“HARI ini nak Kamal pasti datang kemari…Kalau dia datang, kamu harus menyambutnya dengan disertai peragai yang baik…Sejak dijodohkan dengannya, kamu itu sudah sering mengecewakan ayah…Kali ini kamu tidak boleh seperti itu lagi !” Kepada putrinya yang baru sehari datang untuk tinggal lagi bersamanya, pak Sukma mewanti-wanti.
Pada saat yang bersamaan, Kamal pun sudah berdandan rapih mengenakan kaus tangan pendek warna biru dan celana kampas putih. Setelah tidak ada lagi kekurangan, ibun dan ayahya yang sedang ngopi, dihampiri.
“Bu, yah, saya mau berangkat”
“Kamu tidak minta uang dulu sama ibu?” kata bu Arum
“Nggak ach bu…Kalau baru ketemu, mungkin Wiwin nya juga tidak akan ngajak jalan-jalan”
“Ya udah, kalau begitu sekarang kamu berangkat…Salam dari ibu buat Wiwin”
“Dari ayah juga”
“Ya, nanti akan saya sampaikan “
Sekarang Kamal sudah berangkat dari rumah disaksikan kedua orangtuanya. Pak Sukma yang mau pergi kesawah juga, kali ini menghampiri lagi putrinya.
“Gabah yang mau dijemur, sudah ayah gelar dihalaman belakang. Sekarang ayah mau berangkat kesawah…Yang benar tunggunya ya ? Kemarin juga diacak-acak ayam yang sedang beranak”
“Baik ayah”
Setelah satu tugas disanggupi putrinya, pak Sukma akhirnya mengambil cangkul. Tidak lama setelah ia pergi, Kamal datang. Ketika melihat Wiwin sedang menunggu jemuran di saung paniisan, jantung pemuda itu langsung berdebar hebat.
“Rupanya kamu baru sehari disini, sudah langsung diberi tugas oleh ayah kamu ?”
Wiwin tidak menjawab
“Maaf ya kemarin tidak menjemput ?”
“Nggak apa-apa”
Wiwin kali ini bangkit
“Mau kemana sekarang ?”
“Mau membuka pintu…Kamu duduknya didalam”
“Disini aja Win…Kamu kan lagi menunggui jemuran gabah…Kalau nggak keberatan, aku akan menemani kamu sambil ngobrol”
“Terimakasih”
Wiwin akhirnya duduk lagi. Setelah kecanggungannya dapat di atasi, Kamal pun akhirnya duduk berdampingan dengan Wiwin. Dari arah selatan, se ekor induk ayam yang anaknya sepuluh tiba-tiba berlarian. Sebelum sampai ke jemuran gabah, Kamal mencoba memberi tahu penunggunya.
“Win, ada ayam tuh…”
“Ayamnya membawa anak banyak tuh Win, sekarang sudah dekat “ Kamal bukan hanya sekali, memberi tahu.
Tapi entah apa yang sedang dipikirkan putri pak Sukma sehingga ketika Kamal memberi tahu ada ayam mau mengacak jemurannya, gadis itu sampai tidak mendengar. Karena takut ayam-ayam itu mengacak-ngacak jemuran, akhirnya Kamal bangkit dari duduknya.
“Hoya…!” Barakatak. Ketok ! Ketok ! Ayam-ayam yang di usir Kamal saling berterbangan. Namun sial, saat sedang mengusir ayam-ayam itu, kakinya menginjak genangan air yang bercampur lumpur. Tak elak celana putih Kamal jadi penuh dengan noda cipratan lumpur.
Wiwin pun sekarang baru sadar.
“Celanamu jadi kotor…Sekarang akan ambil air dulu ya, untuk membersihkannya?”
“Tidak usyah Win…”
Kamal menahan Wiwin. Untuk beberrapa saat gadis itu hanya memandangi orang yang memegang tangannya. Sebagai laki-laki yang sudah banyak pengalaman, ternyata Kamal memanfatkannya.
“Tadi ibu dan ayahku menitip salam buat kamu”
“Waalaikumusalam…”
“Kapan kamu mau bersilaturahmi langsung dengan kedua orangtuaku ?”
Wiwin kembali membisu. Sekarang Kamal pun sudah melepaskan tangan Wiwin. Tapi mereka tetap masih berdekatan.
“Kalau kamu masih belum siap bertemu dengan mereka, aku tidak akan memaksa. Tapi suatu saat, kamu wajib bersilaturahmi dengan calon mertua.”
“Oya, surat aku yang dikirim beberapa bulan lalu, sampai ketangan kamu kan?”
“Sampai…Memangnya kenapa ?”
“Kalau sampai, berarti kamu tahu apa yang terjadi disini. Terus bagaimana mengenai yang kugambarkan dalam surat ? Tentang bakal kamar kita yang kutiduri malam itu maksudku. Apa tidurmu dikamar itu semalam nyenyak…? Terus apa warna seprainya kamu suka juga ? Atau seleraku malah bertolak belakang dengan selera kamu?”
Pertanyaan dari Kamal yang satu ini, ternyata Wiwin menjawabnya dengan air mata
“Lho Win, kok kamu tiba-tiba nangis ? Kamu tersinggung dengan kata-kataku barusan ya ?”
“Bukan tersinggung, tapi tersentuh”
“Maksud kamu ?”
“Kamu ternyata tidak tahu apa-apa…Padahal selama ini orang-orang sudah membihongi kamu”
“Win, mohon akhiri ketidak mengertianku….Yang disebut orang-orang itu sebetulnya siapa?”
