Bangkit memandang Lala. Kini Dia terlihat seakan mencari sebuah alasan.
" Aku akan mengikutimu sampai rumah." Ucap Bangkit.
Lala terlihat ragu. Namun Dia juga tidak ingin Andra memanfaatkannya lagi. Dia menoleh sebentar. Memandang wajah Bangkit dengan tatapan masih ragu.
" Ok. " Lala mengijinkannya.
Bangkit tersenyum. Lala mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 60. Bangkit sedikit menjaga jarak jauh agar tetap bisa menyeimbangi. Tidak terasa Mereka sudah sampai tempat tinggal Lala.
Lala membelokkan motor dan memarkirkan tepat didepan rumahnya.
"Terima kasih."
" Sama-sama. Jangan lupa mimpi indah. Dan selamat malam La." Bangkit tersenyum.
"Selamat malam juga."
Lala masuk kerumahnya. Tanpa sepengetahuan Lala, Ibu tirinya memperhatikan Lala sejak tadi.
" La. Jadi Kau berkencan dengan putra keluarga Sanjaya?" Pertanyaan Ibu tirinya tiba-tiba mengejutkannya.
" Tidak Ma, Dia hanya temanku."
" Kamu pandai berbohong. Aku tak ingin Kau salah memilih dan menyia-nyiakan kencantikanmu ini. Aku harap kalian cepat menikah. Biar keadaan keluarga tidak terlalu sulit lagi." Ucapan yang sangat membuat Lala terkejut.
" What? Apa Kau pikir Aku barang yang bisa dijual Ma? Kenapa berpikir sejauh itu?" Lala sungguh emosi dengan kata-katanya. Sudut pandangnya seakan memposisikan Lala sebagai barang yang bisa dijual dan menghasilkan uang.
" La. Bukankah hidup ini butuh yang namanya uang?" Ibu tirinya memandang Lala penuh ambisi.
" Iya. Tapi Aku bukan orang yang berpikir seperti Mama. Bisanya memanfaatkan orang lain!" Ucap Lala seraya beranjak dari ruang tamu.
" Dasar anak tak tau diuntung." Gerutu Ibu tirinya.
Lala langsung menuju kekamarnya
Pikirannya benar-benar kacau. Ditambah Ibu tirinya, berpikiran sejauh itu. Walaupun bagaimana juga kondisi Lala saat ini, Dia tidak ingin menjadi orang yang hanya memanfaatkan orang lain.
...***...
Pagi-pagi, Suasana kampus sudah terlihat ramai. Lala berjalan menuju ruang kelas.
" La! " suara Sani menghentikan langkahnya.
" Kau sudah datang juga? " Lala berbasa basi.
" Oya. Akhir pekan besok. Bagaimana kalau Kita jalan bersama?"
Sani terlihat penuh harap.
Lala terkejut dengan ajakan Sani. Masalahnya akhir pekan ini. Dia ingin menyendiri dahulu. Dan mencari ketenangan.
" Maaf. Aku ada acara keluarga jadi tidak bisa." Lala terpaksa berbohong.
" Ok. Aku mengerti."
Sani terlihat kecewa. Akhirnya Mereka sampai dikelas. Fani bahkan sudah duduk manis sambil mengobrol dan sesekali fokus ke hp masing-masing. Lala celingak celinguk mencari sosok Bangkit. Namun tidak kelihatan batang hidungnya. Biasanya Dia sudah pagi-pagi stand by dibangku pojokan.
Tak selang lama, Dosen terlihat memasuki ruang kelas. Membuat ruangan yang sebelumnya ramai seperti swalayan, kini menjadi hening.
Perkuliahan pun dimulai. Wajah-wajah serius tergambarkan diruangan ini. Akhirnya 90 menit berlalu. Dan break selama 15 menit. Istirahat Lala hanya dikelas dan menunggu kelas berikutnya.
" San? Bangkit tidak masukkah?" Tanya Lala.
" Sepertinya tidak. Eko juga tidak masuk." Jelas Sani.
" Apa Kau diam-diam menyukai Bangkit?" Tanya Fani membuat jantung Lala rasanya hampir copot.
" Tidak. Aku hanya penasaran."Lala menggeleng.
"Yang benar?" Sani ikut menggodanya.
Lala hanya tersenyum merespon godaan teman-temannya. Namun Dia sebenarnya merasa khawatir terhadap keadaan Bangkit. Apalagi mengingat kejadian tadi malam.
Lala tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya.
" La mau kemana?" Tanya Sani.
" Cari udara segar sebentar." Lala berbohong kembali.
Dia menyelusuri kelas manajemen dan sampai di ruang 1A1. Lala celingak celinguk mencari sosok Yohanes. Akhirnya yang dicari terlihat di sebelah jendela sedang asyik mendengarkan musik.
