Jika bisa memilih, Aya tidak ingin dilahirkan dari pasangan berbeda warga negara, Belanda dan pribumi, yang kemudian membuatnya menyandang predikat sebagai seorang noni Belanda. Namun Aya tidak dapat memungkiri, perpaduan kedua orangtuanya menjadikannya tumbuh sebagai gadis menawan di keluarga yang berkecukupan pada masa itu.
Menjadi anak Adolf Vooren yang cukup disegani membuat Aya dan saudara-saudaranya tinggal di rumah gedung dengan berbagai fasilitas mewah. Di mata Aya, meskipun ayahnya disebut sebagai musuh negara, toh beliau sangat memanjakan keluarganya dengan cinta dan harta dari perannya sebagai 'penjajah'.
Bruuum ... Bruuummm ....
Rutin seminggu sekali sebuah truk pengangkut ransum dari kamp utama, menyambangi kediaman Adolf Vooren. Berhenti dan parkir di sisi kiri rumah yang memiliki akses langsung menuju bagian belakang tempat bahan-bahan itu disimpan dan diolah kemudian. Beberapa serdadu menurunkan muatan. Tepung, gula, telur, susu, coklat, daging, buah-buahan segar dan kering beserta rempah-rempah segera berpindah tempat.
Mbak Yati, mbok Jum dan Mas Bondan segera sibuk membawa bahan pangan itu dan menyusun ditempat yang telah disiapkan.
"Yeiii ... bakalan makan enak, nih," celetuk Aya kecil gembira. Sudah biasa, jika siang hari truk full muatan itu tiba, maka malamnya mereka akan bersantap makanan ala Belanda kesukaan ayahnya. Kentang tumbuk isi daging cincang, salah satunya.
Setiap malam sebelum tidur, Adolf Vooren yang mereka panggil papi membawa nampan dengan 3 gelas susu hangat untuk Aya dan saudara-saudaranya, Clay dan Gerry.
"Minum susu sebelum tidur, membuat istirahat kalian optimal dan itu membuat kalian tumbuh dengan baik," begitu kata papi.
Papi selalu menunggu anak-anaknya meminum susu itu sampai tandas, lalu mengarahkan mereka sikat gigi. Sementara itu beliau duduk di sisi tempat tidur, bersiap mengajak anak-anaknya berdoa lalu membacakan dongeng sebelum tidur.
Selimut yang papi kenakan pada anak-anaknya merupakan wakil kehangatan cintanya, ditutup dengan kecupan di kening, 'goede nacht schat' (selamat tidur sayang) ujarnya sebelum meninggalkan kamar anak-anaknya.
Pagi buta, suasana di rumah keluarga Vooren sudah ramai. Usai jalan pagi bersama istri dan anak-anaknya, Mr. Vooren tampak makin gagah, setelah bersiap dengan seragam militernya dan duduk di ruang makan, menunggu anak-anak dan istrinya untuk sarapan bersama.
Mengawali karirnya, Adolf Vooren bertugas di Palembang, menjadi pengawal pribadi Mr. Overraker, komandan tertinggi di Sumatra. Mr. Overraker memiliki 10 pekerja di rumahnya, Adolf yang harus siap setiap saat mendampingi atasannya sengaja disiapkan kamar sendiri di rumah itu. Salah seorang pekerja rumah Mr. Overraker adalah seorang gadis bernama Sekar Sari.
Tinggal seatap di bangunan yang sama, mau tidak mau membuat Adolf dan Sekar sering bertemu. Meski awalnya agak sungkan, lama-lama keduanya berteman. Terkesan dengan keapikan dan kecantikan gadis Jawa berkulit kuning langsat itu, Adolf yang masih bujangan memberanikan diri untuk meminta Sekar jadi pendamping hidupnya. Gayung pun bersambut, Mrs. Overraker yang sempat menjodoh-jodohkan mereka tentu saja gembira. Begitu mendengar curahan hati Adolf, Mrs. Overraker segera melamarkan Sekar bagi Adolf dan dalam hitungan minggu resmilah keduanya sebagai pasangan suami istri.
Sebagai bentuk dukungan dan kasihnya, Mr. dan Mrs. Overraker mendanai pesta pernikahan Adolf dan Sekar. 2 tahun setelah menikah, Adolf pindah tugas ke Magelang, Sekar menyambut gembira karena Magelang tidak terlalu jauh dengan Ungaran, kampung halaman neneknya. Pasangam muda itu berbahagia tiap kali Adolf mendapat kesempatan naik pangkat terlebih di tahun ke 2 pernikahan mereka, Sekar melahirkan putri pertama yang diberi nama Clementine Putri Vooren (Clay), disusul Arabelle Putri Vooren (Aya) 7 tahun kemudian dan si bungsu Gerrard Putra Vooren (Gerry), 6 tahun setelah kelahiran Aya lahir.
Pernikahan pria Belanda dengan wanita pribumi bukanlah hal main-main, mengingat derajat wanita pribumi yang dianggap lebih rendah dari indo dan Eropa. Itu sebabnya, pria Belanda yang menikahi wanita pribumi termasuk orang yang berani, sebab mereka menantang hipokrisi kolonial dan memang pada kenyataannya, tidak semua lelaki berkulit putih itu kejam serta semena-mena terhadap perempuan Indonesia, Adolf Vooren salah satunya. Padahal bisa saja Sekar yang merupakan babu di keluarga Overraker ia jadikan gundik saja. Tapi berbeda dengan Adolf, ia jadikan Sekar sebagai istri karena ia sangat mengasihi dan menghormati Sekar.
