepala resimen sebuah pasukan gabungan di Magelang dipersilahkan pulang ....
Mangata menghela nafas.
Beberapa lembar yang ia baca menyuguhkan cerita hidup yang tertata dengan apik, sebagai suatu kisah ... Mangata cukup menikmati, karena selama ini ia hanya tahu membaca buku ensiklopedia, kamus ataupun jurnal-jurnal ilmiah saja sesekali sebagai selingan ia membaca komik Gundala Putra Petir, baru kali ini ia membaca sebuah novel yang jauh dari kata manis dan indah terlebih karena pemeran utama di kisah itu adalah ... wanita yang melahirkannya ke dunia.
"Tadi mami bilang tokoh Arrabella atau Aya adalah dirinya sendiri di kehidupan nyata, apakah itu benar ataukah hanya bumbu fantasi penulis belaka. It is so sad. Mi, aku harap kamu bohong melalui tiap baris kalimat yang kamu tulis, sebab jika benar ... ah, pantas saja ayah Amar mengatakan takdir telah berlaku kejam terhadapnya," gumam Mangata bermonolog.
"Apa? Jadi dulu mami pernah menjadi wanita penghibur? Kalau benar aku anaknya, lalu siapa ayahku? Apakah aku hanyalah anak muncul karena kelalaian? Jadi aku ini ... anak haram, dong?" Mangata berspekulasi, menebak-nebak sendiri.
"Hm, mungkin aku telah menjadi salah satu penyebab ketidakbahagiaanmu Mi, tapi setidaknya aku tidak ingin menjadi seseorang yang berlaku kejam juga terhadapmu, aku janji," ujar Mangata. Ia melipat sedikit ujung kertas bacaannya sebagai penanda bagian yang sudah dibaca.
"Tidak seharusnya aku berlaku seenaknya terhadapmu dan menolak keberadaanmu apalagi menentangmu, maafkan aku, Mi. Ah, bahkan kata maaf saja tidak akan cukup untuk mengampuniku. Penolakanmu terhadap Arunika tentu dengan senang hati aku terima, ya ... itu harusnya lebih mudah dari pada menjalani kepahitan sepertimu. Aku sudah berjanji di hadapan ayah untuk tidak membiarkanmu bersedih dan menangis, tapi aku tetap akan mempertemukanmu dengan pak Sagara terlebih dahulu."
Mangata kembali menghela nafas lalu menghembuskannya perlahan.
Penat.
Iya, hanya menjadi pembaca kisahnya saja ia merasa penat karena emosi yang terkuras turun naik meresapi peranan dalam kisah itu. Apalagi penulis yang otaknya bekerja keras merangkai kata menjadi cerita demi cerita lalu menuangkannya dalam ketikan yang berlembar-lembar. Oh ... tidak, tidak hanya itu, yang ter-penat tentu Arrabella, wanita yang menjadi tokoh utama di novel itu. Astaga, jadi Arrabella saja semenyedihkan itu apalagi seorang Geetruida?
Jika Clay dan Yusuf adalah Helena dan Amar, yang dia kira adalah orang tua kandungnya, kemudian Adolf Vooreb adalah opanya Conrad Adolf Peters lantas dimanakah sosok yang bernama 'Aga' itu? A-apakah itu pak Sagara, jika benar apakah ... Oh, astagaaa.
Jika benar tokoh Aga adalah pak Sagara, berarti aku dan Arunika saudara se-ayah? Penolakan yang dilakukan mami begitu tahu Arunika adalah anak pak Sagara adalah mencegah perkawinan sedarah? Tapi kan, yang bernama Sagara tentu tidak cuman satu itu dimuka bumi ini, bagaimana mami bisa menduga se-ekstrim itu?
Sampai di bab ini, Mangata hanya bisa berharap 'benar demikian' untuk kisah yang ia anggap terkesan netral cenderung manis dan 'ini pasti kebohongan' untuk bagian lain yang memilukan. Batin Mangata terus bergelayut, seperti potongan scene film dokumenter yang melesat di pikirannya sebelum ia benar-benar terlelap di alam mimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
El Nino
kabut cinta noni belanda... kalimat yang bagus kak
2022-06-25
3
Laila Majnun08
kabut cinta noni belanda, kayaknyablebih cocok jadi judul novel ini, thor, hihi... masukan aja sih, maaf kalau tidak berkenan😘
2022-06-05
6
Author yang kece dong
Semangat kakak
2022-05-12
6