Geetruida menghentikan ketikannya, sejenak ingatannya melesat pada hari pernikahan Helena dan Amar dulu. Ia tersenyum mengenang betapa indahnya saat itu, saat ia masih seorang gadis jelang remaja. Geetruida jadi punya gambaran bagaimana pernikahannya kelak yang tentu saja tidak akan berbeda dengan pernikahan Helena. Jikapun nanti calon suaminya orang pribumi juga, papinya yang bijak, tidak peduli dengan adanya pembedaan golongan itu tentu tidak akan menentang, toh mau berbesan dengan orang yang bisa dikatakan adalah pekerjanya sendiri yang secara tidak langsung memiliki strata dibawahnya.
***
"Pak Haidar, jangan memanggilku tuan atau mister lagi," ujar Adolf pada besannya.
"Wah, saya yang gak enak, tuan. Sudah terbiasa," balas Haidar.
"Mulai sekarang dibiasakan memanggilku Adolf saja. Kita sudah jadi besan sekarang, yang artinya kita adalah keluarga. Bayangkan kelak Clay dan Yusuf memberikan kita cucu yang bukankah akan lebih menegaskan hubungan kekeluargaan kita nantinya?" kata Adolf lagi.
Mendengar itu, Haidar mengangguk setuju, "Ah, benar juga. Baiklah, baiklah kalau begitu tu- eh, bagaimana kalau saya memanggil anda pak Adolf, saja?" Tawar Haidar lagi.
"Hm, itu lebih baik, pak Haidar. Oh iya, satu lagi ... jangan pakai 'saya' dan 'anda' lagi, sebab terdengar formal sekali, 'aku' dan 'kamu' terdengar lebih bersahabat," pinta Adolf lagi.
"Iya, saya eh, aku akan berusaha membiasakan hal itu sesuai keinginanmu, pak."
"Good," timpal Adolf dengan senyum lebar.
3 hari setelah akad dan walimah pernikahan Clay dan Yusuf di kediaman Adolf, pak Haidar menyelenggarakan acara ngunduh mantu di desanya.
Walaupun hanya secara sederhana, tidak semewah perhelatan yang diselenggarakan Adolf, lagi-lagi acara ini mampu membuat Adolf terharu atas penerimaan keluarga besannya menyambut Clay sebagai anggota baru keluarga mereka.
"Sampai kapanpun kamu memang seorang noni Belanda, tapi karena kamu sudah di pek mantu oleh Haidar, sejatinya kamu sudah menjadi wanita Indonesia seutuhnya, Nak," kata Adolf pada Clay.
Clay hanya mengangguk, membenarkan perkataan papinya. Mengingat perlakuan terhadap keturunan campuran oleh sesama pendatang dari negeri ayahnya yang nanggung maka ketika Yusuf, pemuda pribumi menyatakan cinta padanya, Clay menyambut dengan bahagia atas penegasan statusnya.
"Pi, apakah boleh aku menggunakan ... kerudung?" tanya Clay ragu pada ayahnya.
"Kerudung? Yang biasa dipakai wanita muslim itu?" tanya Adolf.
Clay menunduk, "Iya," sahutnya singkat.
"Dengar, sejak kamu dinikahi Yusuf maka ikutlah apa yang dibilang dan diminta sama suamimu. Papi percaya, apa yang dianjurkan olehnya adalah perwakilan dari permintaaan papi juga, itu adalah yang terbaik untukmu sebab kamu sudah menjadi tanggung jawabnya sekarang," imbuh Adolf pada putrinya.
Adolf mengelus pelan punggung putri pertamanya, "Minggu depan, aku, mami juga adik-adikmu akan ikut berangkat ke Banjarmasin, mendampingi kamu dan Yusuf ke sana," ucap Adolf perlahan.
"Benar, pi?"
"Iya, sebagai wujud dukungan kami terhadap kamu yang memulai hidup barumu ditempat yang jauh dengan kami, ke depan kita tidak tahu apa yang akan terjadi, terlalu karena kondisi negara yang ... ah, sudahlah. Kami pamit dulu ya, nak. Jadilah istri dan menantu yang berbakti, ok?" Adolf menyudahi perbincangannya dengan Clay dan kembali menemui besannya
"Pak, bu ... kami pulang ke Magelang ya, terima kasih atas sambutan yang sangat istimewa terhadap keluarga kami," Adolf menjabat tangan kedua besannya sebelum memasuki mobil diikuti Sekar, Aya dan Gerry.
"Hati-hati di jalan, Pak, bu. Semoga selamat ditujuan," balas bu Haidar.
"Titip Clay. Tolong dididik dan jangan sungkan menegur Clay jika ada sesuatu yang tidak berkenan," tambah Sekar.
"Oh iya, sampai ketemu minggu depan, kalian juga ikut ke Banjarmasin mengantar mereka, bukan?" tanya Adolf.