Sekar pun tahu diri, ia gadis yang pandai beradaptasi, karena sudah 3 tahun bekerja dengan Mrs. Overraker ia sudah terdidik bagaimana hidup dengan 'kompeni' jadi keluarga muda itu, meskipun perlu banyak waktu untuk saling menyesuaikan, tetap harmonis menjalani pernikahan.
Magelang adalah kota yang sejuk dan menawan. Mata seolah dimanjakan dengan keindahan pemandangan dimana gunung-gunung dengan pepohonan hijau dan perbukitan mengelilingi kota itu belum lagi 2 aliran sungai besar yaitu Progo dan Elo yang jadi semacam pembatas barat dan timur kota itu. Ah, tidak salah jika kemudian Magelang dijuluki sebagai 'Middelpunt van den Tuin van Java'.
***
'Hm, tentu saja karena alasan yang sama dengan Aya, aku kembali ke Magelang,' gumam Geetruida saat menghentikan ketikannya.
Menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Ah, hampir senja rupanya. Lalu ia meraih sapu lidi dan mulai membersihkan halamannya yang mulai dipenuhi daun-daun kering. Setelah selesai, ia mengunci pagar depan, menutup pintu dan jendela lalu ia menghangatkan nasi dan membuat telur ceplok dan makan dalam keheningan.
Usai makan malam, Geetruida menuju kamar mandi mencuci pakaian dan menaruhnya di jemuran dalam, besok jika matahri sudah muncul Geetruida akan membawa pakaian yang sudah tiris, tidak meneteskan air itu untuk dijemur. Pukul 19.00, Geetruida membawa tubuhnya berbaring sejenak.
Merasa cukup beristirahat, Geetruida melanjutkan tulisannya :
Keindahan itu sendiri dimulai dari pekarangan rumah keluarga Adolf Vooren. Sesuai nama sang nyonya rumah, Sekar, beliau gemar menanam aneka bunga. Konon katanya bagi orang Belanda bunga adalah simbol prestige atau gaya hidup dan cara agar mereka betah tinggal di Magelang, tapi bagi nyonya Vooren, menanam bunga selain untuk keindahan juga untuk menambah pundi-pundi gulden-nya. Pantas saja Adolf jatuh hati padanya setiap hari, selain cantik dan cekatan bekerja, Sekar juga pandai mengelola uang. Ya, nyonya Vooren selain sebagai seorang penjahit gaun pesta dan kebaya juga dikenal sebagai penjual bunga.
"Aku yakin, jika suatu saat terjadi sesuatu padaku ... kamu dan anak-anak gak bakalan hidup susah, Jeng," kata Adolf saat menemani istrinya yang masih berjaga memasang kancing kebaya.
"Aku amin-kan perkataanmu, Pi, tapi walaupun hidup susah dan berat aku lebih memilih bersamamu dan anak-anak," jawab Sekar. Seketika Adolf memeluk istrinya dan memberi kecupan mesra di kening.
"Ayo, temani aku tidur. Kesusahan hari ini biar cukuplah untuk hari ini. Istirahat adalah hadiah terbaik untuk tubuh dan jiwa yang lelah," perlahan Adolf meraih kain kebaya yang sedari tadi dipegang oleh Sekar.
"Baik, aku tunggu di kamar, kamu antarkan susu untuk anak-anak," ucap Sekar.
"Siap, nyonya Adolf Vooren," sahut pria itu patuh.
Hari sabtu merupakan hari yang amat dinantikan anak-anak Adolf dan Sekar. Dimana jika tidak ada kegiatan mendesak, Adolf akan mengajak keluarganya berkunjung ke Ungaran. Ya, selain seorang militer, Adolf juga seorang pengusaha perkebunan kopi yang lumayan luas.
Di pagi sabtu yang lain, Adolf mengajak anak-anaknya berenang di hotel Loze.
"Lho, baru sebentar nyebur kok udahan?" Tanya Adolf heran pada anak-anaknya yang sudah berganti pakaian. Tidak ada roman gembira seperti biasa, malah cemberut bergelayut di wajah Clay, Aya dan Gery.
"Kita pulang, Pi. Kami tidak mau berenang di sini lagi," sahut Clay.
"Kenapa?"
"Mereka tidak mau berteman dengan noni dan sinyo seperti, kami. Tidak asyik!" Jelas Clay lagi.
"Oh ... kalau gitu lain kali kita berenang di kolam militer di Pisangan saja," ujar Adolf yang tanggap akan ada jenjang. Yah, mau gimana lagi? Memang lebih baik menjauh sebab yang 'berbeda' seperti anak-anaknya pasti sulit untuk diterima. Diskriminasi sejenis juga membuat istrinya yang pribumi asli itu jarang bergaul dengan para nyonya Eropa, kecuali yang berkepentingan, ingin membuat gaun, kebaya atau membeli bunga segar milik Sekar.
Dalam hati Adolf mengutuk hal itu, tapi menikahi wanita Indonesia adalah hal terbaik bahkan sesuatu yang sangat ia banggakan sampai kapan pun selama hidupnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
🥀⃞B⃟c Qҽízα ₳Ɽ..k⃟K⃠✰͜͡W⃠
g fokus baca bab ini, karna tadi ketiduran...
lebih penasaran tentang Geetruida daripada cerita yg diketik Geetruida..
2022-10-01
2
🌈 єνιʝυℓιє ♓ℹ️🅰🌴
masih ada kesenjangan sosial sampe sekarang ini 🤗
2022-10-01
0
OFF🍭ͪ ͩჁօsղαⁿᶦᵏᵒ🏀👻ᴸᴷ
sad bnget kehidupan aya
2022-10-01
0