“Oleh tanteku sebetulnya selama ini aku sudah dijodohkan dengan anak majikannya Om…”
“Tidak…Kamu pasti sedang bercanda Win…Selama ini kamu sudah punya tunangan itu, pasti bohong…Tante kamu atau siapapun, tidak mungkin berani membohongi aku. Karena aku sudah baik dan jujur. Terhadap ayah kamu juga aku sudah menganggap seperti orangtua sendiri…”
Kamal melangkah mundur dan terus mundur. Lala-lama ia jauh dari gadis yang di apelinya itu.
“Apa lagi yang ingin kamu katakan ?” tanya Kamal dari jarak yang sudah jauh
“Sekarang kamu harus kembali lagi kesini !“
“Tidak…Aku masih kecewa dengan kebodohanku sendiri “
Air mata Wiwin mengalir semakin deras. Ternyata Kamal pun akhirnya memutuskan untuk pulang.
Sesampainya dirumah, pemuda itu langsung disambut oleh ibunya. Kalau ayahnya sudah pergi beraktifitas
“Kenapa apelnya tidak lama?”
“Wiwinnya sedang disuruh menunggui jemuran gabah oleh ayahnya”
“Tapi kamu udah ketemu dulu? Ngobrol?”
“Ya”
“Yang sudah membuat anak ibu tergila-gila, pasti orangnya cantik ?”
“Ya, cantik sekali”
“Terus kapan kamu akan memperkenalkan calon istrimu itu kepada ibu dan ayah?”
Brug ! Kamal yang terus di kuntik ibunya langsung masuk kamar dan menutupkan pintunya. “Ibu dan ayah tidak boleh mengetahui apa yang terjadi “ gumam Kamal dari balik pintu
Ibunya diluar langsung berpraduga. “Ini pasti ada yang tidak beres !” Setelah itu ia pergi dari depan pintu kamar anaknya.
***
DISAUNG paniisan, Wiwin masih menangis. Peristiwa ini ternyata langsung kontak bathin kepada Pak Sukma yang sedang disawah. Setelah bekerjanya jadi malas, lelaki tua ini kemudian istirahat didangau. Setelah membuang air bekalnya dalam botol, Pak Sukma lalu pulang.
“Wiwin bisa nggak ya menunggu jemuran gabahnya ? Kalau dia ada di saung paniisan terus, pasti tidak akan ada ayam. Tapi kalau banyak dirumah…?” pikir Pak sukma setelah hampir sampai.
“Kenapa tadi dia memilih pergi… ?” tiba-tiba dari saung paniisan terdengar oleh pak Sukma.
“Maksud kamu siapa Win…? Sekarang kamu juga lagi nangis ternyata ? Seperti sudah lama, lagi nangisnya ?” Di saung paniisan, pak Sukma meletakkan parang dan cangkul.
“Tadi dia itu datang kesini ayah…Tapi sekarang sudah pulang karena tadi saya mengatakan sesuatu.”
“Sesuatu apa maksud kamu ?”
“Mengenai hal ini sebenarnya ayah juga belum tahu. Dan harus tahu sekarang…Oleh tante, sebetulnya selama ini saya sudah dijodohkan dengan anak majikannya Oom. Malah akhir tahun ini rencananya kami mau tunangan”
“Tidak, ini tidak mungkin…!Memang waktu itu tante kamu sempat ngomong...Tapi ayah tidak tahu, kalau hal itu masih berlanjut. Aduh, dada ayah tiba-tiba sesak dan sakit ”
“Ayah, ayah kenapa…?” Wiwin memburu ayahnya yang tiba-tiba memegang dadanya. Tolong…! Tolong…!” Saking panik, akhirnya gadis ini berteriak-teriak. Selang beberapa saat, beberapa tetangganya ada yang menghampiri. Sudah pasti langsung dibuat sibuk.
“Weng Win ? Ayah neng jadi seperti ini, gimana mulanya ?”
“Nggak ada mulanya pak. Ketika baru pulang dari sawah, ayah saya itu tiba-tiba langsung seperti ini. Saya juga jadi panik.” Dalam menjelaskan, ternyata Wiwin sedikit berbohong.
“Ya udah… Kalau begitu sekarang usahakan aja dulu supaya pak Sukma nya sadar kembali. Kalau keadaannya tetap begini, tentu saja kita harus segera membawanya kerumah sakit.
Para tetangga Wiwin akhirnya berupaya sebisa mereka. Pak Sukma yang masih lemas, dipindahkan mereka kerumah. Dan ternyata setelah diberi minum dan badannya dibalur dengan obat gosok hangat, pak Sukma sadar lagi. Tapi mungkin kepalanya masih tetap pusing. Sehingga meski pun sekarang dirinya sudah bisa mengingat lagi semuanya, lelaki itu tidak bangun dan tetap berbaring.
“Terimakasih ya jang Sudin, jang Mino, atas bantuannya.”
Pak Sukma yang sudah agak pulih, mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang menolongnya. Wiwin pun menepis genangan air matanya yang masih tersisa.
“Kang Sudin, kang Mino, terimakasih atas bantuannya ya ?”
“Sama-sama pak…Neng”
“Barusan lagi pada kerja rupanya ?”
“Iya neng, barusan kita sedang motong-motong bambu punya Ceu Mimin. Itu.., untuk mengganti pagar dihalaman rumahnya yang sudah rusak, katanya “
Setelah segala sesuatunya kembali seperti sedia kala, ternyata kedua orang itu langsung pamit. Wiwin dan ayahnya berkali-kali mengucapkan terimakasih kepada mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Iki nurjaman
Ya !. harus maklum
2022-12-22
7
ilmi maulida
Pikirkan juga perasaan ayahmu Win...
2022-12-14
9
Siti Mariyam
sabar nanti juga luluh
2022-11-29
6