"Ah, itu ... karena istri saya tidak begitu sehat, kemungkinan kami tidak bisa ikut ke Banjarmasin, pak. Biar lain kali saja," sahut Haidsr seraya melambaikan tangan melepas kepergian keluarga Adolf Vooren.
\=\=\=
Yusuf dan Clay mengambil cuti beberapa hari untuk persiapan pernikahan dan kepindahan mereka ke Banjarmasin. Setelah 2 hari setelah acara ngunduh mantu di Ungaran, kini mereka kembali ke Magelang dan Clay, langsung ikut Yusuf tinggal bersama di rumah dinas yang disediakan bagi dokter.
Ini adalah hari pertama kembali bertugas di rumah sakit yang sama dengan status suami - istri.
"Pak, ada surat. Maaf, ini sampainya sudah beberapa hari, tepatnya pada hari pernikahan bapak, karena bapak baru masuk kerja sekarang, jadi baru saya sampaikan," ujar salah seorang staff.
"Baik, terima kasih pak," jawab Yusuf.
Dahi Yusuf berkerut saat mendapati surat resmi itu. 'Kebetulan apalagi ini?' batinnya.
Sejak kecil Yusuf merupakan sosok yang rajin dan tekun belajar, keenceran otak membuatnya menjadi salah satu mahasiswa STOVIA (sekolah pendidikan dokter pribumi di Batavia) yang mendapatkan beasiswa pemerintah kolonial dan wajib menjalani ikatan dinas selama sepuluh tahun, dalam masa itu ia harus siap ditempatkan di mana saja. Baru bulan kemarin ia mendapat mandat untuk bertugas di Banjarmasin kini datang lagi surat keuputusan yang merupakan pembaharuan ... mungkinkah karena pihak tertentu tahu kalau ia kini adalah menantu dari Adolf Vooren?
Tidak sabar, Yusuf membaca surat itu, "Alhamdulilah, mau ditugaskan kemana saja sih sebenarnya aku siap, tapi dengan penempatan yang terbaru ini, membuat aku dan Clay tidak terlalu jauh terpisah dengan keluarga," gumamnya lalu melipat dan memasukkan surat itu kembali ke dalam amplop. Setelah menangani beberapa pasien yang tidak terlalu banyak hari itu, ia bergegas menemui Clay.
"Sayang, ada yang mau aku sampaikan ..." kata Yusuf yang sudah tidak canggung bersikap mesra pada istrinya.
"Ya, bang?" sahut gadis berkerudung putih berparas bule itu menyahutnya.
"Hm, apa sebaiknya kita bicara di kantin saja? Kamu belum makan, kan?"
"Astaga bang ... aku baru ingat tadi ada pengawal papi ke sini menyampaikan pesan, kita diundang ke rumah untuk makan siang bersama," sahut Clay.
"Oh, baiklah. Kalau begitu kita ke sana, biar sekalian aku sampaikan juga pada orangtuamu," jawab Yusuf.
"Memangnya mau nyampaikan apa sih, bang?" Clay penasaran.
"Hm, nanti saja. Kamu minta izin dengan kepala ruanganmu dulu, nanti kalau sudah beres temui aku ke ruangan ya," pinta Yusuf pada istrinya.
Clay bergegas mengikuti instruksi suaminya. Ternyata tidak hanya menyampaikan pesan, Adolf juga menyediakan jemputan untuk anak dan menantunya.
"Kami mau pulang ke rumah untuk berganti pakaian dulu," kata Yusuf pada orang suruhan mertuanya.
Tanpa menyahut, supir Adolf membuntuti pasangan pengantin baru yang menaiki sepeda onthel menuju rumah dinas yang masih di kawasan rumah sakit.
Selesai berganti pakaian, keduanya memasuki mobil yang siap mengantar mereka menuju rumah kediaman keluarga Adolf Vooren.
"Halo pengantin baru," sapa Adolf pada Clay dan Yusuf, "Baru beberapa hari tidak bertemu, papi sudah kangen aja nih sama kalian, apalagi kalau nanti kalian sudah di Banjarmasin. Wah, bakal susah ketemu kita."
"Papiii, nanti aja ngobrolnya, ayo ... sudah hampir lewat jam makan siang nih," ujar Sekar dari ruang makan.
"Ayo, ayo ... langsung saja, sudah ditunggu dari tadi," ajak Adolf lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
🥀⃞B⃟c Qҽízα ₳Ɽ..k⃟K⃠✰͜͡W⃠
seneng nya masa masa pengantin baru... 🤭🤭
2022-10-01
2
🌈 єνιʝυℓιє ♓ℹ️🅰🌴
punya ayah dan suami yg bijaksana 🤗
2022-10-01
0
👙⃝ʀɪsᴍᴀ 𝐙⃝🦜
Pengantin baru 😁
2022-10-01
0