Lala langsung mendekati Yohanes.
" Yo!!!" Teriak Lala.
" Eh iya La! Ada apa?" Yohanes terkejut.
"Kau tau dimana Bangkit ? "
" Lah memang nggak masuk kampus?" Yohanes balik tanya.
" Kalau masuk, ngapain Aku tanya."Sahut Lala.
" Tadi malam sih Dia menginap dirumah Eko."Jelas Yohanes.
" Kamu tahu rumahnya Eko dimana?"
" Jl. Blok Cendol. No.79."
" Ok. Thanks."
Lala langsung kembali kekelasnya begitu sudah mendapatkan informasi dari Yohanes.
' Berarti Dia benar-benar kabur dari rumah.' Pikir Lala.
Beberapa hari berikutnya Bangkit masih tidak terlihat batang hidungnya. Bahkan Andra bolak balik terlihat ke kampus mencari Bangkit.
Lala berusaha kabur atau bersembunyi setiap melihat Andra. Bahkan Dia ijin bekerja dengan alasan sibuk menyusun skripsi. Padahal Lala
trauma dengan kejadian waktu malam itu.
...***...
Akhir pekan yang ditunggu datang juga.Pagi-pagi sekali Lala sudah keluar dan menyalakan motornya.
Lala memberanikan diri kerumah Eko. Dia benar-benar penasaran dengan kondisi Bangkit yang 4 hari menghilang bagai ditelan bumi.
' Jl. Blok Cendol No.70. Ini dia?' Batin Lala menyakinkan diri sendiri.
" Tok! Tok! Tok! Selamat Siang Ibu, Bapak, Saudara, Saudari. Spada?" Ucap Lala panjang lebar seperti undangan.
Lala celingak celinguk, namun belum ada tanda-tanda orang didalam rumah tersebut. Lala memastikan kembali alamatnya.
' Benar saja.'
"Krek." Terdengar seseorang membuka pintu.
Lala langsung terkejut. Bangkit muncul dalam kondisi tidak jelas. Rambut acak-acakan bahkan terlihat lemah lunglai.
" Lala!" Dia ikut terkejut.
" Apa yang Kau lakukan disini?"Tanya Bangkit bingung.
" Hmmm. Kau sendiri kenapa disini?" Lala malah balik bertanya.
" Tidak penting!" Ucap Bangkit langsung mau menutup pintu kembali.
" Tunggu!" Teriak Lala langsung menahan pintu agar tidak tertutup.
" Aku hanya khawatir terhadapmu!" Ucap Lala seraya langsung masuk. Takut Bangkit akan menutup pintu kembali.
" Aku tidak percaya." Ucap Bangkit seraya langsung terduduk.
" Apa Kau demam?" Lala langsung menempelkan tangannya ke dahi Bangkit.
" Kau demam! Eko dimana?"Lala mendadak benar-benar khawatir.
" Dia sedang ke apotik." Ucap Bangkit terlihat sangat lemas.
" Berbaringlah."Pinta Lala tak tega melihatnya.
Lala langsung mencari area dapur. Dia celingak celinguk mencari sebuah handuk. Setelah melihatnya, Dia mengambil handuk kecil dan air buat kompres. Dengan cekatan Dia kembali ke ruang tamu. Dimana Bangkit terbaring disebuah sofa.
Lala menempelkan kompres didahi Bangkit.
Tidak selang lama Eko muncul dengan ngos-ngosan dan berderaian keringat.
" Lala!" Eko terkejut.
" Beruntung Kau disini. Aku benar-benar tidak tahu gimana mengurus Bangkit. Dia tiba-tiba demam begitu. Ortuku lagi ke luar kota semua lagi." Jelas Eko panjang lebar.
" Ok.ok. Apa Kau beli obat demamnya?" Lala langsung to the point.
" Oya ini." Eko langsung meletakkan obat dadi apotik diatas meja.
Eko langsung terduduk. Lala langsung menuju area dapur kembali. Dia mencari bahan-bahan yang bisa diolah menjadi bubur. Butuh waktu sedikit lama untuk membuat bubur. Setelah selesai, Lala langsung membawa keruang tamu. Tidak lupa segelas air putih untuk meminum obatnya.
" Makanlah!" Lala menyuapi satu sendok per satu sendok.
" Aku bisa sendiri!" Bangkit terlihat mau menolaknya.
" Sudahlah, Jangan dipaksakan!" Pinta Lala tetap menyuapinya.
Eko langsung melongo dan terasa bagaikan obat nyamuk disekitar Merekan.
" Itu masih ada buburnya Ko. Makanlah!" Lala menunjukkan didapur.
" Iya La. Aku ambil sendiri saja. Kau urus saja Bangkit. Aku sudah lelah." Keluh Eko langsung beranjak ke dapur.
To be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments