INDRA yang dikakinya masih terpasang alat pembantu terapi, dibawakan sarapan paginya oleh bi Irah. Jarum jam didinding baru menunjukkan pukul tujuh pagi. Tapi perempuan ini sudah menyelesaikan beberapa pekerjaan dapurnya. Diantaranya jadual menyuapi anak majikan yang akan dilakukannya ini, setelah orangnya pulang dari rumah sakit.
“Makan dulu den “
“Simpan dulu diatas meja Bi. Saya sedang mencoba menghubungi Wiwin lagi.”
“Semalam nggak nyambung-nyambung kan den ?”
“Sekarang juga nggak bi..Kenapa ya Wiwin itu tidak mengaktifkan handphonenya terus ?”
“Habis batrainya kali den, tapi neng Wiwin malas ngecas batunya lagi ?”
“Ya udah…Sekarang sarapan dulu aja bi “
Sebuah hendphone yang diutak-atknya dari kemarin, akhirnya disimpan Indra diatas kasurnya. Untuk sarapannya diambil lagi oleh bi Irah dari atas meja.
“Lauknya cuma telor mata sapi doang Bi ?” Atas menu sarapannya, Indra protes.
“Sambal goreng tempe campur teri sebetulnya ada den. Ayam ada. Tapi khusus untuk menu makanannya den Indra, bapak dan ibu ternyata kali ini sangat selektif. Itu mungkin den, kalau yang banyak mengandung unsur garam, takutnya ibu dan bapak, malah jadi pengaruh gatal pada luka aden yang sudah hampir sembuh “
“Ya udah bi. Kalau begitu, se adanya aja. “
Setelah anak majikannya diam, bi Irah lalu melaksanakan tugasnya. Sambil menyuapi Indra, ternyata bi Irah mengemukakan unek-uneknya sendiri.
“Jujur den. Setelah neng Wiwin kembali kedesanya, hati bibi tidak pernah tenang. Setiap mau tidur itu, wajah neng Wiwin suka berkelebat-kelebat dalam benak bibi”
“Jadi bibi juga suka mengalami hal seperti itu ya?”
“Iya den. Malah tadi malam, neng Wiwin itu ada dalam mimpi bibi lagi.”
“Kenapa bisa sama ya ?” pikir Indra sambil mengenyam makanan yang sudah ada di mulutnya. Dan ketika bi Irah mau menyuapinya lagi, ternyata Indra menolak.
“Udah ah bi .”
“Lho, kenapa den ? Kan makannya den Indra baru sedikit ?”
“Jadi nggak ada selera bi. Sekarang tolong ambilkan buku dan pulpen aja dari meja belajar saya.”
“Mau menulis surat untuk neng Wiwin rupanya ya den ?”
“Satu-satunya cara supaya semua angan-angan saya bisa diketahuinya, memang harus dengan menyuratinya bi. Dari dulu sebetulnya Wiwin nggak mau memiliki handphone.”
“Maaf In, aku nggak bisa menerima pemberian kamu ini…Bukannya alat komunikasi ini tak penting. Tapi aku mau kita pacaran itu ala orangtua zaman dulu. Kalau menyampaikan rasa rindu dan lain sebagainya melalui tulisan yang dikirim melalui pos, mungkin indah ya In ? Apa lagi kalau satu sama lain tinggal dikota yang berbeda…Kayak misal : Aku didesa, dan kamu tetap dikota…” Indra kini mengingat perkataan Wiwin dulu
“Jadi ketika itu neng Wiwin benar-benar menolak handphone yang akan diberikan den Indra dengan alasan pacarannya supaya lebih romantis?” kata bi Irah setelah Indra bertutur.
“Tapi tempo hari dia menerimanya bi. Kali ini mungkin dia mau terima itu karena saya dalam keadan seperti ini. Jadi dia mempertimbangkan. Selama ini sebetulnya kita pun suka telepon-teleponan walau tidak sering… Terakhir kalinya saya mengirim sms. Tapi Wiwin belum membalasnya. Sekarang hpnya malah mati “
“Yang sabar aja ya den ? Apa pun yang menimpa den Indra akhir-akhir ini, sebaiknya diterima dengan hati lapang. Setelah mengambilkan pulpen dan bukunya, bibi juga mau meneruskan pekerjaan dapur nanti yan den ? Kalau ada perlu, tinggal panggil aja.”
Setelah memberikan pulpen dan bukunya kepada Indra, bi Irah lalu meninggalkan kamar anak majikannya sambil membawa lagi baki yang berisi bekas sarapan anak majikannya.
Pada saat yang bersamaan didesa.
“Ceu Min, kalau tahu dan tempenya sudah selesai digoreng, berarti tingga sayur ya yang belum matang ?” Wiwin yang sibuk karena di sawah ada yang sedang nyiangi tanaman padi, memasukkan sampah ke dalam kantong plastik
“Sambal belum di bikin neng ”
“O, iya. Bahan-bahannya malah masih dalam plastik ceu “
“Bisa tolong kupasin bawang merahnya neng, biar cepat beres”
“Iya ceu. Tomatnya juga biar saya yang nyuciin. Setelah ini saya akan membuang sampah dulu ke tempat pembakaran “ kata Wiwin terus melaksanakan titah ceu Mimin. Setelah selesai, baru ia mengambil sampah yang akan dibuang
Wiwin yang mau membuang sampah, keluar dari pintu dari dapur. Setelah hampir sampai di tempat perbakaran. “Win…!” Tiba-tiba ada yang memanggil. Selain langsung melemparkan sampah yang di dalam kantong kresek ketempat pembakaran yang asapnya mengepul, ternyata gadis itu kemudian memastikan orang yang sudah memanggilnya dengan menoleh kebelakang.
Setelah Wiwin melihat ke arahnya, ternyata orang yang memanggil Wiwin itu langsung menggodanya.“Bau yang belum mandi ach. “ candanya dengan penuh perhitungan. Ketika orangnya terus melangkah
“Jangan mendekat, bau yang belum mandi .” Wiwin membalas candaannya
Melihat gadis itu tidak menolak kehadirannya, yang tak lain Kamal semakin lebar senyumannya. Dari satu meter maju, akhirnya jadi dua meter.
“Permisi…” Ketika Kamal sudah dekat dengan Wiwin, orang yang mau berangkat ke ladang, minta jalan. Kamal mundur lagi sejauh satu meter
“Memangnya kenapa sesiang ini masih belum ngurus badan ? Jangan bilang kalau kamu masih kepikiran dengan peristiwa yang kemarin ?” setelah orang itu jauh, Kamal maju lagi satu meter
“Mau kerumah kan ?” tidak mau hatinya terusik lagi dengan setumpuk surat yang ditemukannya kemarin, Wiwin mengalihkan pembicaraan. Ternyata Kamal langsung melangkahkan lagi kakinya hingga hampir tak ada jarak dengan gadis yang semalam di ingatnya terus ini
“Permisi…” Ketika tangan Kamal hampir memegang tangan Wiwin, seseorang tiba-tiba mau lewat. Kali ini orangnya membawa cangkul
“Mau ke ladang pak ?” kali ini Kamal yang sudah kembali minggir, bertanya
“Sumuhun den…Mangga “ yang ditanya Kamal manggut
“Mangga-mangga pak. Semoga selamat sampai ditujuan ya?”
“Amiin…Terimakasih “
Melihat Kamal yang manggut sambil menurunkan tangannya, Wiwin mesum sambil mengerling. “Makanya jadi orang itu jangan kebiasaan ngelayab”
“Tapi sekarang orangnya sudah jauh. Boleh kan kalau yang gagal barusan di ulang lagi?” Kamal kembali bercanda.Tapi kali ini pemuda itu tidak berani macam-macam lagi. Mungkin karena tadinya juga karena saking senang kehadirannya diterima Wiwin.
“Yuk ah, sekarang langsung kerumah aja” kata Kamal kali ini serius
“Kamu nanti masuknya harus lewat pintu depan ya? “ kata Wiwin sambil berjalan.
“Kalau sama-sama jalan ke belakang atau ke depan memangnya kenapa ?” tukas Kamal sambil mengikuti irama langkah gadis yang mau di apelinya.
“Pokoknya kalau mau kerumah hari ini, ketentuannya begitu”
“Neng Win, Ceu Min mau berangkat sekarang ya ?” kata Ceu Mimin ketika mendengar suara Wiwin diluar.
Kamal lagi-lagi tersenyum. “Jadi kamu melarang aku jalan kebelakang itu karena didapur ada Ceu Mimin ?“
“Dia sedang membantu kita masak. Hari ini disawah ada yang sedang menyiangi padi.”
“Kenapa tidak bilang dari tadi ? ”
“Kalau dibilangin memangnya mau bantu?”
“Pasti bantu…” Kamal masuk kedapur. Setelah didalam pemuda ini melihat bakul nasi, rantang isi lauk dan teko air
“Ceu Min, mana yang bisa saya bawa?”
“Ach nggak usyah den. Semua ini mah sama ceu Mimin sendiri dibawa juga bisa “ kata ceu Mimin. Terus bakul di gendongnya. Rantang lauk dijinjing tangan kanannya. Dan teko air di jinjing tangan kanannya. “ Tuh den, bisa kalau tidak dibantu juga. Sekarang tinggal berangkat den”
“Emang sih ceu bisa. Tapi kalau di jalan ceu Min itu kepeleset, tapi amit-amit ya, pasti hancur semua yang dibawa. Karena kedua tangan ceu Min sudah tidak bisa berdaya”
Terbayang oleh Wiwin maksud Kamal. Setelah merasa puas tertawa “Udah ach, kalau bercanda jangan berlebihan. Ringkung bawaan seperti ini bagi Ceu Mimin udah biasa” Winarti nyikut perut Kamal. Yang di sikut terpingkal, bukan sakit. Tapi saking merasa senang, karena semenjak Wiwin kembali ke desa, baru kali ini ia melihatnya tertawa lepas. Juga sikutannya sebagai tanda hatinya mulai terbuka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Asvi Raisa
berarti yang lama tersingkir?
2023-01-05
10
Iki nurjaman
Iya atuh massa tertutup aja
2022-12-26
4
ilmi maulida
Sama yang lama beneran udah lupa?
2022-12-17
6